Psikolog: Indonesia mengalami krisis moral

Jum'at, 14 Maret 2014 - 07:33 WIB
Psikolog: Indonesia mengalami krisis moral
Psikolog: Indonesia mengalami krisis moral
A A A
Sindonews.com - Kasus pembunuhan yang kerap terjadi terhadap ABG belakangan ini mewarnai kriminalitas di Jakarta. Pasalnya, dalam waktu sepekan belakangan sudah tiga kali kasus pembunuhan itu terjadi.

Psikolog dari Universitas Pancasila (UP) Charyna Ayu Rizkyanti menilai, maraknya kasus pembunuhan tersebut akibat bangsa Indonesia sedang mengalami krisis moral. Maka itu, kata dia, masyarakat Jakarta sedang mengalami degradasi moral.

"Kalau dilihat di Indonesia sendiri harus diakui mau tidak mau kalau bangsa kita krisis moral," kata Ayu kepada Sindo, Kamis (13/3/2014).

Menurut dia, krisis itu terjadi lantaran ada sesuatu yang hilang. Yaitu rasa empati seseorang terhadap orang lain sudah menurun bahkan hilang sama sekali.

Dikatakan dia, pelaku pembunuhan bisa dilakukan siapa saja. Namun yang menjadi kontrol atas tindak agresif tersebut adalah diri sendiri. Seseorang yang tidak memiliki empati maka bisa berpotensi melakukan tindak agresif. Namun, ketika empati dalam diri seseorang sudah tertanam maka dia bisa terhindar dari tindak agresif yang merugikan orang lain.

"Seperti ini contohnya, rasa empati itu ada dalam tiap diri individu. Namun berjalannya waktu, rasa itu hilang. Bisa karena faktor lingkungan atau karena tidak ada role model," ungkapnya.

Ayu sepakat bahwa maraknya kasus pembunuhan yang terjadi belakangan sebagai fenomena sosial. Alasannya, kata dia, karena kasus pembunuhan semakin sering dijumpai. Bahkan untuk mengakses kasus pembunuhan sangat mudah dan beragam. Walaupun, kata dia, mulanya kasus pembunuhan bermula dari kasuistik.

"Tapi sekarang kan trendnya meningkat. Jadi sudah menjadi fenomena sosial. Penyebabnya ya karena degenerasi moral tadi," katanya.

Terkait pelaku pembunuhan yang masih remaja, Ayu menuturkan, selain degenerasi moral, masalah yang dialami remaja juga menjadi pemicu. Mereka yang melakukan pembunuhan memiliki masalah pengendalian emosi.

Artinya, kata Ayu, anak muda tersebut tidak bisa mengekspresikan emosinya atau tidak memiliki orang terdekat yang bisa dipercaya untuk meluapkan emosi. "Dia miss trust sama siapapun, jadi secara emosi tidak terwakili," katanya.

Menurutnya, upaya yang bisa dilakukan adalah mengendalikan fungsi emosi dan menumbuhkan empati sejak dini. Hingga usia enam tahun, kata dia, otak manusia baru berfungsi 80 persen.

Sedangkan sisanya di masa remaja. Pada individu yang memiliki kemampuan mengontrol emosi dengan baik dan selalu ditanamkan rasa empati saat usia dini maka saat remaja dia bisa meluapkan emosi dengan cara positif.

"Sayangnya anak-anak sekarang tidak memiliki role model untuk menanamkan empati. Sehingga ketika menghadapi permasalahan, mereka membingkai sendiri persoalan itu dan mencari jalan keluar sesuai framenya," tutupnya.

Baca:
Orangtua Mia mendesak pelaku dihukum mati
Penyiksaan ala Hafitd mencontoh adegan film
Nafsu tak terpenuhi, Aldo bunuh Desi di PIK
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7678 seconds (0.1#10.140)