Kak Seto sesalkan sikap polisi
A
A
A
Sindonews.com - Malang nasib yang menimpa AS 12 tahun, yang dituduh mencuri motor milik Yeyen, warga Perumahan Wisma Emas Pondok Cabe Blok A-6 RT 005/RW 010, Kelurahan Cinangka, Kecamatan Sawangan, Depok.
AS terpaksa menuruti perintah R, tetangga Yeyen untuk mengambil motor matic milik Yeyen. Saat itu, As diancam akan dipukuli jika tidak mendapatkan motor itu.
Kronologi kejadian itu bermula saat AS enggan mengikuti perintah R, namun ancaman terhadapat dirinya membuat anak yatim itu ketakutan. Kejadian itu terjadi pada 30 Agustus ketika AS sedang melintas menggunakan sepeda.
Dihantui rasa takut AS mengikuti perintah R. Dia mengambil motor Yeyen yang terparkir di depan rumah dan meninggalkan sepedanya. Namun saat melintas di dekat pos pengamanan, AS dicegat.
Dia pun dituding mencuri motor. Hingga akhirnya warga di luar komplek menghampiri pos satpam untuk memukuli AS. Termasuk dua orang satpam yang berjaga saat itu ikut menyiksa AS. Padahal AS sudah menceritakan bahwa dirinya hanya disuruh seseorang.
Namun alasan itu tak membuat amarah warga reda. Bahkan satu orang menyayat punggung AS dengan beling. AS pun mengalami luka sobek cukup dalam hingga harus mendapatkan 15 jahitan. AS juga disundut rokok agar mengakui perbuatannya.
Kasus ini kemudian dilaporkan ke Polsek Sawangan. Dalam laporan itu AS dijerat pasal 362 KUHP tentang tindakan hukum terhadap anak. Pihak korban (Yeyen) sebenarnya sudah mencabut laporan dan ingin menyelesaikan masalah ini dengan cara kekeluargaan. Tapi polisi tetap memproses hingga akhrinya maju ke persidangan.
"Laporannya sudah dicabut. Ini yang kita sayangkan bahwa polisi terus memproses kasusnya. Dan kami juga menyayangkan adanya tindak kekerasan terhadap anak hingga seperti ini," kata Humas Pos Advokasi Kepdulian Terhadap Anak (PAKTA) yang bermitra dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Erlinda di PN Depok, Kamis (17/10/2013).
Selain luka sobek dan bekas sundutan, AS juga mengalami luka memar di bagian pelipis karena dipukul oleh massa. Dikatakan Erlinda, putusan pencabutan laporan oleh Yeyen didasarkan sejumlah alasan.
Pertama, AS dikenal sebagai anak baik dan tidak pernah berbuat negatif. Kemudian, anak itu seringa kali membantu membersihkan masjid dan menjadi muazin. Hal itu didukung oleh warga sekitar dengan membuat pernyataan sebagai jaminan bahwa AS adalah anak yang baik.
"Sebanyak 33 warga sudah memberikan pernyataan tertulis, semacam testimonial bahwa AS adalah anak yang baik. Mereka tidak ingin AS menjalani proses hukum. Yang kami sayangkan di sini adalah polisi tidak mengedepankan sisi restoratif justice penegakan hukum anak. Melihat dari fakta yang terungkap bahwa anak itu tidak memiliki niat mencuri tetapi disuruh oleh orang lain," tegasnya.
Untuk itu pihaknya terus mengawal kasus ini agar tercipta keadilan terhadap anak. Dari sejumlah kasus yang tercatat pihaknya, As bukanlah yang pertama kali terjadi.
Di wilayah lain terjadi kasus kekerasan terhadap anak sehingga membuat trauma panjang. Misalnya saja kasus yang menimpa seorang anak di Toboali Bangka Selatan. Seorang anak mendapat perlakukan keji dengan menyetrum alat kelamin anak hingga menyebabkan pendarahan.
"Sudah saatnya kasus seperti ini dihentikan. Kita harus mengedepankan restoratif justice penegakan hukum anak. Yang menjadi kendala, dari 10 kasus mungkin hanya satu kasus yang bisa kita kawal," tandas Erlinda.
Pada sidang kedua kemarin, AS menjalani persidangan dengan agenda putusan. Persidangan terhadap anak keempat dari lima bersaudara ini sengaja dipercepat dengan alasan kepentingan anak. Karena AS sudah lama dititipkan di Lapas Pondok Rajeg, Cibinong.
"Kitas ingin yang terbaik untuk anak. Jika sidang dipercepat semata untuk kepentingan anak. Karena dia harus tetap mengikuti ujian sekolah (US) dan Ujian Nasional (UN)," kata Ketua Dewan Konsultatif Komnas PA Seto Mulyadi saat mendampingi AS.
Pihaknya sangat menyayangkan sikap polisi yang tidak melakukan pendalaman kasus. Artinya, polisi hanya menerima laporan tapi tidak mendalami latar belakangnya. Kasus ini diharapkan menjadi perhatian masyarakat sehingga tidak terjadi kasus serupa terhadap anak Indonesia. Terlebih, saat ini sedang digalakkan program Polisi Anak.
"kunci utamanya di kepolisian. Mengapa kasus ini tidak didalami lagi. Hak anak harus dikedepankan dalam hal ini," kata Seto.
Kasus ini hanya sebagai fenomena gunung es. Bahkan diungkapkan Seto, dirinya menerima keluhan dari kepala lembaga pemasyarakatan (kalapas) mengenai banyaknya tahanan anak yang dititipkan di lapas. Dikatakannya, seharusnya kondisi itu tidak perlu terjadi jika hak anak dikedepankan.
