Pengamat: Sulit Mengubah Kebiasaan Warga Jakarta Gunakan Uang Tunai
A
A
A
JAKARTA - Masih enggannya masyarakat menggunakan kartu parkir elektronik untuk pembayaran parkir meter akibat sulitnya mengubah suatu kebiasaan.
Pengamat sosial budaya dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengungkapkan, pembayaran parkir meter di Jalan Sabang Jakarta Pusat yang sejatinya mulai menggunakan kartu elektronik belum mendapatkan respons positif dari masyarakat. Itu dikarenakan masyarakat belum terbiasa dan menganggap harga sebuah perdana kartu elektronik terlalu mahal untuk satu kali memarkirkan kendaraannya.
"Masyarakat sepertinya sulit mengubah kebiasaan membayar dari tunai ke elektronik. Alhasil uang koin pun masih digunakan," kata Devie kepada Sindonews, Jumat 96/2/2015). Devie menuturkan,
jika kamu mau mengubah sebuah kebudayaan, maka kamu harus mengubah kebiasaan.
Kebudayaan merupakan pola perilaku yang sudah menjadi kesepakatan bersama sekelompok masyarakat. Bila dalam sebuah masyarakat, sudah ada kesepakatan bersama yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun menggunakan uang tunai, tentu saja budaya ini tidak akan mudah dirubah.
"Cara paling mudah ialah dengan memulai kebiasaan baru menggunakan kartu," ujarnya. Dia melanjutkan, cara mendorong lahirnya kebiasaan baru, harus menggunakan kekuatan struktur yakni kebijakan bahwa kalau tidak menggunakan kartu, maka pemilik kendaraan bermotor tidak dapat parkir.
"Akan ada sanksi seperti bannya digembok dan sebagainya. Bila sudah ada serangkaian aksi formal yang dilancarkan oleh pengatur kebijakan, masyarakat mau tidak mau akan terdesak untuk mengikuti aturan yang ada," ucapnya. Intinya, pendekatan legal formal melalui kedisiplinan yang ketat, akan mampu menjadi alat paksa perubahan kebiasaan.
"Ada empat tahapan yang terjadi yakni dipaksa, terpaksa, biasa dan akhirnya menjadi kebiasaan," ujarnya. Devie mencontohkan PT KAI berhasil merevolusi infrastruktur kereta, akhirnya mampu merevolusi cara orang Indonesia khususnya Jakarta dalam menggunakan kereta dalam waktu yang relatif singkat.
Pengamat sosial budaya dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengungkapkan, pembayaran parkir meter di Jalan Sabang Jakarta Pusat yang sejatinya mulai menggunakan kartu elektronik belum mendapatkan respons positif dari masyarakat. Itu dikarenakan masyarakat belum terbiasa dan menganggap harga sebuah perdana kartu elektronik terlalu mahal untuk satu kali memarkirkan kendaraannya.
"Masyarakat sepertinya sulit mengubah kebiasaan membayar dari tunai ke elektronik. Alhasil uang koin pun masih digunakan," kata Devie kepada Sindonews, Jumat 96/2/2015). Devie menuturkan,
jika kamu mau mengubah sebuah kebudayaan, maka kamu harus mengubah kebiasaan.
Kebudayaan merupakan pola perilaku yang sudah menjadi kesepakatan bersama sekelompok masyarakat. Bila dalam sebuah masyarakat, sudah ada kesepakatan bersama yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun menggunakan uang tunai, tentu saja budaya ini tidak akan mudah dirubah.
"Cara paling mudah ialah dengan memulai kebiasaan baru menggunakan kartu," ujarnya. Dia melanjutkan, cara mendorong lahirnya kebiasaan baru, harus menggunakan kekuatan struktur yakni kebijakan bahwa kalau tidak menggunakan kartu, maka pemilik kendaraan bermotor tidak dapat parkir.
"Akan ada sanksi seperti bannya digembok dan sebagainya. Bila sudah ada serangkaian aksi formal yang dilancarkan oleh pengatur kebijakan, masyarakat mau tidak mau akan terdesak untuk mengikuti aturan yang ada," ucapnya. Intinya, pendekatan legal formal melalui kedisiplinan yang ketat, akan mampu menjadi alat paksa perubahan kebiasaan.
"Ada empat tahapan yang terjadi yakni dipaksa, terpaksa, biasa dan akhirnya menjadi kebiasaan," ujarnya. Devie mencontohkan PT KAI berhasil merevolusi infrastruktur kereta, akhirnya mampu merevolusi cara orang Indonesia khususnya Jakarta dalam menggunakan kereta dalam waktu yang relatif singkat.
(whb)