Permen cegah kekerasan anak di sekolah makin mendesak
A
A
A
Sindonews.com - Sekolah semestinya menjadi rumah kedua yang aman dan nyaman bagi anak. Kini justru banyak sekolah menjadi lokasi pelecehan dan kejahatan seksual terhadap anak, yang seringkali dilakukan oknum guru maupun petugas alih daya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan perlu menerbitkan peraturan menteri (permen) tentang pencegahan kekerasan di sekolah.
"Akhir-akhir ini, kekerasan di sekolah terus terjadi dengan berbagai variasinya. Mulai kekerasan fisik, psikis hingga seksual. Kondisi ini semakin meneguhkan betapa Mendikbud, perlu memberikan atensi khusus, dalam bentuk segera menerbitkan aturan khusus pencegahan kekerasan di sekolah," kata Susanto kepada wartawan, Sabtu 17 Mei 2014 malam.
Susanto berharap, dengan diterbitkan peraturan tersebut maka dapat menghapus kekerasan seksual yang selama ini masih menjadi masalah serius. Sebab, kata dia, tidak lazim, sekolah yang seharusnya menjadi wadah pengenalan nilai-nilai luhur dan menyiapkan generasi masa depan, ironisnya justru rentan menjadi "lahan empuk" bagi predator. "Ini sangat berbahaya bagi dunia pendidikan," tegasnya.
Susanto mengungkapkan, kasus kekerasan anak semakin terungkap karena adanya pintu masuk dari kasus Jakarta International School (JIS) di mana sebelumnya anak merasa takut atau malu, menjadi terbuka.
"Dari tahun ke tahun, terus meningkat terus, bisa juga karena meningkat itu setelah dilaporkan meningkat, bisa jadi memang partisipasi publik konsennya semakin meningkat. Awalnya malu melaporkan, kasus JIS jadi entry point," tutupnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan perlu menerbitkan peraturan menteri (permen) tentang pencegahan kekerasan di sekolah.
"Akhir-akhir ini, kekerasan di sekolah terus terjadi dengan berbagai variasinya. Mulai kekerasan fisik, psikis hingga seksual. Kondisi ini semakin meneguhkan betapa Mendikbud, perlu memberikan atensi khusus, dalam bentuk segera menerbitkan aturan khusus pencegahan kekerasan di sekolah," kata Susanto kepada wartawan, Sabtu 17 Mei 2014 malam.
Susanto berharap, dengan diterbitkan peraturan tersebut maka dapat menghapus kekerasan seksual yang selama ini masih menjadi masalah serius. Sebab, kata dia, tidak lazim, sekolah yang seharusnya menjadi wadah pengenalan nilai-nilai luhur dan menyiapkan generasi masa depan, ironisnya justru rentan menjadi "lahan empuk" bagi predator. "Ini sangat berbahaya bagi dunia pendidikan," tegasnya.
Susanto mengungkapkan, kasus kekerasan anak semakin terungkap karena adanya pintu masuk dari kasus Jakarta International School (JIS) di mana sebelumnya anak merasa takut atau malu, menjadi terbuka.
"Dari tahun ke tahun, terus meningkat terus, bisa juga karena meningkat itu setelah dilaporkan meningkat, bisa jadi memang partisipasi publik konsennya semakin meningkat. Awalnya malu melaporkan, kasus JIS jadi entry point," tutupnya.
(maf)