Eksodus Mudik Lebih Cepat, Pengamat: Biaya Hdup di Jabodetabek Kian Berat
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengatakan, putusan tentang mudik Lebaran dari Presiden masih sangat dinanti hingga kini. Namun, sejauh ini masyarakat memang diimbau tak mudik demi menghindari meluasnya virus Corona.
"Disamping itu, diperlukan bantuan untuk menyambung keberlangsungan hidup bagi masyarakat terdampak ekonomi dari wabah Covid-19," ujarnya, Sabtu (28/3/2020).
Menurut dia, merebaknya wabah virus Corona di Jakarta dan sekitarnya membuat gelombang eksodus pulang kampung sebelum mudik Lebaran sudah berlangsung lebih cepat. Secara alamiah akan terjadi karena pekerja di sektor informal tak lagi memiliki pekerjaan. Di sisi lain, harus tetap mengeluarkan biaya hidup sehari-hari yang cukup besar.
"Keputusan perantau yang bermukim di Jabodetabek untuk pulang ke kampung halaman dilatabelakangi oleh tidak adanya jaminan hidup di perantauan. Adalah hal yang logis, karena tuntuan biaya hidup cukup tinggi di ibu kota," tuturnya.
Dia juga menganggap wajar operator transportasi umum tetap melayani masyarakat ketika memang tak ada larangan dari pemerintah untuk menghentikan operasionalnya. Jika akan menutup operasional bus umum AKAP, pemerintah harus memikirkan keberlangsungan hidup awak bus dan pekerja lainnya di bisnis bus AKAP itu.
"Pemerintah wajib memberikan kompensasi atau jaminan hidup bagi pengusaha transportasi umum yang akan dihentikan usahanya untuk sementara waktu," terangnya.
Ke depan, lanjut dia, bila sampai pemerintah memutuskan meniadakan program mudik gratis, anggaran mudik gratis dapat dialihkan pada pemudik dalam bentuk voucher bantuan sembako lebaran. Pemerintah dapat bekerjasama dengan pengusaha mini market, sehingga voucher tersebut mudah ditukarkan ke mini market terdekat.
"Sedangkan yang harus diwaspadai akan mebludaknya penggunakan sepeda motor untuk mudik lebaran. Kepolisian memiliki kewenangan mengatur arus lalu lintas di jalan raya sehingga dapat mengeluarkan maklumat penggunaan jalan raya saat mudik lebaran beserta sanksi hukumnya," tukasnya.
"Disamping itu, diperlukan bantuan untuk menyambung keberlangsungan hidup bagi masyarakat terdampak ekonomi dari wabah Covid-19," ujarnya, Sabtu (28/3/2020).
Menurut dia, merebaknya wabah virus Corona di Jakarta dan sekitarnya membuat gelombang eksodus pulang kampung sebelum mudik Lebaran sudah berlangsung lebih cepat. Secara alamiah akan terjadi karena pekerja di sektor informal tak lagi memiliki pekerjaan. Di sisi lain, harus tetap mengeluarkan biaya hidup sehari-hari yang cukup besar.
"Keputusan perantau yang bermukim di Jabodetabek untuk pulang ke kampung halaman dilatabelakangi oleh tidak adanya jaminan hidup di perantauan. Adalah hal yang logis, karena tuntuan biaya hidup cukup tinggi di ibu kota," tuturnya.
Dia juga menganggap wajar operator transportasi umum tetap melayani masyarakat ketika memang tak ada larangan dari pemerintah untuk menghentikan operasionalnya. Jika akan menutup operasional bus umum AKAP, pemerintah harus memikirkan keberlangsungan hidup awak bus dan pekerja lainnya di bisnis bus AKAP itu.
"Pemerintah wajib memberikan kompensasi atau jaminan hidup bagi pengusaha transportasi umum yang akan dihentikan usahanya untuk sementara waktu," terangnya.
Ke depan, lanjut dia, bila sampai pemerintah memutuskan meniadakan program mudik gratis, anggaran mudik gratis dapat dialihkan pada pemudik dalam bentuk voucher bantuan sembako lebaran. Pemerintah dapat bekerjasama dengan pengusaha mini market, sehingga voucher tersebut mudah ditukarkan ke mini market terdekat.
"Sedangkan yang harus diwaspadai akan mebludaknya penggunakan sepeda motor untuk mudik lebaran. Kepolisian memiliki kewenangan mengatur arus lalu lintas di jalan raya sehingga dapat mengeluarkan maklumat penggunaan jalan raya saat mudik lebaran beserta sanksi hukumnya," tukasnya.
(thm)