PN Jakbar vonis mati bandar narkoba
A
A
A
Sindonews.com - Terdakwa Freddy Budiman alias Budi, bandar narkoba yang menjadi bagian sindikat internasional di vonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat (Jakbar). Freedy terbukti terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 114 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
"Terdakwa secara sah terbukti melanggar pasal 114 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan dijatuhkan hukuman mati," kata Ketua Majelis Hakim PN Jakbar Aswandi, di Jalan S Parman, Slipi, Palmerah, Jakarta Barat, Senin (15/7/2013).
Dia menjelaskan, hukuman mati itu atas beberapa pertimbangan, di antaranya terbukti sebagai pemilik satu kontainer berisi 1,4 juta pil ekstasi yang didatangkan dari Cina.
Saat itu, masih kata Aswandi, terdakwa berusaha mengelabui petugas Pelabuhan Tanjung Priok dengan mendaftarkan barang miliknya sebagai akuarium impor. Namun, di sisi akuarium, terdakwa malah memasukkan jutaan pil ekstasi itu dalam bentuk 12 kardus besar yang didaftarkan sebagai akuarium.
"Terdakwa tidak pernah mengajukan keberatan atau pun menghadirkan saksi yang meringankan selama proses persidangan," ungkapnya.
Lebih jauh, aswandi memaparkan, terdakwa Freddy memiliki pasar narkoba yang tersebar di diskotek-diskotek kota besar seperti di Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, Makassar, Bali, dan Papua.
"Terdakwa mengaku mendapatkan keuntungan 10 persen jika berhasil menjual kelebihan narkoba tersebut," ujarnya.
Yang lebih mengenaskan, lanjut Aswandi, dalam proses pengadaan barang haram tersebut, Freddy mengatur segala urusan pil ekstasi miliknya itu dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang.
Bahkan segala urusan dari mulai pelabuhan hingga mendapatkan sebuah gudang di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, untuk menyimpan ekstasi seberat 4 ton tersebut itu didapatkan dari rekannya yang juga berada di LP Cipinang.
"Terdakwa mengeluarkan uang sebesar Rp90 juta atas jasa pengurusan kontainer. Semua itu memberatkan hukuman terdakwa, terlebih terdakwa saat ini masih menjalani proses hukumnya di LP Cipinang," ungkapnya.
Usai pembacaan vonis, Freddy yang didampingi kuasa hukumnya menyatakan belum memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak. Namun, JPU, Teddy mengatakan pihaknya sudah sangat puas atas vonis hakim. "Kami puas dengan vonis majelis hakim," ungkapnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 28 Juli 2012, berhasil mengamankan sebuah truk yang mengangkat 1,4 juta butir ekstasi di Pintu Tol Kamal, Cengkareng, Jakarta Barat. Namun saat penangkapan, Freddy yang diketahui sebagai pemilik barang tidak ada di tempat lantaran sedang menjalani hukuman di LP Cipinang.
Diketahui, barang tersebut di dapat dari sebuah kontainer yang dikirim dari pelabuhan Lianyung, Shenzhen, China dengan tujuan Jakarta pada 8 Mei 2012. Setelah sempat tertahan selama beberapa hari, kontainer itu pun akhirnya bisa melewati persyaratan administrasi tanggal 28 Juli 2012.
"Terdakwa secara sah terbukti melanggar pasal 114 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan dijatuhkan hukuman mati," kata Ketua Majelis Hakim PN Jakbar Aswandi, di Jalan S Parman, Slipi, Palmerah, Jakarta Barat, Senin (15/7/2013).
Dia menjelaskan, hukuman mati itu atas beberapa pertimbangan, di antaranya terbukti sebagai pemilik satu kontainer berisi 1,4 juta pil ekstasi yang didatangkan dari Cina.
Saat itu, masih kata Aswandi, terdakwa berusaha mengelabui petugas Pelabuhan Tanjung Priok dengan mendaftarkan barang miliknya sebagai akuarium impor. Namun, di sisi akuarium, terdakwa malah memasukkan jutaan pil ekstasi itu dalam bentuk 12 kardus besar yang didaftarkan sebagai akuarium.
"Terdakwa tidak pernah mengajukan keberatan atau pun menghadirkan saksi yang meringankan selama proses persidangan," ungkapnya.
Lebih jauh, aswandi memaparkan, terdakwa Freddy memiliki pasar narkoba yang tersebar di diskotek-diskotek kota besar seperti di Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, Makassar, Bali, dan Papua.
"Terdakwa mengaku mendapatkan keuntungan 10 persen jika berhasil menjual kelebihan narkoba tersebut," ujarnya.
Yang lebih mengenaskan, lanjut Aswandi, dalam proses pengadaan barang haram tersebut, Freddy mengatur segala urusan pil ekstasi miliknya itu dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang.
Bahkan segala urusan dari mulai pelabuhan hingga mendapatkan sebuah gudang di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, untuk menyimpan ekstasi seberat 4 ton tersebut itu didapatkan dari rekannya yang juga berada di LP Cipinang.
"Terdakwa mengeluarkan uang sebesar Rp90 juta atas jasa pengurusan kontainer. Semua itu memberatkan hukuman terdakwa, terlebih terdakwa saat ini masih menjalani proses hukumnya di LP Cipinang," ungkapnya.
Usai pembacaan vonis, Freddy yang didampingi kuasa hukumnya menyatakan belum memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak. Namun, JPU, Teddy mengatakan pihaknya sudah sangat puas atas vonis hakim. "Kami puas dengan vonis majelis hakim," ungkapnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 28 Juli 2012, berhasil mengamankan sebuah truk yang mengangkat 1,4 juta butir ekstasi di Pintu Tol Kamal, Cengkareng, Jakarta Barat. Namun saat penangkapan, Freddy yang diketahui sebagai pemilik barang tidak ada di tempat lantaran sedang menjalani hukuman di LP Cipinang.
Diketahui, barang tersebut di dapat dari sebuah kontainer yang dikirim dari pelabuhan Lianyung, Shenzhen, China dengan tujuan Jakarta pada 8 Mei 2012. Setelah sempat tertahan selama beberapa hari, kontainer itu pun akhirnya bisa melewati persyaratan administrasi tanggal 28 Juli 2012.
(mhd)