Buat 2 putusan, MPPN langgar konstitusi
A
A
A
Sindonews.com - Majelis Pengawasan Pusat Notaris (MPPN) telah melakukan pelanggaran konstitusi. Pasalnya, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Peraturan Menteri (Permen) Hukum dan HAM nomor M.03.HT.03.10 tahun 2007.
Pelapor Mawar Ina Simatupang mengatakan, telah melaporkan Notaris yang berinisial Dyah Susilawati (DS) yang berada di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Karena, tambahnya, notaris itu telah membuat akte yang melanggar UUJN Pasal 16 ayat 1 huruf d dan l serta melanggar Permen.
"Karena MPPN telah membuat dua putusan yang saling bertentangan terhadap satu perkara. Ini melanggar konstitusi," kata Mawar kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (17/9/2013).
Padahal, kata Mawar, putusan pertama itu sudah bersifat inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan itu, kata dia, DS terbukti bersalah dan dinon aktifkan selama tiga bulan.
"Tapi sampai sekarang putusan itu belum juga dieksekusi. Malah ada putusan kedua. Padahal putusan kedua ini untuk menghapus putusan yang petma sudah inkrah itu," terangnya lagi.
Seharusnya, kata Mawar, MPPN mengeksekusi putusan yang pernah diputusnya pada awal tahun 2012, terlebih dahulu dengan melaporkan putusan itu kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Amir Syamsuddin, bukan malah buat putusan yang kedua (emis in idem).
"Putusan pertama menolak banding terhadap DS dan memerintahkan MPD untuk memeriksa kembali. MPD telah memeriksa notaris DS dan pelapor, yang menyatakan akte itu telah menjadi akte di bawah tangan dan kini sudah dialihkan ke notaris Khadijah Syahbudi Saleh sebagai pemegang protokol," terangnya lagi.
Dia menerangkan, dalam putusan kedua itu diketuai oleh Isyana W Sadjarwo, Bambang Rantam Sariwanto yang kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Menkum HAM dan Winanto Wiryomatani (pembaca putusan pertama).
Pelapor Mawar Ina Simatupang mengatakan, telah melaporkan Notaris yang berinisial Dyah Susilawati (DS) yang berada di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Karena, tambahnya, notaris itu telah membuat akte yang melanggar UUJN Pasal 16 ayat 1 huruf d dan l serta melanggar Permen.
"Karena MPPN telah membuat dua putusan yang saling bertentangan terhadap satu perkara. Ini melanggar konstitusi," kata Mawar kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (17/9/2013).
Padahal, kata Mawar, putusan pertama itu sudah bersifat inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan itu, kata dia, DS terbukti bersalah dan dinon aktifkan selama tiga bulan.
"Tapi sampai sekarang putusan itu belum juga dieksekusi. Malah ada putusan kedua. Padahal putusan kedua ini untuk menghapus putusan yang petma sudah inkrah itu," terangnya lagi.
Seharusnya, kata Mawar, MPPN mengeksekusi putusan yang pernah diputusnya pada awal tahun 2012, terlebih dahulu dengan melaporkan putusan itu kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Amir Syamsuddin, bukan malah buat putusan yang kedua (emis in idem).
"Putusan pertama menolak banding terhadap DS dan memerintahkan MPD untuk memeriksa kembali. MPD telah memeriksa notaris DS dan pelapor, yang menyatakan akte itu telah menjadi akte di bawah tangan dan kini sudah dialihkan ke notaris Khadijah Syahbudi Saleh sebagai pemegang protokol," terangnya lagi.
Dia menerangkan, dalam putusan kedua itu diketuai oleh Isyana W Sadjarwo, Bambang Rantam Sariwanto yang kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Menkum HAM dan Winanto Wiryomatani (pembaca putusan pertama).
(mhd)