Dicecar 16 pertanyaan, Neneng bantah tudingan KPK
A
A
A
Sindonews.com - Tersangka kasus korupsi pembangunan Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Neneng Sri Wahyuni, dicecar 16 pertanyaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait keterlibatan dirinya dalam PT Anugerah Nusantara.
"Tadi ada sekitar 16 pertanyaan yang dilayangkan penyidik kepada Ibu Neneng. Intinya dari itu semua, Neneng membantah terlibat secara operasional dan teknis di PT Anugerah," ujar kuasa hukum Neneng, Junimart Girsang, kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/6/2012).
Ditambahkan dia, peran Neneng dalam PT Anugerah hanya membantu suaminya, Muhammad Nazaruddin. Dia tidak memiliki peran penting seperti yang disangkakan selama ini.
"Beliau hanya membantu Pak Nazar sebagai suami, karena diminta. Mengenai keuangan dan lain-lain, beliau mengaku tidak tahu. Dia tidak ada kaitannya dengan struktur kerja di sana. Dia juga tidak pernah digaji," tukasnya.
Seperti diketahui, sejumlah kesaksian dalam sidang Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyebutkan, Neneng berperan aktif dalam PT Anugerah. Dia juga yang mengatur fee (komisi) dan keuntungan setiap proyek yang dikendalikan Grup Permai. Namun, semua kesaksian itu dibantahnya.
Neneng ditangkap KOK di rumahnya, di kawasan Pejaten, Jakarta, Rabu 13 Juni 2012. Neneng kabur sebelum KPK menetapkannya sebagai tersangka suap proyek PLTS di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
KPK menduga, Neneng menerima suap lebih dari Rp2,7 miliar dari proyek senilai Rp8,9 miliar itu. Untuk kasus ini, Timas Ginting, pejabat di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, telah divonis dua tahun penjara.
Saat sidang Timas, peran Neneng dalam proyek PLTS terungkap melalui kesaksian Yulianis, bekas pegawai Nazaruddin di Grup Permai. Menurut Yulianis, perusahaan Nazaruddin dan Neneng memakai PT Alfindo Nuratama untuk memenangkan lelang proyek yang berlangsung pada 2008.
Yulianis mengatakan, keuntungan-keuntungan dan pengeluaran proyek diketahui oleh Neneng, dan meegang rekening PT Alfindo. Neneng dan Nazaruddin, bekerja sama dengan Marisi Matondang, Direktur Utama PT Mahkota Negara yang juga Direktur Administrasi PT Anugerah, meminjam PT Alfindo menggarap proyek PLTS.
Keterangan Yulianis diperkuat stafnya, Oktarina Fury, yakni bahwa Neneng selaku Direktur Keuangan memegang kontrol sepenuhnya terhadap keluar-masuknya duit perusahaan. Menurut Yulianis, persetujuan keuangan bermula dari Neneng dan kemudian ke Nazarudin, dikarenakan dia adalah pemilik perusahaan.
Oce mengatakan, di Grup Permai, Neneng memiliki kapasitas mengatur aliran fee dari hulu ke hilir, tak terkecuali lobi untuk proyek PLTS. Lagipula, hakim dalam perkara Timas sudah meyakini Grup Permai sebagai tempat berkumpulnya fee. (san)
"Tadi ada sekitar 16 pertanyaan yang dilayangkan penyidik kepada Ibu Neneng. Intinya dari itu semua, Neneng membantah terlibat secara operasional dan teknis di PT Anugerah," ujar kuasa hukum Neneng, Junimart Girsang, kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/6/2012).
Ditambahkan dia, peran Neneng dalam PT Anugerah hanya membantu suaminya, Muhammad Nazaruddin. Dia tidak memiliki peran penting seperti yang disangkakan selama ini.
"Beliau hanya membantu Pak Nazar sebagai suami, karena diminta. Mengenai keuangan dan lain-lain, beliau mengaku tidak tahu. Dia tidak ada kaitannya dengan struktur kerja di sana. Dia juga tidak pernah digaji," tukasnya.
Seperti diketahui, sejumlah kesaksian dalam sidang Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyebutkan, Neneng berperan aktif dalam PT Anugerah. Dia juga yang mengatur fee (komisi) dan keuntungan setiap proyek yang dikendalikan Grup Permai. Namun, semua kesaksian itu dibantahnya.
Neneng ditangkap KOK di rumahnya, di kawasan Pejaten, Jakarta, Rabu 13 Juni 2012. Neneng kabur sebelum KPK menetapkannya sebagai tersangka suap proyek PLTS di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
KPK menduga, Neneng menerima suap lebih dari Rp2,7 miliar dari proyek senilai Rp8,9 miliar itu. Untuk kasus ini, Timas Ginting, pejabat di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, telah divonis dua tahun penjara.
Saat sidang Timas, peran Neneng dalam proyek PLTS terungkap melalui kesaksian Yulianis, bekas pegawai Nazaruddin di Grup Permai. Menurut Yulianis, perusahaan Nazaruddin dan Neneng memakai PT Alfindo Nuratama untuk memenangkan lelang proyek yang berlangsung pada 2008.
Yulianis mengatakan, keuntungan-keuntungan dan pengeluaran proyek diketahui oleh Neneng, dan meegang rekening PT Alfindo. Neneng dan Nazaruddin, bekerja sama dengan Marisi Matondang, Direktur Utama PT Mahkota Negara yang juga Direktur Administrasi PT Anugerah, meminjam PT Alfindo menggarap proyek PLTS.
Keterangan Yulianis diperkuat stafnya, Oktarina Fury, yakni bahwa Neneng selaku Direktur Keuangan memegang kontrol sepenuhnya terhadap keluar-masuknya duit perusahaan. Menurut Yulianis, persetujuan keuangan bermula dari Neneng dan kemudian ke Nazarudin, dikarenakan dia adalah pemilik perusahaan.
Oce mengatakan, di Grup Permai, Neneng memiliki kapasitas mengatur aliran fee dari hulu ke hilir, tak terkecuali lobi untuk proyek PLTS. Lagipula, hakim dalam perkara Timas sudah meyakini Grup Permai sebagai tempat berkumpulnya fee. (san)
()