JPO di Jakarta akan dipercantik
A
A
A
Sindonews.com - Banyaknya Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang diduduki Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk berdagang, menjadi perhatian Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, pihaknya akan mempercantik JPO sekaligus mencari solusi untuk PKL dengan merumuskan bersama Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
"Kalau jembatan penyeberangan diduduki orang yang jualan pasti terlihat jelek. Makanya kami mau rumuskan menyelesaikan masalah ini, dan memberi jalan keluar bagi PKL," kata pria yang biasa disapa Ahok di Balai Kota Jakarta, Jumat (7/2/2014).
Dalam merumuskan solusi persoalan JPO, Ahok mengatakan, harus menggandeng pihak ketiga. Kebetulan, MTI bersedia membantu sebagai pihak ketiga.
"Ini mesti dirumuskan ada pihak ketiga yang terlibat, terus gimana bikin dokumennya, MTI mau bantu," ujarnya.
Menurut Ahok, di ibu kota banyak kaum intelek seperti pengamat, profesor dan semacamnya yang siap membantu merumuskan kajian proyek pemerintah.
Kondisi tersebut berbeda dengan di kampung halamannya di Belitung Timur, di mana sangat minim orang dengan gelar sedikit profesor.
"Di Jakarta mah enak, bahas sedikit, profesor sudah yang ngomong. Tapi, kalau di kampung cari profesor pusing saya, provokator iya banyak," tukasnya.
Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, pihaknya akan mempercantik JPO sekaligus mencari solusi untuk PKL dengan merumuskan bersama Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
"Kalau jembatan penyeberangan diduduki orang yang jualan pasti terlihat jelek. Makanya kami mau rumuskan menyelesaikan masalah ini, dan memberi jalan keluar bagi PKL," kata pria yang biasa disapa Ahok di Balai Kota Jakarta, Jumat (7/2/2014).
Dalam merumuskan solusi persoalan JPO, Ahok mengatakan, harus menggandeng pihak ketiga. Kebetulan, MTI bersedia membantu sebagai pihak ketiga.
"Ini mesti dirumuskan ada pihak ketiga yang terlibat, terus gimana bikin dokumennya, MTI mau bantu," ujarnya.
Menurut Ahok, di ibu kota banyak kaum intelek seperti pengamat, profesor dan semacamnya yang siap membantu merumuskan kajian proyek pemerintah.
Kondisi tersebut berbeda dengan di kampung halamannya di Belitung Timur, di mana sangat minim orang dengan gelar sedikit profesor.
"Di Jakarta mah enak, bahas sedikit, profesor sudah yang ngomong. Tapi, kalau di kampung cari profesor pusing saya, provokator iya banyak," tukasnya.
(mhd)