Bosan mengungsi, warga tinggal di lantai 2
A
A
A
Sindonews.com - Meski ketinggian air di RT 12/08 Pesing Koneng, Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, sudah mencapai 120 centimeter. Warga tetap memilih bertahan di dalam rumahnya masing-masing.
Hal tersebut dilakukan bagi warga yang rumahnya memiliki dua lantai. Hal itu juga dilakukan, karena mereka merasa bosan dengan tempat pengungsian di bantaran rel kereta api Pesing Koneng, yang hanya bertutupkan terpal. Karena, itu dinilai tidak layak untuk lokasi pengungsian.
Abdul Rosyid (45), warga RT 12/08 yang rumahnya berlantai dua mengatakan, keluarganya yang meliputi satu istri dan tiga ketiga anaknya lebih memilih bertahan di lantai dua rumahnya. Karena, bosan dengan tempat pengungian itu.
"Sejak lima tahun lalu, rumah saya tinggikan untuk menyelamatkan barang-barang dan tempat mengungsi," kata Rosyid saat hendak mencari makan malam di bantaran rel kereta api Pesing, Jakarta Barat, Minggu (23/2/2014).
Dia juga mengaku bosan jika harus menghadapi banjir setiap wilayahnya diguyur hujan dalam waktu dua jam. Karena, walaupun hanya dua jam rumahnya bisa langsung dimasuki air.
Maka itu, di berharap, agar pemerintah dapat segera memiliki solusi untuk menangani musibah banjir di kawasan pemukiman yang berada lebih rendah dari kali Sekertaris dan Kali Moklevard itu. Seandainya tidak bisa, dia juga berharap agar pemerintah menyediakan posko pengungsian yang layak.
Begitu juga dengan Eko Mulyono (43). Pria yang memiliki dua orang anak itu memilih tinggal di lantai dua, karena hari ini hujan tidak terlalu deras dan tidak akan memperparah banjir.
Sejak banjir melanda di awal tahun 2014, dirinya mengungsi sebanyak dua kali di bantaran rel kereta api Pesing lantaran banjir dipemukiman tak kunjung surut dan cuaca yang selalu turun hujan.
"Kalau sudah lama dan hujan terus datang, kami mau enggak mau mengungsi, takut enggak bisa kemana-mana saat makanan habis," ujarnya.
Eko yang tinggal sudah lebih dari 20 tahun ini mengeluh, banjir yang kerap terjadi ketika hujan turun dalam intensitas tinggi. Padahal, jika dirinya melihat medi massa, pemerintah setiap tahunya selalu mengeluarkan anggaran untuk menanggulangi banjir. Namun, nyatanya membersihkan saluran air saja tidak dilakukan.
"Memang pemukiman kami lebih rendah dari kali. Tapi masa ga bisa mengurangi meski sulit menghilangkan. Atau setidaknya air lebih cepat surut kalau sudah tidak hujan seperti sekarang ini," ujarnya.
Hal tersebut dilakukan bagi warga yang rumahnya memiliki dua lantai. Hal itu juga dilakukan, karena mereka merasa bosan dengan tempat pengungsian di bantaran rel kereta api Pesing Koneng, yang hanya bertutupkan terpal. Karena, itu dinilai tidak layak untuk lokasi pengungsian.
Abdul Rosyid (45), warga RT 12/08 yang rumahnya berlantai dua mengatakan, keluarganya yang meliputi satu istri dan tiga ketiga anaknya lebih memilih bertahan di lantai dua rumahnya. Karena, bosan dengan tempat pengungian itu.
"Sejak lima tahun lalu, rumah saya tinggikan untuk menyelamatkan barang-barang dan tempat mengungsi," kata Rosyid saat hendak mencari makan malam di bantaran rel kereta api Pesing, Jakarta Barat, Minggu (23/2/2014).
Dia juga mengaku bosan jika harus menghadapi banjir setiap wilayahnya diguyur hujan dalam waktu dua jam. Karena, walaupun hanya dua jam rumahnya bisa langsung dimasuki air.
Maka itu, di berharap, agar pemerintah dapat segera memiliki solusi untuk menangani musibah banjir di kawasan pemukiman yang berada lebih rendah dari kali Sekertaris dan Kali Moklevard itu. Seandainya tidak bisa, dia juga berharap agar pemerintah menyediakan posko pengungsian yang layak.
Begitu juga dengan Eko Mulyono (43). Pria yang memiliki dua orang anak itu memilih tinggal di lantai dua, karena hari ini hujan tidak terlalu deras dan tidak akan memperparah banjir.
Sejak banjir melanda di awal tahun 2014, dirinya mengungsi sebanyak dua kali di bantaran rel kereta api Pesing lantaran banjir dipemukiman tak kunjung surut dan cuaca yang selalu turun hujan.
"Kalau sudah lama dan hujan terus datang, kami mau enggak mau mengungsi, takut enggak bisa kemana-mana saat makanan habis," ujarnya.
Eko yang tinggal sudah lebih dari 20 tahun ini mengeluh, banjir yang kerap terjadi ketika hujan turun dalam intensitas tinggi. Padahal, jika dirinya melihat medi massa, pemerintah setiap tahunya selalu mengeluarkan anggaran untuk menanggulangi banjir. Namun, nyatanya membersihkan saluran air saja tidak dilakukan.
"Memang pemukiman kami lebih rendah dari kali. Tapi masa ga bisa mengurangi meski sulit menghilangkan. Atau setidaknya air lebih cepat surut kalau sudah tidak hujan seperti sekarang ini," ujarnya.
(mhd)