PWJ: Polisi kembali arogan terhadap pers
A
A
A
Sindonews.com - â€
Atas kejadian yang menimpa tiga orang jurnalis dalam peliputan aksi unjuk rasa mahasiswa menentang kenaikan BBM, Ketua Umum Poros Wartawan Jakarta (PWJ) Widhi Wahyu Widodo mendesak pemerintah termasuk kepolisian harus bertanggung jawab. Apalagi petugas kepolisian sudah mengetahui ketiganya sebagai wartawan tapi kekerasan masih saja dilakukan.
"Hal ini menunjukkan betapa tingginya arogansi petugas di lapangan dan tidak menunjukkan sedikitpun rasa menghargai kerja wartawan," kata Widi dalam rilisnya, Selasa (28/3/2012).
Menurut Widi, karena keselamatan wartawan rentan dalam peliputan, atau perlindungan terhadap wartawan masih sangat kecil sekali, maka pemerintah dan dewan pers harus duduk bersama dalam merumuskan juklak dan juknis bagi aparat kepolisian. PWJ berharap terdapat sanksi tegas bahkan pidana apabila hal itu dilanggar.
Karena bila tidak, lanjut Widi, hal ini akan selalu terjadi terus menerus. Kalau itu selalu terjadi, seolah-olah dalam melaksanakan tugasnya, pekerja media harus melindungi diri sendiri. Padahal profesi wartawan dilindungi Undang-Undang Pers.
Namun, tak semua orang mengerti hal itu. Kelompok masyarakat atau organisasi kemasyarakatan masih banyak yang belum mengerti bahwa menghalangi, apalagi mengintimidasi wartawan saat bertugas melanggar undang-undang.
"Atas tragedi tersebut Kapolri harus tegas menindak anak buahnya yang melanggar SOP penanganan aksi unjuk rasa dan berujung kekerasan terhadap wartawan. Bila tidak, maka bisa dikatakan polisi adalah lembaga kamtibmas yang justru melegalkan kekerasan terhadap warga negaranya," tandas Widi. (wbs)
Atas kejadian yang menimpa tiga orang jurnalis dalam peliputan aksi unjuk rasa mahasiswa menentang kenaikan BBM, Ketua Umum Poros Wartawan Jakarta (PWJ) Widhi Wahyu Widodo mendesak pemerintah termasuk kepolisian harus bertanggung jawab. Apalagi petugas kepolisian sudah mengetahui ketiganya sebagai wartawan tapi kekerasan masih saja dilakukan.
"Hal ini menunjukkan betapa tingginya arogansi petugas di lapangan dan tidak menunjukkan sedikitpun rasa menghargai kerja wartawan," kata Widi dalam rilisnya, Selasa (28/3/2012).
Menurut Widi, karena keselamatan wartawan rentan dalam peliputan, atau perlindungan terhadap wartawan masih sangat kecil sekali, maka pemerintah dan dewan pers harus duduk bersama dalam merumuskan juklak dan juknis bagi aparat kepolisian. PWJ berharap terdapat sanksi tegas bahkan pidana apabila hal itu dilanggar.
Karena bila tidak, lanjut Widi, hal ini akan selalu terjadi terus menerus. Kalau itu selalu terjadi, seolah-olah dalam melaksanakan tugasnya, pekerja media harus melindungi diri sendiri. Padahal profesi wartawan dilindungi Undang-Undang Pers.
Namun, tak semua orang mengerti hal itu. Kelompok masyarakat atau organisasi kemasyarakatan masih banyak yang belum mengerti bahwa menghalangi, apalagi mengintimidasi wartawan saat bertugas melanggar undang-undang.
"Atas tragedi tersebut Kapolri harus tegas menindak anak buahnya yang melanggar SOP penanganan aksi unjuk rasa dan berujung kekerasan terhadap wartawan. Bila tidak, maka bisa dikatakan polisi adalah lembaga kamtibmas yang justru melegalkan kekerasan terhadap warga negaranya," tandas Widi. (wbs)
()