Pengamat: Lemahnya pengetahuan seks disalahartikan anak
A
A
A
Sindonews.com - Lemahnya pengetahuan anak saat ini mengenai bahayanya seks bebas ternyata tidak terlepas dari factor kesalahan yang dilakukan oleh orangtua. Hal tersebut dikarenakan sikap mereka yang menganggap pendidikan seks menjadi suatu hal yang tabu untuk anak di bawah umur.
Pengamat sosial budaya Devi Rahmawati mengungkapkan, pendidikan seks yang masih tabu di indonesia yang justru membuat remaja semakin berhalusinasi mengenai itu. Mereka pun kemudian mulai mencoba untuk berfantasi liar mengenai kehidupan seksual dan justru membuat mereka terjermus.
"Mereka kemudian mencari tahu dengan rekan yang pengetahuannya sesama lemah. Sehingga yang terjadi pendidikan seksual menjadi disalahartikan bagi mereka yang pengetahuannya masih lemah. Jangan diidentikan kita mengajari seorang anak untuk melakukan hubungan seks. Yang benar adalah tubuh itu hak kita untuk menjaga, merawat dan menggunakan," kata Devi saat berbincang dengan Sindonews, Rabu (30/10/2013).
Pengamat dari Universitas Indonesia itu juga menegaskan, pelajaran seks di Negara maju seperti Amerika pun sudah mengajarkan pengertian tentang bahayanya seks bebas. Namun, justru malah di Negara berkembang sendiri seperti Indonesi pendidikan mengenai seks menjadi semakin tertutup.
Ini kesalahan orangtua sendiri yang tidak mau membuka diri.
Kesalahan itu menurut Devi, dikarenakan factor orangtua yang cuek dengan keseharian anaknya. Orangtua malah berusaha menyibukan diri dengan pekerjaan mereka dengan alas an untuk kebahagian anak mereka nantinya.
"Ada pemikiran orangtua yang gaul yang akan diterima anaknya adalah orangtua yang tidak mencampuri urusan anaknya. Ini yang bisa dilihat mengapa banyak anak yang di luar jam sekolah bisa ditemui seperti di mal atau cafe. Karena orangtua saat ini sering kehilangan hak-haknya untuk mengawasi betul dan merancang komunikasi yang baik dengan anaknya," paparnya.
Seharusnya, menurut Devi, sikap tersebut salah total diekspetasikan oleh kebanyakan orangtua. Pasalnya, orangtua modern justru bukan ditandai sikap acuh agar mendapatkan predikat orangtua baik atau gaul. Tak hanya itu, factor sekolah pun kemudian bersikap sama dengan hanya memperdulikan prestasi anak tanpa mau teralu sibuk mengurus moral anak.
"Ini yang sering dilupakan. Dan bagi sekolah jelas aturan main harus ditegakan. Itu harus jelas tidak perduli anak siapa. Guru harus sdara bahwa harus kembali ke kodrat, guru yang diterima bukan guru yang acuh. Bukannya hanya perduli terhadap prestasi tapi meupakan etika dan moral. Ini menjadi catatan orangtua serta guru," tegasnya.
Pengamat sosial budaya Devi Rahmawati mengungkapkan, pendidikan seks yang masih tabu di indonesia yang justru membuat remaja semakin berhalusinasi mengenai itu. Mereka pun kemudian mulai mencoba untuk berfantasi liar mengenai kehidupan seksual dan justru membuat mereka terjermus.
"Mereka kemudian mencari tahu dengan rekan yang pengetahuannya sesama lemah. Sehingga yang terjadi pendidikan seksual menjadi disalahartikan bagi mereka yang pengetahuannya masih lemah. Jangan diidentikan kita mengajari seorang anak untuk melakukan hubungan seks. Yang benar adalah tubuh itu hak kita untuk menjaga, merawat dan menggunakan," kata Devi saat berbincang dengan Sindonews, Rabu (30/10/2013).
Pengamat dari Universitas Indonesia itu juga menegaskan, pelajaran seks di Negara maju seperti Amerika pun sudah mengajarkan pengertian tentang bahayanya seks bebas. Namun, justru malah di Negara berkembang sendiri seperti Indonesi pendidikan mengenai seks menjadi semakin tertutup.
Ini kesalahan orangtua sendiri yang tidak mau membuka diri.
Kesalahan itu menurut Devi, dikarenakan factor orangtua yang cuek dengan keseharian anaknya. Orangtua malah berusaha menyibukan diri dengan pekerjaan mereka dengan alas an untuk kebahagian anak mereka nantinya.
"Ada pemikiran orangtua yang gaul yang akan diterima anaknya adalah orangtua yang tidak mencampuri urusan anaknya. Ini yang bisa dilihat mengapa banyak anak yang di luar jam sekolah bisa ditemui seperti di mal atau cafe. Karena orangtua saat ini sering kehilangan hak-haknya untuk mengawasi betul dan merancang komunikasi yang baik dengan anaknya," paparnya.
Seharusnya, menurut Devi, sikap tersebut salah total diekspetasikan oleh kebanyakan orangtua. Pasalnya, orangtua modern justru bukan ditandai sikap acuh agar mendapatkan predikat orangtua baik atau gaul. Tak hanya itu, factor sekolah pun kemudian bersikap sama dengan hanya memperdulikan prestasi anak tanpa mau teralu sibuk mengurus moral anak.
"Ini yang sering dilupakan. Dan bagi sekolah jelas aturan main harus ditegakan. Itu harus jelas tidak perduli anak siapa. Guru harus sdara bahwa harus kembali ke kodrat, guru yang diterima bukan guru yang acuh. Bukannya hanya perduli terhadap prestasi tapi meupakan etika dan moral. Ini menjadi catatan orangtua serta guru," tegasnya.
(mhd)