Kemacetan tak teratasi, Ahok ultimatum Kadishub DKI
A
A
A
Sindonews.com - Enam bulan lebih pasca dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dituntut memberi harapan nyata kepada masyarakat Jakarta.
Paling sederhana untuk menjawab harapan masyarakat Jakarta adalah dengan mewujudkan Jakarta yang bebas dari kemacetan. Sebab kritik publik terhadap pemerintah DKI berkutat pada masalah penanganan macet dan banjir. Berikutnya, masalah keamanan warga Jakarta.
Tidak seperti banjir yang datang pada saat musim penghujan dan keamanan warga yang bersifat aksidental. Kemacetan lalu lintas seolah menjadi pemandangan yang abadi mewarnai ibukota. Dari itu, tuntutan masyarakat untuk semua periodesasi pemerintahan DKI Jakarta masih melulu bagaimana pemerintah dituntut mampu mengurai kemacetan.
Enam bulan lebih waktu yang tepat bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengevaluasi kinerja bawahannya seperti Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama secara tegas meminta kepada Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono untuk secepatnya menyelesaikan lokasi yang menjadi titik kemacetan Ibukota.
Selain itu, kata Ahok, panggilan populer Basuki Tjahaja Purnama, Pemprov DKI Jakarta memiliki kewenangan penuh, bahkan tidak segan untuk mencopot jabatan Udar Pristono dari Kepala Dinas.
"Kalau dia (Udar Pristono) enggak beres diganti dia," ujar Ahok.
Untuk mengurai kemacetan, harus diakui, pemerintah Jakarta baru ini memiliki banyak inisiasi dalam program penanganan macet di Ibukota. Dalam sekala makro misalnya, transportasi massal berbasis rel seperti Mass Rapid Transit (MRT) dan Monorail sedang di persiapkan. Namun, moda transportasi modern tersebut baru akan terwujud hingga 4-5 tahun mendatang.
Dalam sekala mikro, penanganan macet yang bersifat teknis pun kian mundur. Contohnya, program ganjil-genap yang akan menggeser 3 in 1, lalu 3 in 1 belakangan akan digeser lagi dengan program jalan berbayar atau Elektronic Road Pricing (ERP). Program yang bersifat teknis tersebut malah seakan ditelan bumi, tidak terdengar gaungnya kembali.
Praktis tinggal pemaksimalan para petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang dibantu aparat kepolisian lalu lintas yang bertugas melancarkan kendaraan saat jam berangkat dan pulang kerja.
Tidak sampai disitu, Pemprov DKI Jakarta kini memiliki tugas yang jauh lebih berat yakni kehendak untuk memberi kesadaran kepada masyarakat Jakarta agar mau berpindah dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi umum. Sebagian pengamat transportasi kota, maupun Pemerintah DKI sendiri mengakui, masalah macet bukan saja karena minimnya infrastruktur dan angkutan massal yang memadai. Lebih dari itu, kesadaran masyarakat untuk berpindah ke transportasi umum sangat kurang.
Sehingga, pilihan yang harus diambil para arsitek Jakarta Baru ini harus lebih nyata. Pada prosesnya, tetap dilakukan evaluasi terhadap penanganan kemacetan di Jakarta. Disamping itu, pilihan program dipilih antara yang paling mendesak, apakah memaksimalkan program teknis atau mempercepat program strategis dengan mempercepat durasi pembangunan maksimal menjadi 3 tahun.
Paling sederhana untuk menjawab harapan masyarakat Jakarta adalah dengan mewujudkan Jakarta yang bebas dari kemacetan. Sebab kritik publik terhadap pemerintah DKI berkutat pada masalah penanganan macet dan banjir. Berikutnya, masalah keamanan warga Jakarta.
Tidak seperti banjir yang datang pada saat musim penghujan dan keamanan warga yang bersifat aksidental. Kemacetan lalu lintas seolah menjadi pemandangan yang abadi mewarnai ibukota. Dari itu, tuntutan masyarakat untuk semua periodesasi pemerintahan DKI Jakarta masih melulu bagaimana pemerintah dituntut mampu mengurai kemacetan.
Enam bulan lebih waktu yang tepat bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengevaluasi kinerja bawahannya seperti Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama secara tegas meminta kepada Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono untuk secepatnya menyelesaikan lokasi yang menjadi titik kemacetan Ibukota.
Selain itu, kata Ahok, panggilan populer Basuki Tjahaja Purnama, Pemprov DKI Jakarta memiliki kewenangan penuh, bahkan tidak segan untuk mencopot jabatan Udar Pristono dari Kepala Dinas.
"Kalau dia (Udar Pristono) enggak beres diganti dia," ujar Ahok.
Untuk mengurai kemacetan, harus diakui, pemerintah Jakarta baru ini memiliki banyak inisiasi dalam program penanganan macet di Ibukota. Dalam sekala makro misalnya, transportasi massal berbasis rel seperti Mass Rapid Transit (MRT) dan Monorail sedang di persiapkan. Namun, moda transportasi modern tersebut baru akan terwujud hingga 4-5 tahun mendatang.
Dalam sekala mikro, penanganan macet yang bersifat teknis pun kian mundur. Contohnya, program ganjil-genap yang akan menggeser 3 in 1, lalu 3 in 1 belakangan akan digeser lagi dengan program jalan berbayar atau Elektronic Road Pricing (ERP). Program yang bersifat teknis tersebut malah seakan ditelan bumi, tidak terdengar gaungnya kembali.
Praktis tinggal pemaksimalan para petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang dibantu aparat kepolisian lalu lintas yang bertugas melancarkan kendaraan saat jam berangkat dan pulang kerja.
Tidak sampai disitu, Pemprov DKI Jakarta kini memiliki tugas yang jauh lebih berat yakni kehendak untuk memberi kesadaran kepada masyarakat Jakarta agar mau berpindah dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi umum. Sebagian pengamat transportasi kota, maupun Pemerintah DKI sendiri mengakui, masalah macet bukan saja karena minimnya infrastruktur dan angkutan massal yang memadai. Lebih dari itu, kesadaran masyarakat untuk berpindah ke transportasi umum sangat kurang.
Sehingga, pilihan yang harus diambil para arsitek Jakarta Baru ini harus lebih nyata. Pada prosesnya, tetap dilakukan evaluasi terhadap penanganan kemacetan di Jakarta. Disamping itu, pilihan program dipilih antara yang paling mendesak, apakah memaksimalkan program teknis atau mempercepat program strategis dengan mempercepat durasi pembangunan maksimal menjadi 3 tahun.
(lal)