Ini yang diperlukan untuk wujudkan megapolitan
A
A
A
Sindonews.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta membuat undang-undang baru sebagai payung hukum apabila konsep megapolitan akan diwujudkan. Sehingga konsep megapolitan tidak berbenturan dengan Undang-undang no. 12 tahun 2008 tentang otonomi daerah.
“Sejak adanya Undang-undang Otonomi Daerah, konsep megapolitan seperti berjalan di tempat,” kata pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI), Yuyun Rahmawati, Senin (24/2/2014).
Menurutnya, konsep megapolitan sudah diamanahkan dalam Undang-undang No.34 tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Negara RI.
Bahkan konsep megapolitan telah disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah nasional yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.47 tahun 1997.
Selain Jabodetabek, PP ini juga mengatur Sukabumi dan Cianjur sebagai wilayah yang juga memerlukan penanganan khusus.
Namun, terdapat revisi kebijakan yang menonjolkan otonomi daerah sejak dikeluarkannya Undang-undang No.32 tahun 2004 dan Undang-undang No.12 tahun 2008.
“Sejak ini mulailah Pemda menunjukkan giginya, mengurus sendiri pusat pemerintahannya. Untuk itu payung hukum mengenai megapolitan perlu digodog kembali agar tidak bertentangan dengan Undang-undang Otonomi Daerah,” ujarnya.
Selain payung hukum, diperlukan juga koordinator yang mengatur daerah megapolitan tersebut. Koordinator tersebut bisa dibentuk secara mandiri atau perwakilan dari pemerintah pusat.
“Koordinator tersebut juga bisa dibentuk semacam dewan yang mengatur bagaimana wilayah-wilayah ini dapat mengatasi masalah bersama-sama seperti banjir dan transportasi. Memang konsep megapolitan ini mendesak diwujudkan untuk menangani masalah-masalah tersebut,” kata dia.
Baca juga:
DPD matangkan rencana megapolitan
“Sejak adanya Undang-undang Otonomi Daerah, konsep megapolitan seperti berjalan di tempat,” kata pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI), Yuyun Rahmawati, Senin (24/2/2014).
Menurutnya, konsep megapolitan sudah diamanahkan dalam Undang-undang No.34 tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Negara RI.
Bahkan konsep megapolitan telah disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah nasional yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.47 tahun 1997.
Selain Jabodetabek, PP ini juga mengatur Sukabumi dan Cianjur sebagai wilayah yang juga memerlukan penanganan khusus.
Namun, terdapat revisi kebijakan yang menonjolkan otonomi daerah sejak dikeluarkannya Undang-undang No.32 tahun 2004 dan Undang-undang No.12 tahun 2008.
“Sejak ini mulailah Pemda menunjukkan giginya, mengurus sendiri pusat pemerintahannya. Untuk itu payung hukum mengenai megapolitan perlu digodog kembali agar tidak bertentangan dengan Undang-undang Otonomi Daerah,” ujarnya.
Selain payung hukum, diperlukan juga koordinator yang mengatur daerah megapolitan tersebut. Koordinator tersebut bisa dibentuk secara mandiri atau perwakilan dari pemerintah pusat.
“Koordinator tersebut juga bisa dibentuk semacam dewan yang mengatur bagaimana wilayah-wilayah ini dapat mengatasi masalah bersama-sama seperti banjir dan transportasi. Memang konsep megapolitan ini mendesak diwujudkan untuk menangani masalah-masalah tersebut,” kata dia.
Baca juga:
DPD matangkan rencana megapolitan
(ysw)