"Ketika saya Tanya apa salah mereka (anak-anak tahanan), tidak ada yang tahu. Ini kondisi yang mengenaskan," tutupnya.
AS terpaksa menuruti perintah R, tetangga Yeyen untuk mengambil motor matic milik Yeyen. Saat itu, As diancam akan dipukuli jika tidak mendapatkan motor itu.
Kronologi kejadian itu bermula saat AS enggan mengikuti perintah R, namun ancaman terhadapat dirinya membuat anak yatim itu ketakutan. Kejadian itu terjadi pada 30 Agustus ketika AS sedang melintas menggunakan sepeda.
Dihantui rasa takut AS mengikuti perintah R. Dia mengambil motor Yeyen yang terparkir di depan rumah dan meninggalkan sepedanya. Namun saat melintas di dekat pos pengamanan, AS dicegat.
Dia pun dituding mencuri motor. Hingga akhirnya warga di luar komplek menghampiri pos satpam untuk memukuli AS. Termasuk dua orang satpam yang berjaga saat itu ikut menyiksa AS. Padahal AS sudah menceritakan bahwa dirinya hanya disuruh seseorang.
Namun alasan itu tak membuat amarah warga reda. Bahkan satu orang menyayat punggung AS dengan beling. AS pun mengalami luka sobek cukup dalam hingga harus mendapatkan 15 jahitan. AS juga disundut rokok agar mengakui perbuatannya.
Kasus ini kemudian dilaporkan ke Polsek Sawangan. Dalam laporan itu AS dijerat pasal 362 KUHP tentang tindakan hukum terhadap anak. Pihak korban (Yeyen) sebenarnya sudah mencabut laporan dan ingin menyelesaikan masalah ini dengan cara kekeluargaan. Tapi polisi tetap memproses hingga akhrinya maju ke persidangan.
"Laporannya sudah dicabut. Ini yang kita sayangkan bahwa polisi terus memproses kasusnya. Dan kami juga menyayangkan adanya tindak kekerasan terhadap anak hingga seperti ini," kata Humas Pos Advokasi Kepdulian Terhadap Anak (PAKTA) yang bermitra dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Erlinda di PN Depok, Kamis (17/10/2013).
Selain luka sobek dan bekas sundutan, AS juga mengalami luka memar di bagian pelipis karena dipukul oleh massa. Dikatakan Erlinda, putusan pencabutan laporan oleh Yeyen didasarkan sejumlah alasan.
Pertama, AS dikenal sebagai anak baik dan tidak pernah berbuat negatif. Kemudian, anak itu seringa kali membantu membersihkan masjid dan menjadi muazin. Hal itu didukung oleh warga sekitar dengan membuat pernyataan sebagai jaminan bahwa AS adalah anak yang baik.
"Sebanyak 33 warga sudah memberikan pernyataan tertulis, semacam testimonial bahwa AS adalah anak yang baik. Mereka tidak ingin AS menjalani proses hukum. Yang kami sayangkan di sini adalah polisi tidak mengedepankan sisi restoratif justice penegakan hukum anak. Melihat dari fakta yang terungkap bahwa anak itu tidak memiliki niat mencuri tetapi disuruh oleh orang lain," tegasnya.
Untuk itu pihaknya terus mengawal kasus ini agar tercipta keadilan terhadap anak. Dari sejumlah kasus yang tercatat pihaknya, As bukanlah yang pertama kali terjadi.
Di wilayah lain terjadi kasus kekerasan terhadap anak sehingga membuat trauma panjang. Misalnya saja kasus yang menimpa seorang anak di Toboali Bangka Selatan. Seorang anak mendapat perlakukan keji dengan menyetrum alat kelamin anak hingga menyebabkan pendarahan.
"Sudah saatnya kasus seperti ini dihentikan. Kita harus mengedepankan restoratif justice penegakan hukum anak. Yang menjadi kendala, dari 10 kasus mungkin hanya satu kasus yang bisa kita kawal," tandas Erlinda.
Pada sidang kedua kemarin, AS menjalani persidangan dengan agenda putusan. Persidangan terhadap anak keempat dari lima bersaudara ini sengaja dipercepat dengan alasan kepentingan anak. Karena AS sudah lama dititipkan di Lapas Pondok Rajeg, Cibinong.
"Kitas ingin yang terbaik untuk anak. Jika sidang dipercepat semata untuk kepentingan anak. Karena dia harus tetap mengikuti ujian sekolah (US) dan Ujian Nasional (UN)," kata Ketua Dewan Konsultatif Komnas PA Seto Mulyadi saat mendampingi AS.
Pihaknya sangat menyayangkan sikap polisi yang tidak melakukan pendalaman kasus. Artinya, polisi hanya menerima laporan tapi tidak mendalami latar belakangnya. Kasus ini diharapkan menjadi perhatian masyarakat sehingga tidak terjadi kasus serupa terhadap anak Indonesia. Terlebih, saat ini sedang digalakkan program Polisi Anak.
"kunci utamanya di kepolisian. Mengapa kasus ini tidak didalami lagi. Hak anak harus dikedepankan dalam hal ini," kata Seto.
Kasus ini hanya sebagai fenomena gunung es. Bahkan diungkapkan Seto, dirinya menerima keluhan dari kepala lembaga pemasyarakatan (kalapas) mengenai banyaknya tahanan anak yang dititipkan di lapas. Dikatakannya, seharusnya kondisi itu tidak perlu terjadi jika hak anak dikedepankan.
"Ketika saya Tanya apa salah mereka (anak-anak tahanan), tidak ada yang tahu. Ini kondisi yang mengenaskan," tutupnya.
(mhd)