99 persen UN bebas dari kebocoran

Senin, 16 April 2012 - 21:20 WIB
99 persen UN bebas dari kebocoran
99 persen UN bebas dari kebocoran
A A A
Sindonews.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meyakini 99 % pelaksanaan UJian Nasional (UN) tahun ini akan terbebas dari kebocoran soal dan pelanggaran lainnnya.

Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, ada beberapa lapisan pengamanan yang disiapkan yakni pengawasan tahun ini dikoordinasikan dengan para dosen perguruan tinggi negeri dan swasta yang telah ditunjuk. Perguruan tinggi juga yang akan memindai lembar jawaban dan bukan lagi dinas pendidikan sebagaimana tahun lalu. Lembar jawaban itu sendiri dikirim langsung setelah ujian berlangsung tanpa da transit di tempat lain.

Selanjutnya, lembaran soal ujian juga memakai kode khusus yang akan langsung dapat mengetahui dimana titik pelanggaran jika terjadi kebocoran. Soal itu sendiri juga disegel hingga tiga lapis. Yang pertama disegel ialah kardusnya lalu kantong plastic pembungkus amplop coklat dan amplop coklat itupun turut disegel. “Jika memang ada segel yang terlepas maka soal akan kami ganti dengan soal yang berbeda,” katanya saat sidak di SMAN 13, Jakarta Utara.

Berdasarkan data Humas Kemendikbud hingga kemarin pengaduan dari masyarakat akan isu kebocoran soal mencapai 17 kasus, lalu isu kecurangan mencapai 31 kasus, pengaduan adanya kunci jawaban UN yang beredar ada lima pengaduan. Pusat pengaduan dengan nomor hotline 177 itu yang mengadukan adanya pungutan UN ada empat kasus dan jual beli soal ada dua kasus. Total pengaduan mencapai 121 pengaduan.

Mantan menkominfo ini menjamin sekarang ini lebih mudah untuk mengcek kebocoran soal karena dalam soal karena dari empat percetakan ada kode rahasia yang ditanam disana. “Lalu jika kebocoran itu terbukti benar maka kita bisa melacak dimana pelakunya apakah dari percetakan, pemerintah provinsi atau kabupaten kota, rayon atau disekolahnya. Semua bisa dilacak karena ada kode rahasia yang saya tidak mau menyebutkannya,” ujarnya.

M Nuh menyatakan, dengan tingkat pengamanan yang tinggi diatas maka kebocoran hanya dapat terjadi apabila ada kerjasama yang sistemik dan canggih. Dia pun menghimbau masyarakat jangan mempercayai adanya bocoran soal karena ada lima paket soal yang diberikan ke 20 siswa yang mengikuti ujian dalam satu kelasnya. Bagi pelaku pembocoran, tegasnya, akan dikenakan sanksi pidana karena dianggap membocorkan dokumen Negara. “Sanksi sangat jelas. Kalau guru akan ditindak pemberhentian hingga peringatan keras,” terangnya.

Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Aman Wirakartakusumah menyatakan, laporan yang diterimanya pada UN hari pertama kemarin adanya kesalahan dalam memberi judul soal atau bagaimana menangani kerusakan soal. Peranan perguruan tinggi terutama dalam pengawasan baik pada pelaksanaan dan pemantauan kepada peserta dan pengawas juga turut membantu. "Sejak awal handphone peserta atau pengawas tidak boleh dibawa ke dalam sebelum memasuki kelas. Saya juga melihat bagaimana mereka melakukan pengumpulan lembar jawaban dan prosedurnya hingga serah terima dan berita acara dilaksanakan sesuai dengan prosedur operasional. Saya bertemu dengan beberapa rektor negeri dan mereka komitmen untuk mengawal UN hingga akhir," jelasnya.

Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar berpendapat, kecurangan akan tetap ada karena ada berbagai faktor internal sekolah dimana adanya keinginan tiap kepala sekolah untuk mengharumkan nama sekolahnya. Untuk tujuan ini, para kepala sekolah tentu harus menunjukkan prestasi yang ditunjukkan dengan hasil UN yang bagus agar diminati oleh para orang tua siswa untuk bersekolah di sekolah tersebut.

Selain itu, ujarnya, aturan yang ada untuk menyelenggarakan UN ini juga menjadi penyebab munculnya ketidakjujuran ini. Belum diubahnya aturan soal kelulusan UN dalam PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan masih tetap menjadi pegangan tiap satuan pendidikan untuk meluluskan siswanya. Pada pasal 72 ayat 1 dinyatakan bahwa peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah lulus ujian nasional.

"Jika ada siswa tidak lulus UN, maka siswa tersebut tidak lulus dari satuan pendidikan. Oleh karena itu, setiap sekolah pasti menginginkan semua siswanya lulus UN, meski dengan cara yang tidak jujur," terang politikus dari Fraksi PKS ini.

Oleh karena itu, jika Pemerintah memang benar-benar menginginkan pelaksanaan UN yang jujur dan berprestasi, perlu diubah dan diperbaiki terlebih dahulu system dan kebijakan yang menyangkut UN ini. setiap Pemerintah Daerah tidak perlu memaksakan target kelulusan tinggi kepada sekolah-sekolah yang ada di wilayahnya. Setiap sekolah pun jangan hanya mengejar prestise atau gengsi sekolahnya. Dan, yang lebih penting, aturan kelulusan UN yang ada dalam PP 19 Tahun 2005 tersebut perlu direvisi. (wbs)

()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9964 seconds (0.1#10.140)