Sering mati listrik, e-voting tidak cocok
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat Politik Siti Zuhro mengatakan bahwa pasti ada potensi praktek kecurangan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) jika menggunakan alat e-voting atau alat pemungutan suara elektronik.
"Ada saja, cuman kecurigaan di saat listrik mati mendadak, apa yang harus dilakukan? Kecuali sudah setting listrik yang baik, karena di Jakarta saja masih susah, apalagi di daerah.," ujarnya wanita yang juga sebagai Anggota Tim Perumus Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada kepada wartawan usai mengisi acara diskusi bertemakan 'Isu Primordialisme pada Pilkada DKI : Relevankah ?' di gedung The Indonesian Institute Lantai 1 Jalan Wahid Hasyim 194, Jakarta Pusat, Rabu (18/4/2012).
Ditambahkannya, sebenarnya alat e-voting itu diperlukan dalam Pilkada, akan tetapi bukan pada Pilkada tahun ini. "Iya memang penggunaan e-voting itu sangat cocok atau sesuai untuk listrik yang tidak sering mati. Itu jangan sampai nanti Pilkada batal hanya karena mati lampu dan sebagainya. Itu bisa chaos dan bisa violent, kalau sampai di tengah-tengah itu batal," tambahnya.
Seperti diketahui, ketika menawarkan alat e-voting ke pihak KPU DKI Jakarta beberapa waktu lalu, pihak Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memastikan tak akan ada kecurangan dalam proses Pilkada jika menggunakan e-voting ini.
Kepala program e-voting pada BPPT, Andrari menjelaskan bahwa seseorang yang memilih hak pilih hanya bisa menggunakan sekali hak pilihnya ketika Pilkada menggunakan alat e-voting.
Karena dalam sistem e-voting, kata dia, warga yang sudah menggunakan alat e-voting ini tak bisa lagi menggunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) lainnya.
"Maka, jika sudah memilih. Lalu akan memilih di tempat lain, layar e-votingnya akan memberitahu bahwa tak bisa memilih karena sudah memilih," ujarnya kepada wartawan di kantor KPU DKI Jakarta, jalan Budi Kemulyaan, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa 17 April 2012. (wbs)
"Ada saja, cuman kecurigaan di saat listrik mati mendadak, apa yang harus dilakukan? Kecuali sudah setting listrik yang baik, karena di Jakarta saja masih susah, apalagi di daerah.," ujarnya wanita yang juga sebagai Anggota Tim Perumus Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada kepada wartawan usai mengisi acara diskusi bertemakan 'Isu Primordialisme pada Pilkada DKI : Relevankah ?' di gedung The Indonesian Institute Lantai 1 Jalan Wahid Hasyim 194, Jakarta Pusat, Rabu (18/4/2012).
Ditambahkannya, sebenarnya alat e-voting itu diperlukan dalam Pilkada, akan tetapi bukan pada Pilkada tahun ini. "Iya memang penggunaan e-voting itu sangat cocok atau sesuai untuk listrik yang tidak sering mati. Itu jangan sampai nanti Pilkada batal hanya karena mati lampu dan sebagainya. Itu bisa chaos dan bisa violent, kalau sampai di tengah-tengah itu batal," tambahnya.
Seperti diketahui, ketika menawarkan alat e-voting ke pihak KPU DKI Jakarta beberapa waktu lalu, pihak Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memastikan tak akan ada kecurangan dalam proses Pilkada jika menggunakan e-voting ini.
Kepala program e-voting pada BPPT, Andrari menjelaskan bahwa seseorang yang memilih hak pilih hanya bisa menggunakan sekali hak pilihnya ketika Pilkada menggunakan alat e-voting.
Karena dalam sistem e-voting, kata dia, warga yang sudah menggunakan alat e-voting ini tak bisa lagi menggunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) lainnya.
"Maka, jika sudah memilih. Lalu akan memilih di tempat lain, layar e-votingnya akan memberitahu bahwa tak bisa memilih karena sudah memilih," ujarnya kepada wartawan di kantor KPU DKI Jakarta, jalan Budi Kemulyaan, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa 17 April 2012. (wbs)
()