Soal PSBB, Pemkab Pilih Pembatasan Desa dan Pemkot Bogor Tunggu Respons Anies
A
A
A
BOGOR - Terbatasnya anggaran tampaknya jadi poin krusial dari Pemkab dan Pemkot Bogor dalam menjalankan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 09/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19 ) turunan dari Peraturan Pemerintah No 21/2020 tentang PSBB.
Bahkan, secara tegas Pemkab Bogor malah belum memiliki rencana untuk menjalankan kebijakan PSBB baik yang tertuang dalam Permenkes 09/2020 maupun PP 21/2020. "Kabupaten Bogor belum berencana untuk melakukan pembatasan skala besar, karena pintu masuk menuju Kabupaten Bogor itu ratusan," ungkap Bupati Bogor Ade Yasin saat dikonfirmasi SINDOnews, Minggu (5/4/2020).
Terkait dengan itu, diperlukan personel aparat gabungan yang banyak untuk menjaga ratusan pintu masuk menuju Kabupaten Bogor dan itu memerlukan anggaran cukup besar.
"Maka dari itu, yang kami lakukan adalah pembatasan di wilayah-wilayah atau desa," ujar Ketua DPW PPP Jawa Barat itu.
Alasannya, lanjut dia, pembatasan di wilayah atau desa lebih mudah terkontrol oleh aparat desa maupun masyarakat itu sendiri. "Bahkan mereka (aparat desa) malah lebih tahu mana warga asli desa dan mana pendatang. Maka dari itu salah satu antisipasinya dalam pengetatan wilayah tersebut adalah dengan wajib lapor kepada RT/RW setempat," paparnya.
Sikap serupa disampaikan Pemkot Bogor dalam hal ini Wakil Walikota Bogor Dedie A Rachim menyebutkan jika diberlakukannya PSBB di Kota Bogor dan berdampak pada beban keuangan daerah, pihaknya lebih memilih pembatasan sosial tanpa embel-embel berskala besar."Tapi jujur kalau terlalu berat konsekuensi keuangan dan teknisnya, kita PS (Pembatasan Sosial) saja, enggak usah pake embel-embel Berskala Besar (BB). Jadi itu akan kita bahas dan hitung hari ini kemudian kita usulkan," jelasnya, Minggu (05/04/2020).
Bahkan, kata dia, sebelum PP maupun Permenkes PSBB terbit, pihaknya telah menjalankan social distancing atau pembatasan sosial di seluruh aspek sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 ini.
"Iya, bahkan bukan cuma 80% tapi sudah 100 persen bunyi Pasal 13 itu sudah dilaksanakan," katanya.
Dia menambahkan, yang belum dilakukan dan akan dibahas ada tiga hal yakni pembatasan waktu agar efektif, penindakan bila dilanggar, dan pelaksanaan secara menyeluruh dalam pengertian kewilayahan yang terkait (Jabodetabek)."Makanya kita juga mau bikin koordinasi dengan Pemda sekitar (Bodetabek dan DKI). Sehingga tujuan pelaksanaannya bisa tercapai," katanya.
Terkait kordinasi antar Pemda, menurut dia, idealnya Gubernur Jakarta Anies Baswedan selaku Ketua Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur berinsiatif mengundang rapat atau teleconference dengan para kepala daerah penyangga Ibu Kota.
"Iya, kita juga mau bikin koordinasi dengan Pemda sekitar dan DKI. Nah, mestinya beliau (Gubernur DKI) inisiatif undang rapat atau teleconference. Jadi sekarang ini sambil membahas, Pemkot Bogor juga menunggu BKSP koordinasikan wilayah," ucapnya.
Bahkan, secara tegas Pemkab Bogor malah belum memiliki rencana untuk menjalankan kebijakan PSBB baik yang tertuang dalam Permenkes 09/2020 maupun PP 21/2020. "Kabupaten Bogor belum berencana untuk melakukan pembatasan skala besar, karena pintu masuk menuju Kabupaten Bogor itu ratusan," ungkap Bupati Bogor Ade Yasin saat dikonfirmasi SINDOnews, Minggu (5/4/2020).
Terkait dengan itu, diperlukan personel aparat gabungan yang banyak untuk menjaga ratusan pintu masuk menuju Kabupaten Bogor dan itu memerlukan anggaran cukup besar.
"Maka dari itu, yang kami lakukan adalah pembatasan di wilayah-wilayah atau desa," ujar Ketua DPW PPP Jawa Barat itu.
Alasannya, lanjut dia, pembatasan di wilayah atau desa lebih mudah terkontrol oleh aparat desa maupun masyarakat itu sendiri. "Bahkan mereka (aparat desa) malah lebih tahu mana warga asli desa dan mana pendatang. Maka dari itu salah satu antisipasinya dalam pengetatan wilayah tersebut adalah dengan wajib lapor kepada RT/RW setempat," paparnya.
Sikap serupa disampaikan Pemkot Bogor dalam hal ini Wakil Walikota Bogor Dedie A Rachim menyebutkan jika diberlakukannya PSBB di Kota Bogor dan berdampak pada beban keuangan daerah, pihaknya lebih memilih pembatasan sosial tanpa embel-embel berskala besar."Tapi jujur kalau terlalu berat konsekuensi keuangan dan teknisnya, kita PS (Pembatasan Sosial) saja, enggak usah pake embel-embel Berskala Besar (BB). Jadi itu akan kita bahas dan hitung hari ini kemudian kita usulkan," jelasnya, Minggu (05/04/2020).
Bahkan, kata dia, sebelum PP maupun Permenkes PSBB terbit, pihaknya telah menjalankan social distancing atau pembatasan sosial di seluruh aspek sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 ini.
"Iya, bahkan bukan cuma 80% tapi sudah 100 persen bunyi Pasal 13 itu sudah dilaksanakan," katanya.
Dia menambahkan, yang belum dilakukan dan akan dibahas ada tiga hal yakni pembatasan waktu agar efektif, penindakan bila dilanggar, dan pelaksanaan secara menyeluruh dalam pengertian kewilayahan yang terkait (Jabodetabek)."Makanya kita juga mau bikin koordinasi dengan Pemda sekitar (Bodetabek dan DKI). Sehingga tujuan pelaksanaannya bisa tercapai," katanya.
Terkait kordinasi antar Pemda, menurut dia, idealnya Gubernur Jakarta Anies Baswedan selaku Ketua Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur berinsiatif mengundang rapat atau teleconference dengan para kepala daerah penyangga Ibu Kota.
"Iya, kita juga mau bikin koordinasi dengan Pemda sekitar dan DKI. Nah, mestinya beliau (Gubernur DKI) inisiatif undang rapat atau teleconference. Jadi sekarang ini sambil membahas, Pemkot Bogor juga menunggu BKSP koordinasikan wilayah," ucapnya.
(whb)