Cagub DKI independen jangan targetkan menang
A
A
A
Sindonews.com - Lolosnya pasangan independen Faisal Basri-Biem Benjamin untuk maju ke laga Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta menunjukkan demokrasi partisipatif saat ini telah mendapat peluang.
Menurut pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahui Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, hal tersebut merupakan pembelajaran bagi publik bahwa kemunculan independen merupakan wujud dari konsolidasi demokrasi.
“Konsolidasi demokrasi agar jangan yang prosedural, tapi endingnya mampu memunculkan pemimpin yang kita harapkan, yaitu yang memiliki integritas kredibilitas, dan kompetensi,” katanya dalam acara peluncuran buku Biografi Politik Faisal-Biem: Bintang Independen di Toko Buku Gramedia Matraman, Sabtu (16/6).
Karena itu, dia berharap, Faisal-Biem harus tetap optimistis untuk menjadi pasangan yang memberikan pembaruan dalam proses politik saat ini.
“Jangan targetkan menang, tapi bagaimana menjadi pembaru dalam proses politik seperti ini. Nanti kalau orientasinya menang, malah kecewa karena bukan idealisme yang ngomong, tapi kekuasaan. Apa bedanya dengan partai politik kalau begitu,” lanjutnya.
Ditambahkan, ada yang lebih mulia dari sekadar menang dalam Pilgub. “Anda memberikan pencerahan, memberikan semacam transfer knowledge yang benar di era demokrasi seperti ini. Ketimbang hanya menang,” sambungnya.
Zuhro mengakui, Faisal memang orang yang peduli pada kebenaran, idealisme dan di tataran praktisnya ingin ada pembaruan di Jakarta.
Selain itu, Faisal dinilai sangat pro pada bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik, bagaimana semua kontrak dijalankan untuk kepentingan rakyat.
"Memang itu bagus sekali. Agak gila di tengah korupsi yang marak seperti ini,” tegasnya
Zuhro juga menyebutkan, tugas berat menanti calon gubernur yang akan datang untuk menjadikan Jakarta sebagai kota bermartabat dan menjadi center of service (pusat pelayanan) bagi seluruh warganya.
Selama ini, pelayanan publik dinilai masih sangat jauh dari yang diinginkan masyarakat. Hal itu ditunjukkan dengan susahnya masyarakat miskin berobat, mengakses pendidikan, dan mengurus pelayanan lainnya.
“Apa mampu kalau gubernur itu adalah sosok yang pro-status quo, yang banyak dijerat oleh kepentingan yang tidak bisa membuat dia bergerak. Harus ada gebrakan baru. Pemilukada 2012 harus beda dengan 2007, rakyat tidak boleh lagi permisif, berapology. Harus menjadi pemilukada yang partisipatif,” lanjutnya.(lin)
Menurut pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahui Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, hal tersebut merupakan pembelajaran bagi publik bahwa kemunculan independen merupakan wujud dari konsolidasi demokrasi.
“Konsolidasi demokrasi agar jangan yang prosedural, tapi endingnya mampu memunculkan pemimpin yang kita harapkan, yaitu yang memiliki integritas kredibilitas, dan kompetensi,” katanya dalam acara peluncuran buku Biografi Politik Faisal-Biem: Bintang Independen di Toko Buku Gramedia Matraman, Sabtu (16/6).
Karena itu, dia berharap, Faisal-Biem harus tetap optimistis untuk menjadi pasangan yang memberikan pembaruan dalam proses politik saat ini.
“Jangan targetkan menang, tapi bagaimana menjadi pembaru dalam proses politik seperti ini. Nanti kalau orientasinya menang, malah kecewa karena bukan idealisme yang ngomong, tapi kekuasaan. Apa bedanya dengan partai politik kalau begitu,” lanjutnya.
Ditambahkan, ada yang lebih mulia dari sekadar menang dalam Pilgub. “Anda memberikan pencerahan, memberikan semacam transfer knowledge yang benar di era demokrasi seperti ini. Ketimbang hanya menang,” sambungnya.
Zuhro mengakui, Faisal memang orang yang peduli pada kebenaran, idealisme dan di tataran praktisnya ingin ada pembaruan di Jakarta.
Selain itu, Faisal dinilai sangat pro pada bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik, bagaimana semua kontrak dijalankan untuk kepentingan rakyat.
"Memang itu bagus sekali. Agak gila di tengah korupsi yang marak seperti ini,” tegasnya
Zuhro juga menyebutkan, tugas berat menanti calon gubernur yang akan datang untuk menjadikan Jakarta sebagai kota bermartabat dan menjadi center of service (pusat pelayanan) bagi seluruh warganya.
Selama ini, pelayanan publik dinilai masih sangat jauh dari yang diinginkan masyarakat. Hal itu ditunjukkan dengan susahnya masyarakat miskin berobat, mengakses pendidikan, dan mengurus pelayanan lainnya.
“Apa mampu kalau gubernur itu adalah sosok yang pro-status quo, yang banyak dijerat oleh kepentingan yang tidak bisa membuat dia bergerak. Harus ada gebrakan baru. Pemilukada 2012 harus beda dengan 2007, rakyat tidak boleh lagi permisif, berapology. Harus menjadi pemilukada yang partisipatif,” lanjutnya.(lin)
()