Ibu Kota Dipindah, Jakarta Masih Denyut Nadi Utama

Senin, 03 Februari 2020 - 05:29 WIB
Ibu Kota Dipindah, Jakarta Masih Denyut Nadi Utama
Ibu Kota Dipindah, Jakarta Masih Denyut Nadi Utama
A A A
Di rapat kerja daerah (rakerda) Partai Gerindra, Muhammad Taufik tiba-tiba bicara mengenai status ibu kota yang disandang Jakarta. Ia mengungkapkan status itu akan tamat pada pertengahan tahun ini. Sebagai politikus Tanah Betawi, ia tak keberatan ibu kota pindah ke Pulau Borneo. “Cuma kami minta Jakarta jadi apa (nanti),” ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta itu.

Sampai saat ini, memang belum ada kejelasan mengenai status Jakarta setelah tak menjadi ibu kota negara. Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan wilayah yang dipimpinnya akan tetap menjadi pusat perekonomian. Maka, peraturan-peraturan yang akan lahir nantinya disesuaikan dengan tujuan itu.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diketahui sudah mengajukan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia pada Agustus lalu. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengatakan, dalam usulan itu pemprov telah menghilangkan fungsi Jakarta sebagai ibu kota negara.

Status sebagai daerah khusus yang sudah disandang puluhan tahun bisa hilang atau berganti selain ibu kota. Akmal mengatakan tetap ada ruang bagi Jakarta dapat status otonomi khusus, misal pusat pertumbuhan ekonomi atau bisnis. Hal tersebut bergantung dari kesepakatan dari pembuat UU, yakni presiden yang nanti diwakili jajaran menteri dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Pada Pasal 360 ayat (1) dan (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) memungkinkan untuk membentuk kawasan ekonomi khusus. Ini celah bagi Jakarta untuk mendapat status itu. Pemprov DKI Jakarta punya banyak alasan: infrastruktur, konektivitas ke wilayah lain, pintu gerbang internasional, dan berbagai pusat perbelanjaan, ada semua. Juga sejumlah perusahaan besar, baik lokal dan internasional, bermukim di Jakarta. “Yang pasti ini sudah bertumbuh kembang dengan baik,” tutur Akmal.

Pelaksana Tugas (Plt.) Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, menegaskan hanya fungsi sebagai ibu kota saja yang hilang dari Jakarta. Namun, tidak untuk fungsi lainnya. Jakarta, lanjut Bahtiar, selama ini memiliki banyak fungsi, mulai dari pusat pendidikan hingga bisnis. “Jakarta ini bisa ratusan kalau didefinisikan fungsinya,” terangnya kepada SINDO Weekly, Kamis pekan lalu.

Terkait dengan bentuk pemerintahan, ia pun menilai sebaiknya seperti sekarang saja. Misal, untuk wali kota dan bupati ditunjuk langsung oleh gubernur. “Apa pentingnya kalau bikin daerah otonomi baru,” tuturnya. Anggota DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana mengatakan setelah tak jadi ibu kota, Jakarta harus mempersiapkan diri untuk menjadi kota bisnis bertaraf internasional.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7885 seconds (0.1#10.140)
pixels