Para Penyair Menulis Puisi Sambil Berderma untuk Tenaga Medis Corona
A
A
A
JAKARTA - Para penulis dan penyair membuat program yang unik guna merespons merebaknya pandemik virus Corona di Tanah Air, lewat puisi esai. Mereka merekam suasana batin pandemik itu, sekaligus berderma.
Denny JA, selaku penggagas puisi esai, mengatakan, dalam hidup mungkin hanya sekali saja generasi ini mengalami pengalaman tragis seperti pandemik virus Corona. Untuk itu, penting para penyair dan penulis mengeksplor dan menggali aneka kisah yang menyentuh. Ini akan menjadi karya abadi yang akan dirujuk generasi mendatang.
Menurut Denny, puisi esai mini sangat sesuai untuk keperluan di atas. Puisi esai memfiksikan true story, true event, peristiwa sebenarnya. Berbeda dengan jurnalisme biasa, puisi esai lebih masuk pada dimensi interior, sisi psikologis para pelaku.
Namun berbeda dengan puisi biasa. Puisi esai berangkat dan memfiksikan kisah sebenarnya. True event itu berikut sumber beritanya tetap disertakan dalam catatan kaki. Ini puisi dengan catatan kaki layaknya paper ilmiah. Kata mini dibelakang puisi esai menunjukkan panjang puisi tak melebihi 5.000 karakter. (Baca juga: Yuk Bantu Tenaga Medis Berjuang Hadapi Corona lewat Puisi Esai Mini)
Denny JA sendiri merekam kisah seorang suami yang istrinya meninggal karena virus Corona. Betapa terpukul sang suami. Ia tak boleh memeluk mayat istrinya, dilarang memandikan, tak boleh mencium keningnya, dan dilarang membopong jenazah masuk ke liang lahat.
Sudah disusun protokol pemakaman. Bahkan sang suami diminta tak perlu menghadiri pemakaman istri yang dilaksanakan di subuh hari. Walau sudah menjadi jenazah, tubuh itu masih bisa menularkan.
Penyair lain menceritakan kisah perawat virus corona yang akhirnya menemui ajal. Ada pula kisah potret kota Jakarta yang seperti kota mati. Ada yang menceritakan korban yang sudah siap mati tapi malah bisa sembuh. Ada yang menceritakan kisah pribadi yang harus menunda pernikahan.
Panitia program ini,Kelompok Studi Proklamasi dan Ikatan Alumni SMA 31 (Ikatisa) Jakarta menyediakan Facebook untuk aneka penyair atau penulis mengirimkan karya, dengan alamat akun Berderma melalui Puisi Esai Mini.
Tak hanya penulis dari Indonesia, bahkan direncanakan penyair dan penulis negara ASEAN akan ikut serta. Tak hanya menampung puisi esai, panitia juga memberikan derma. Akan dipilih 50 puisi esai mini dari 50 penulis yang dianggap berhasil merekam batin zamannya.
Hadiah uang untuk penulis yang terpilih, akan dibelikan APD (Alat Perlindungan Diri). APD segera diserahkan kepada tenaga media. Nama penulis yang terpilih akan dituliskan sebagai pemberi bantuan tersebut.
Denny menegaskan, kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian penulis dan penyair di era virus Corona. Mereka tak hanya merekam momen tragedi ini dalam puisi, mereka juga berderma.
Denny JA, selaku penggagas puisi esai, mengatakan, dalam hidup mungkin hanya sekali saja generasi ini mengalami pengalaman tragis seperti pandemik virus Corona. Untuk itu, penting para penyair dan penulis mengeksplor dan menggali aneka kisah yang menyentuh. Ini akan menjadi karya abadi yang akan dirujuk generasi mendatang.
Menurut Denny, puisi esai mini sangat sesuai untuk keperluan di atas. Puisi esai memfiksikan true story, true event, peristiwa sebenarnya. Berbeda dengan jurnalisme biasa, puisi esai lebih masuk pada dimensi interior, sisi psikologis para pelaku.
Namun berbeda dengan puisi biasa. Puisi esai berangkat dan memfiksikan kisah sebenarnya. True event itu berikut sumber beritanya tetap disertakan dalam catatan kaki. Ini puisi dengan catatan kaki layaknya paper ilmiah. Kata mini dibelakang puisi esai menunjukkan panjang puisi tak melebihi 5.000 karakter. (Baca juga: Yuk Bantu Tenaga Medis Berjuang Hadapi Corona lewat Puisi Esai Mini)
Denny JA sendiri merekam kisah seorang suami yang istrinya meninggal karena virus Corona. Betapa terpukul sang suami. Ia tak boleh memeluk mayat istrinya, dilarang memandikan, tak boleh mencium keningnya, dan dilarang membopong jenazah masuk ke liang lahat.
Sudah disusun protokol pemakaman. Bahkan sang suami diminta tak perlu menghadiri pemakaman istri yang dilaksanakan di subuh hari. Walau sudah menjadi jenazah, tubuh itu masih bisa menularkan.
Penyair lain menceritakan kisah perawat virus corona yang akhirnya menemui ajal. Ada pula kisah potret kota Jakarta yang seperti kota mati. Ada yang menceritakan korban yang sudah siap mati tapi malah bisa sembuh. Ada yang menceritakan kisah pribadi yang harus menunda pernikahan.
Panitia program ini,Kelompok Studi Proklamasi dan Ikatan Alumni SMA 31 (Ikatisa) Jakarta menyediakan Facebook untuk aneka penyair atau penulis mengirimkan karya, dengan alamat akun Berderma melalui Puisi Esai Mini.
Tak hanya penulis dari Indonesia, bahkan direncanakan penyair dan penulis negara ASEAN akan ikut serta. Tak hanya menampung puisi esai, panitia juga memberikan derma. Akan dipilih 50 puisi esai mini dari 50 penulis yang dianggap berhasil merekam batin zamannya.
Hadiah uang untuk penulis yang terpilih, akan dibelikan APD (Alat Perlindungan Diri). APD segera diserahkan kepada tenaga media. Nama penulis yang terpilih akan dituliskan sebagai pemberi bantuan tersebut.
Denny menegaskan, kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian penulis dan penyair di era virus Corona. Mereka tak hanya merekam momen tragedi ini dalam puisi, mereka juga berderma.
(thm)