Empat Faktor Penyebab Orang Tega Buang & Bunuh Bayi
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menuturkan, ada empat faktor yang menyebabkan orang tua tega membuang bayinya hingga membunuhnya. Salah satunya soal mental orang tua yang belum siap mempunyai anak.
"Pertama karena ketidaksiapan memiliki anak. Itu juga bisa berhubungan dengan faktor ekonomi dan lainnya," kata Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait saat dihubungi Sindonews, Rabu 4 Maret 2015.
Kedua, lanjut Arist, akibat dari hubungan terlarang. Pasangan pranikah mungkin beranggapan, dengan membuang bayi mereka masalah akan selesai.
"Ketiga, pergaulan bebas para ABG (Anak Baru Gede) bisa memacu juga. Ditambah secara psikologi mereka masih labil," ujarnya.
Keempat, kata Arist, anak itu merupakan hasil dari pemerkosaan. Karena khawatir menjadi aib keluarga, pelaku langsung menghilangkan jejaknya dengan cara membuang atau membunuhnya.
"Seharusnya tidak hanya wanitanya yang disalahkan, dia (wanita) kan dibuahi. Prianya juga bisa dicari dan diproses secara hukum," pungkasnya.
Maka itu, kata dia, pihaknya telah mengkampanyekan kepada individu atau pasangan yang memiliki latar belakang seperti itu, hendaknya tidak membuang atau pun membunuhnya. "Bagi yang tidak menginginkan si jabang bayi bisa menitipkannya di panti sosial milik pemerintah. Jangan dibuang karena mereka juga punya hak hidup," imbuhnya.
Namun sayangnya, kata dia, selama ini panti-panti itu agak mempersulit. Seperti harus ada kejelasan soal latar belakang keluarga si bayi, anggaran kebutuhan, serta dokumen-dokumen lainnya. "Saya menyarankan kepada panti-panti itu tidak mempersulit dengan birokrasi yang berbelit-belit," tutupnya.
"Pertama karena ketidaksiapan memiliki anak. Itu juga bisa berhubungan dengan faktor ekonomi dan lainnya," kata Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait saat dihubungi Sindonews, Rabu 4 Maret 2015.
Kedua, lanjut Arist, akibat dari hubungan terlarang. Pasangan pranikah mungkin beranggapan, dengan membuang bayi mereka masalah akan selesai.
"Ketiga, pergaulan bebas para ABG (Anak Baru Gede) bisa memacu juga. Ditambah secara psikologi mereka masih labil," ujarnya.
Keempat, kata Arist, anak itu merupakan hasil dari pemerkosaan. Karena khawatir menjadi aib keluarga, pelaku langsung menghilangkan jejaknya dengan cara membuang atau membunuhnya.
"Seharusnya tidak hanya wanitanya yang disalahkan, dia (wanita) kan dibuahi. Prianya juga bisa dicari dan diproses secara hukum," pungkasnya.
Maka itu, kata dia, pihaknya telah mengkampanyekan kepada individu atau pasangan yang memiliki latar belakang seperti itu, hendaknya tidak membuang atau pun membunuhnya. "Bagi yang tidak menginginkan si jabang bayi bisa menitipkannya di panti sosial milik pemerintah. Jangan dibuang karena mereka juga punya hak hidup," imbuhnya.
Namun sayangnya, kata dia, selama ini panti-panti itu agak mempersulit. Seperti harus ada kejelasan soal latar belakang keluarga si bayi, anggaran kebutuhan, serta dokumen-dokumen lainnya. "Saya menyarankan kepada panti-panti itu tidak mempersulit dengan birokrasi yang berbelit-belit," tutupnya.
(mhd)