Pasca kebakaran, pedagang Pasar Cisalak resah
A
A
A
Sindonews.com - Ratusan pedagang di Pasar Cisalak hingga kini belum memiliki kejelasan nasib. Pasalnya, pasca kebakaran lima bulan lalu hingga kini mereka belum ada perbaikan lapak.
Pedagang merasa resah lantaran terancam tak kebagian lapak pasca pembenahan nanti. Karena pengelola pasar menerapkan aturan baru. Sejumlah pedagang mengaku, awalnya pengelola pasar melalui pihak Pemkot Depok memberikan lapak sementara di belakang lokasi kebakaran.
Namun belakangan peraturan itu berubah. Lapak hanya boleh diisi oleh mereka yang kiosnya terbakar.
"Dulu pembahasannya tidak seperti itu. Mereka bilang, seluruh korban kebakaran boleh mengisi lapak sementara. Namun belakangan aturan itu diubah, katanya yang boleh isi hanya mereka yang punya kios," kata Juwita Simbiring salah seorang pedagang sayur, Senin (7/10/2013).
Mereka mengaku sering mendapat intimidasi. Misalnya rencana pengosongan lapak, pemindahan dan sebagainya. Lapak yang mereka tempati saat ini dinilai tak strategis sehingga berpengaruh pada penurunan omzet.
Selain itu, katanya, sejumlah pedagang mengaku kuatir bersitegang dengan pihak pengelola pasar akhir-akhir ini. Pasalnya, pengelola pasar memberikan tanda atau coretan silang di meja pedagang yang artinya dilarang berjualan.
"Kita lagi bahas lapak ini saat ada pembeli. Jelas berdampak pada penghasilan karena pembeli jadi berkurang," akunya.
Dikatakan, pedagang sebenarnya mau mengikuti pemerintah. Namun mereka juga merasa terusik dengan segala bentuk intimidasi yang ada. Omzet mereka turun 50 persen setelah kebakaran itu.
"Dan sampai saat ini kami belum lihat itu (lokasi kebakaran) ada upaya perbaikan dari pemerintah. Lalu sampai kapan nasib kami terkatung seperti ini," tukasnya.
Di lapak sementara ini pemerintah tidak memungut biaya. Namun para pedagang diwajibkan membayar retribusi yang total keseluruhannya per hari Rp6.000 sampai Rp7.000. Mereka mengaku tidak keberatan dengan kebijakan tersebut. Retribusi itu, diklaim untuk membayar listrik di setiap lapak.
"Kita juga taat bayar iuran. Lalu kenapa sekarang-sekarang ini kenyamanan kami diusik dengan adanya putusan pedagang kaki lima atau yang bukan kios dilarang berjualan di sini? Kalau begini caranya kami protes-lah. Terus juga kalau memang ada perbaikan kenapa tidak ada plang (papan pengumuman)? Biasanya kalau ada proyek kan ada plangnya yang berisi program dan anggarannya. Ini tidak ada," kata Rahmat, pedagang lainnya.
Kepala Dinas UMKM dan Pasar Kota Depok Agus Suherman mengatakan, pihaknya tidak bisa berkomentar banyak. Dirinya hanya berjanji akan mengkaji persoalan tersebut. "Nanti ya akan kami kaji lagi," katanya singkat.
Pasar Cisalak terbakar pada 30 Mei 2013. Kobaran api menghabiskan 400 kios yang ada di satu dan dua. Api sulit dipadamkan lantaran tidak adanya hydrant di lokasi. Sebelumnya, pasar itu juga pernah terbakar pada tahun 2012. Namun, kebakaran Mei lalu adalah yang terparah.
Pedagang merasa resah lantaran terancam tak kebagian lapak pasca pembenahan nanti. Karena pengelola pasar menerapkan aturan baru. Sejumlah pedagang mengaku, awalnya pengelola pasar melalui pihak Pemkot Depok memberikan lapak sementara di belakang lokasi kebakaran.
Namun belakangan peraturan itu berubah. Lapak hanya boleh diisi oleh mereka yang kiosnya terbakar.
"Dulu pembahasannya tidak seperti itu. Mereka bilang, seluruh korban kebakaran boleh mengisi lapak sementara. Namun belakangan aturan itu diubah, katanya yang boleh isi hanya mereka yang punya kios," kata Juwita Simbiring salah seorang pedagang sayur, Senin (7/10/2013).
Mereka mengaku sering mendapat intimidasi. Misalnya rencana pengosongan lapak, pemindahan dan sebagainya. Lapak yang mereka tempati saat ini dinilai tak strategis sehingga berpengaruh pada penurunan omzet.
Selain itu, katanya, sejumlah pedagang mengaku kuatir bersitegang dengan pihak pengelola pasar akhir-akhir ini. Pasalnya, pengelola pasar memberikan tanda atau coretan silang di meja pedagang yang artinya dilarang berjualan.
"Kita lagi bahas lapak ini saat ada pembeli. Jelas berdampak pada penghasilan karena pembeli jadi berkurang," akunya.
Dikatakan, pedagang sebenarnya mau mengikuti pemerintah. Namun mereka juga merasa terusik dengan segala bentuk intimidasi yang ada. Omzet mereka turun 50 persen setelah kebakaran itu.
"Dan sampai saat ini kami belum lihat itu (lokasi kebakaran) ada upaya perbaikan dari pemerintah. Lalu sampai kapan nasib kami terkatung seperti ini," tukasnya.
Di lapak sementara ini pemerintah tidak memungut biaya. Namun para pedagang diwajibkan membayar retribusi yang total keseluruhannya per hari Rp6.000 sampai Rp7.000. Mereka mengaku tidak keberatan dengan kebijakan tersebut. Retribusi itu, diklaim untuk membayar listrik di setiap lapak.
"Kita juga taat bayar iuran. Lalu kenapa sekarang-sekarang ini kenyamanan kami diusik dengan adanya putusan pedagang kaki lima atau yang bukan kios dilarang berjualan di sini? Kalau begini caranya kami protes-lah. Terus juga kalau memang ada perbaikan kenapa tidak ada plang (papan pengumuman)? Biasanya kalau ada proyek kan ada plangnya yang berisi program dan anggarannya. Ini tidak ada," kata Rahmat, pedagang lainnya.
Kepala Dinas UMKM dan Pasar Kota Depok Agus Suherman mengatakan, pihaknya tidak bisa berkomentar banyak. Dirinya hanya berjanji akan mengkaji persoalan tersebut. "Nanti ya akan kami kaji lagi," katanya singkat.
Pasar Cisalak terbakar pada 30 Mei 2013. Kobaran api menghabiskan 400 kios yang ada di satu dan dua. Api sulit dipadamkan lantaran tidak adanya hydrant di lokasi. Sebelumnya, pasar itu juga pernah terbakar pada tahun 2012. Namun, kebakaran Mei lalu adalah yang terparah.
(mhd)