Merajut Toleransi, Elemen Sosial se-Kecamatan Parung Gelar Seminar

Senin, 17 Februari 2020 - 19:19 WIB
Merajut Toleransi, Elemen...
Merajut Toleransi, Elemen Sosial se-Kecamatan Parung Gelar Seminar
A A A
BOGOR - Menyadari betapa indahnya hidup bersama dalam perbedaan semua elemen masyarakat se-Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menggelar seminar bertajuk Indahnya Toleransi. Seminar ini diselenggarakan di di SMK Bina Putra Mandiri (BPM-Parung Panjang), pada Minggu (16/02/2020).

Elemen sosial dan pemerintah yang terlibat alam seminar ini antara lain Pemerintah Kecamatan Parung, Pemerintah Desa Parung Panjang, Polsek, Babinsa, MUI Kecamatan Parung, Taruna Merah Putih Kabupaten Bogor, GP Ansor, Rumah Anak Bumi, KNPI, Karang Taruna, Komunitas Katolik, Galaksi Band, Salomon, Vox Poin Indonesia, dan SMK Bina Putera Mandir, Parung Panjang

Dalam sambutannya, Dr. Frederikus Fios, selaku ketua panitia seminar mengatakan, keberagaman merupakan suatu keindahan dan rahmat yang patut disyukuri bahkan dirayakan secara bersama dengan penuh gembira dan penuh kebahagiaan. Demikian disampaikan oleh

"Keberagaman itu perlu terus dibicarakan agar dipahami, dimengerti, dihayati dan diaplikasikan dalam hidup nyata berbasis nilai-nilai kepedulian, persaudaraan, kasih sayang, perdamaian, kebaikan, penghargaan dan respek satu sama lain," kata Fois.

Hadir sebagai pembicara dalam seminar ini di antaranya Drs. Zainal Adnan (Ketua MUI Kecamatan Parung Panjang), Egi Gunadhi Wibawa, SP., MM (Ketua Taruna Merah Putih, Kabupaten Bogor), Iqbal Hasanuddin, M.Hum (Direktur Eksekutif Lembaga Studi Agama dan Filsafat) Jakarta, dan Dr. Yustinus Suhardi Ruman, S.Fil.,M.Si, (Sosiologi dan Subject Content Coordinator, Character Building Development Center, Unversitas Bina Nusantara Jakarta).

Dalam pemaparannya, Egy Gunadhi Wibawa mengatakan bahwa beribadah adalah hak dasar semua umat beragama. "Kita harus saling menghormati, saling membatu, dan bukan saling menghalang-halangi. Saya mengajak semua kita terutama genarasi muda, untuk selalu memperjuangkan hak-hak beribadah bagi siapapun yang datang dan menjadi warga di Parung Panjang ini," papar Egy.

Sementara itu, Drs. Zainal Adnan menegaskan, pihaknya sangat mendukung seminar toleransi. "Kami mengharapkan program-program seminar lintas agama, seminar-seminar untuk memperkuat semangat toleransi di antara kita untuk terus dilakukan. Sebab, keberhasilan pembanguna Parung Panjang sangat ditentukan oleh tingkat toleransi di antara warganya Kita harus saling mempelajari satu sama lain," bebernya.

Menurut Kyai Adnan, semua agama benar dalam ajarannya masing-masing. Oleh karena itu Pancasila adalah dasar dari kehidupan bersama. Pancasila tidak bertentangan dengan agama. "Adalah keliru kalau ada orang yang mengatakan bahwa Pancasila bertentangan dengan agama".

Iqbal Hasanuddin menyoroti semangat keagamaan Soekarno sebagai pencetus Pancasila. Iqbal mengatakan, Soekarno mendapat pendidikan, dan bimbingan Islam yang sangat baik. Oleh karena itu, ketika Soekarno meletakkan Pancasila sebagai dasar negara, dan bukan agama Islam, itu bukan karena dia tidak paham agama Islam, melainkan karena Soekarno sadar betul bahwa dalam negara Pancasila, Islam justru akan dapat berkembang dengan sangat baik.

"Bung Karno adalah seorang pemikir Islam yang banyak belajar Islam dari Sarekat Islam (SI), Persatuan Islam (Persis) dan Muhammadiya," katanya.

Sementara itu, Dr. Yustinus Suhardi Ruman, S.Fil,M.Si lebih menyoroti hakekat dari semangat toleransi itu sendiri. Menurut Yustinus, toleransi harus dimaknai sebagai ‘membiarkan orang lain menjadi, seharusnya ia menjadi’.

Pemaknaan toleransi seperti itu menuntut sikap yang aktif dari semua umat beragama. Toleransi tidak sekedar berada bersama secara harmoni, toleransi juga menuntut setiap umat beragama harus memastikan secara aktif bahwa orang lain, para penganut agama yang lain dapat bertumbuh, berkembang sebagai mana seharusnya mereka.

Orang Kristen, lanjut dia, harus memastikan bahwa saudaranya yang Muslim dapat menjalankan ibadahnya dengan baik. Kalau saudaranya tersebut tidak dapat menjalan ibadanya, maka ia harus membantu untuk memastikan saudaranya yang muslim itu dapat beribadah dengan baik.

"Sebab, dengan itu, ia dapat memastikan saudaranya yang Muslim itu dapat sungguh-sungguh menjadi Muslim sebagai seharusnya ia sebagai seorang Muslim. Demikian juga sebaliknya seorang Muslim harus dapat memastikan saudaranya, tetangganya yang Nasrani dapat bertumbuh menjadi seharusnya ia bertumbuh sebagai seorang Nasrani".

Jadi, toleransi dalam hal ini menuntut tanggungjawab sosial setiap orang. Tanggunjawab sosial tersebut, kata Yustinus, merupakan panggilan kemanusiaan sebagai umat Allah yang mahakuasa.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1461 seconds (0.1#10.140)