BBM Begal Motor Dipercaya, Masyarakat Belum Siap Pakai Smartphone
A
A
A
DEPOK - Masih banyaknya masyarakat yang percaya dengan broadcast BlackBerry Messenger (BBM) begal motor akibat belum siapnya masyarakat menggunakan smartphone.
Padahal kepolisian telah menyatakan broadcast BBM itu tidak benar alias hoax. Pengamat sosial dan budaya dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan, budaya masyarakat Indonesia masih belum siap dalam menggunakan smartphone.
Karena, tidak dibarengi dengan kesiapan masyarakatnya dalam memanfaatkan teknologi canggih. Saat ini, masyarakat hanya bisa menggunakan smartphone saja, tetapi tidak memahami maknanya.
"Mengapa? Karena masyarakat masih sangat kuat dengan budaya lisan. Mereka cepat percaya tanpa adanya kroscek terlebih dahulu. Berbeda dengan masyarakat barat yang memang sudah kuat budaya tulisnya. Mereka baru berani mengatakan kalau sudah melakukan riset atau mencari referensi," kata Devie, Senin (2/3/2015).
Menurut dia, pola yang dimiliki masyarakat saat ini masih sama. Artinya, informasi yang beredar diterima secara mentah-mentah. Jika dahulu masyarakat terbiasa berbincang secara langsung tanpa media, kini mereka berbincang melalui sosial media (sosmed).
Devie menilai, tidak ada yang salah dengan adanya sosmed. Hanya saja, perilaku masyarakat yang seakan belum mengerti mengenai sosmed. "Kalau dulu gosipnya secara lisan, sekarang pindah ke sosmed. Sosmednya tidak salah, hanya saja perilaku masyarakat saja yang belum siap," ungkapnya.
Maraknya broadcast soal begal saat ini disebabkan sifat egois manusia. Devie menjelaskan, sebagai manusia kerap ingin dianggap menjadi pahlawan ketika memberikan informasi yang dianggap penting.
"Orang tentunya akan bangga ketika informasinya itu dianggap sangat berharga oleh orang lain yang diberikan informasi, terlepas informasi itu benar atau tidak. Karena mereka lebih mementingkan kecepatan ketimbang akurasinya," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, alasan orang menyebarkan kembali informasi itu merupakan dampak dari teori timbal balik. Artinya, orang yang memberikan sesuatu atau informasi itu sebenarnya bukan dengan maksud memberi tetapi lebih pada sisi keegoisan dirinya.
"Dengan mendapat sanjungan maka si pemberi informasi itu telah merasa dirinya berguna bagi orang lain," pungkasnya.
Padahal kepolisian telah menyatakan broadcast BBM itu tidak benar alias hoax. Pengamat sosial dan budaya dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan, budaya masyarakat Indonesia masih belum siap dalam menggunakan smartphone.
Karena, tidak dibarengi dengan kesiapan masyarakatnya dalam memanfaatkan teknologi canggih. Saat ini, masyarakat hanya bisa menggunakan smartphone saja, tetapi tidak memahami maknanya.
"Mengapa? Karena masyarakat masih sangat kuat dengan budaya lisan. Mereka cepat percaya tanpa adanya kroscek terlebih dahulu. Berbeda dengan masyarakat barat yang memang sudah kuat budaya tulisnya. Mereka baru berani mengatakan kalau sudah melakukan riset atau mencari referensi," kata Devie, Senin (2/3/2015).
Menurut dia, pola yang dimiliki masyarakat saat ini masih sama. Artinya, informasi yang beredar diterima secara mentah-mentah. Jika dahulu masyarakat terbiasa berbincang secara langsung tanpa media, kini mereka berbincang melalui sosial media (sosmed).
Devie menilai, tidak ada yang salah dengan adanya sosmed. Hanya saja, perilaku masyarakat yang seakan belum mengerti mengenai sosmed. "Kalau dulu gosipnya secara lisan, sekarang pindah ke sosmed. Sosmednya tidak salah, hanya saja perilaku masyarakat saja yang belum siap," ungkapnya.
Maraknya broadcast soal begal saat ini disebabkan sifat egois manusia. Devie menjelaskan, sebagai manusia kerap ingin dianggap menjadi pahlawan ketika memberikan informasi yang dianggap penting.
"Orang tentunya akan bangga ketika informasinya itu dianggap sangat berharga oleh orang lain yang diberikan informasi, terlepas informasi itu benar atau tidak. Karena mereka lebih mementingkan kecepatan ketimbang akurasinya," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, alasan orang menyebarkan kembali informasi itu merupakan dampak dari teori timbal balik. Artinya, orang yang memberikan sesuatu atau informasi itu sebenarnya bukan dengan maksud memberi tetapi lebih pada sisi keegoisan dirinya.
"Dengan mendapat sanjungan maka si pemberi informasi itu telah merasa dirinya berguna bagi orang lain," pungkasnya.
(mhd,ars)