Korban perkosaan di Apartemen desak polisi buru pelaku
A
A
A
Sindonews.com - Polda Metro Jaya diminta segera membawa tersangka percobaan pemerkosaan dan tindak pidana kekerasan yang diduga dilakukan oleh tersangka Sanusi Wiradinata (Lim San Che) ke pengadilan. Sanusi yang kini berstatus buron, saat ini masih berkeliaran di Jakarta.
"Sebagai korban tindak pidana percobaan pemerkosaan dan pornografi, saya sangat kecewa dengan sikap polisi yang sampai saat ini belum juga bisa menangkap buronan interpol Sanusi Wiradinata alias Lim Sam Che. Padahal menurut informasi yang kami peroleh sang buronan bebas berkeliaran di Jakarta," kata korban Safersa Yusana Sertana dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (20/11/2013).
Safersa mengatakan, mendengar keberadaan Lim San Che dari kuasa hukumnya dari bukti surat kuasa yang ditandatanganinya kepada pengacaranya dalam persidangan di Pengadilan Jakarta Timur.
Dengan mata memerah dan berlinang air mata, dia meminta Polda Metro Jaya serius dan bertindak cepat menangkap tersangka sanusi wiradinata guna mempertanggungjawabkan perbuatan tindak pidana yang dilakukan kepada dirinya.
"Sampai kapan saya harus menunggu keadilan dan kepastian hukum, bukankah polisi diberi tanggung jawab untuk melindungi warga negara pencari keadilan," sesal Safersa.
Sebagaimana diketahui, Safersa melaporkan Sanusi dengan Laporan Polisi Nomor: LP/1482/V/2012/PMJ/Ditreskrimum soal dugaan percobaan perkosaan tertanggal 3 Mei 2012 dan LP/3461/X/2012/PMJ/Ditreskrimsus tentang pornografi tertanggal 8 Oktober 2012.
Safersa diduga menjadi korban percobaan perkosaan dan penganiayaan yang dilakukan Sanusi di apartemen kawasan Sudirman, Jakarta Pusat pada tahun lalu. Selain itu, Sanusi juga diduga menyebarkan foto asusila milik Safersa bahkan meneror korban.
Kasus yang menimpa Safersa rupanya tidak luput dari pandangan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Edi Hasibuan meminta Polda Metro Jaya tak berhenti melakukan proses hukum terhadap Sanusi sekalipun ia menjadi terlindung LPSK.
"Kalau polisi punya bukti-bukti dia (Sanusi) terlibat tindak kriminal, yah proses hukumnya harus dilanjutkan. Kalau dihentikan justru akan jadi pertanyaan," kata Edi saat dihubungi wartawan, Selasa 19 November 2013.
Edi mengatakan polisi tentu mengantongi bukti-bukti dalam menetapkan Sanusi sebagai tersangka. Untuk itu sudah seharusnya LPSK membiarkan dulu proses hukum kepada Sanusi berjalan hingga keluar vonis pengadilan karena dengan begitu kasusnya jadi jelas.
"Jangan sampai perlindungan LPSK mengaburkan masalah hukumnya," imbuhnya.
Lebih lanjut, Edi menilai anggapan LPSK jadi tempat berlindung pelaku kejahatan wajar adanya apalagi perlindungan diberikan menggugurkan proses hukum yang mestinya dilakukan. Publik tentu masih ingat perlindungan LPSK terhadap Anggodo Widjojo, dan atas kasus tersebut akhirnya dua komisionernya, I Ketut Sudiharsa dan Myra Diarsi dipecat.
"Kami sarankan Polda Metro koordinasi dengan LPSK," pungkas Edi.
"Sebagai korban tindak pidana percobaan pemerkosaan dan pornografi, saya sangat kecewa dengan sikap polisi yang sampai saat ini belum juga bisa menangkap buronan interpol Sanusi Wiradinata alias Lim Sam Che. Padahal menurut informasi yang kami peroleh sang buronan bebas berkeliaran di Jakarta," kata korban Safersa Yusana Sertana dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (20/11/2013).
Safersa mengatakan, mendengar keberadaan Lim San Che dari kuasa hukumnya dari bukti surat kuasa yang ditandatanganinya kepada pengacaranya dalam persidangan di Pengadilan Jakarta Timur.
Dengan mata memerah dan berlinang air mata, dia meminta Polda Metro Jaya serius dan bertindak cepat menangkap tersangka sanusi wiradinata guna mempertanggungjawabkan perbuatan tindak pidana yang dilakukan kepada dirinya.
"Sampai kapan saya harus menunggu keadilan dan kepastian hukum, bukankah polisi diberi tanggung jawab untuk melindungi warga negara pencari keadilan," sesal Safersa.
Sebagaimana diketahui, Safersa melaporkan Sanusi dengan Laporan Polisi Nomor: LP/1482/V/2012/PMJ/Ditreskrimum soal dugaan percobaan perkosaan tertanggal 3 Mei 2012 dan LP/3461/X/2012/PMJ/Ditreskrimsus tentang pornografi tertanggal 8 Oktober 2012.
Safersa diduga menjadi korban percobaan perkosaan dan penganiayaan yang dilakukan Sanusi di apartemen kawasan Sudirman, Jakarta Pusat pada tahun lalu. Selain itu, Sanusi juga diduga menyebarkan foto asusila milik Safersa bahkan meneror korban.
Kasus yang menimpa Safersa rupanya tidak luput dari pandangan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Edi Hasibuan meminta Polda Metro Jaya tak berhenti melakukan proses hukum terhadap Sanusi sekalipun ia menjadi terlindung LPSK.
"Kalau polisi punya bukti-bukti dia (Sanusi) terlibat tindak kriminal, yah proses hukumnya harus dilanjutkan. Kalau dihentikan justru akan jadi pertanyaan," kata Edi saat dihubungi wartawan, Selasa 19 November 2013.
Edi mengatakan polisi tentu mengantongi bukti-bukti dalam menetapkan Sanusi sebagai tersangka. Untuk itu sudah seharusnya LPSK membiarkan dulu proses hukum kepada Sanusi berjalan hingga keluar vonis pengadilan karena dengan begitu kasusnya jadi jelas.
"Jangan sampai perlindungan LPSK mengaburkan masalah hukumnya," imbuhnya.
Lebih lanjut, Edi menilai anggapan LPSK jadi tempat berlindung pelaku kejahatan wajar adanya apalagi perlindungan diberikan menggugurkan proses hukum yang mestinya dilakukan. Publik tentu masih ingat perlindungan LPSK terhadap Anggodo Widjojo, dan atas kasus tersebut akhirnya dua komisionernya, I Ketut Sudiharsa dan Myra Diarsi dipecat.
"Kami sarankan Polda Metro koordinasi dengan LPSK," pungkas Edi.
(kri)