Pewaris Kerajaan Nusantara Ungkap Kunci Cegah Kemunculan Raja Abal-abal
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Para pewaris kerajaan nusantara yang tergabung dalam Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) menggelar pertemuan di kawasan Intermark, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel).
Mereka turut menyikapi hebohnya kemunculan kerajaan abal-abal belakangan ini. Disebutkan, klaim kerajaan yang datang silih-berganti di berbagai daerah merupakan dampak kurang sinerginya antara pewaris kerajaan nusantara yang sah dengan pemerintah.
"Hanya memang, karena pembangunan negara bangsa selama ini itu belum memberikan peran yang lebih nyata kepada kerajaan-kerajaan yang notabene justru sudah ada sebelum negara Indonesia dulu berdiri. Maka sekarang kita bersinergi dengan pemerintah, karena amanat undang-undang juga seperti itu," terang Ketua Harian MAKN, KPH Eddy Wirabumi, Rabu 29 Januari 2020.
Dia mengatakan, pemerintah daerah dalam undang-undang pemerintahan daerah, diwajibkan untuk menjaga nilai-nilai tradisi.
"Kemudian ada juga yang secara konstitusi dasar, terlindungi di sana, terutama adalah daerah-daerah yang dulu membangun bangsa ini, dulu itu cuma 8 provinsi dan 2 daerah istimewa itu Surakarta dan Yogjakarta," imbuhnya.
Menurut Eddy, guna mengantisipasi klaim kerajaan abal-abal yang meresahkan masyarakat, maka ke depan baik pemerintah ataupun para pewaris kerajaan harus bersama-sama menata bagaimana kebudayaan sebagai jati diri bangsa direkatkan kembali.
"Dalam penataan negara ke depan, yang ingin berjati diri di dalam kebudayaan, itu mestinya beliau-beliau yang memang menjadi pusat-pusat pelestarian budaya ini harus diajak kembali membangun negara bangsa ini, setidaknya di bidang kebudayaan," ucapnya.
Sebagai pewaris sah kerajaan nusantara, MAKN sendiri mengapresiasi kinerja aparat penegak hukum yang langsung memerkarakan pelaku kerajaan abal-abal.
Dijelaskan Eddy, praktik kerajaan abal-abal jelas sudah merugikan masyarakat karena bermotif hanya untuk mendulang keuntungan materi.
"Saya rasa apa yang dilakukan pihak kepolisian sudah tepat, sudah pas, karena itu didasarkan pada hoax, pada data palsu. Kami serahkan ke aparat penegak hukum. Karena itu sudah menyangkut kriminal di bidang hukum," tegasnya.
MAKN sendiri merupakan wadah para raja, para sultan, pemangku adat, yang sudah ada sejak jauh sebelum keberadaan negara Republik Indonesia. Data yang tercatat saat ini, jumlah pewaris kerajaan yang tergabung dalam MAKN mencapai 56 kerajaan, dari total kerajaan yang diprediksi mencapai sekira 250-an kerajaan kecil dan besar.
"Kami memang sekarang ini baru 56 (kerajaan). Tapi kalau kita lihat dari seluruh data kerajaan yang ada sebelum berdirinya negara Indonesia, waktu itu, tapi tidak semuanya besar ya, ada yang kecil-kecil juga, lebih dari 250 (kerajaan)," tuturnya.
Lebih lanjut dia menambahkan, perlu perhatian lebih kepada pewaris kerajaan nusantara yang sah. Dengan harapan, sinergisitas akan terbangun, sehingga jati diri bangsa atas berbagai kebudayaan makin kokoh tertanam pada generasi baru.
"Ini yang sudah ada ini, masih ada, dan mereka masih menjalankan adat dan tradisinya, inilah yang harus disinergikan dengan pemerintah. Kalau antara kerajaan ini dengan pemerintah bisa sinergi, saya rasa ini akan membawa kita kepada jati diri budaya bangsa," ungkapnya.
Sementara di lokasi yang sama, salah satu pewaris kerajaan Lampung, Edwar Syah Pernong, menjelaskan perbedaan raja abal-abal dengan raja nusantara yang sah. Menurut mantan Kapolda Lampung itu, raja abal-abal hanya mengutamakan kepentingan pribadi melalui kreasi berbalut tampilan eksebisi.
"Kalau raja (sah) itu dia adalah penegak tradisi, meluruskan tradisi-tradisi, kemudian merangkum kearifan-kearifan lokal sebagai kapital sosial kebudayaan nasional. Karena puncak dari kebudayan lokal ini adalah kebudayaan nasional," tandasnya.
Mereka turut menyikapi hebohnya kemunculan kerajaan abal-abal belakangan ini. Disebutkan, klaim kerajaan yang datang silih-berganti di berbagai daerah merupakan dampak kurang sinerginya antara pewaris kerajaan nusantara yang sah dengan pemerintah.
"Hanya memang, karena pembangunan negara bangsa selama ini itu belum memberikan peran yang lebih nyata kepada kerajaan-kerajaan yang notabene justru sudah ada sebelum negara Indonesia dulu berdiri. Maka sekarang kita bersinergi dengan pemerintah, karena amanat undang-undang juga seperti itu," terang Ketua Harian MAKN, KPH Eddy Wirabumi, Rabu 29 Januari 2020.
Dia mengatakan, pemerintah daerah dalam undang-undang pemerintahan daerah, diwajibkan untuk menjaga nilai-nilai tradisi.
"Kemudian ada juga yang secara konstitusi dasar, terlindungi di sana, terutama adalah daerah-daerah yang dulu membangun bangsa ini, dulu itu cuma 8 provinsi dan 2 daerah istimewa itu Surakarta dan Yogjakarta," imbuhnya.
Menurut Eddy, guna mengantisipasi klaim kerajaan abal-abal yang meresahkan masyarakat, maka ke depan baik pemerintah ataupun para pewaris kerajaan harus bersama-sama menata bagaimana kebudayaan sebagai jati diri bangsa direkatkan kembali.
"Dalam penataan negara ke depan, yang ingin berjati diri di dalam kebudayaan, itu mestinya beliau-beliau yang memang menjadi pusat-pusat pelestarian budaya ini harus diajak kembali membangun negara bangsa ini, setidaknya di bidang kebudayaan," ucapnya.
Sebagai pewaris sah kerajaan nusantara, MAKN sendiri mengapresiasi kinerja aparat penegak hukum yang langsung memerkarakan pelaku kerajaan abal-abal.
Dijelaskan Eddy, praktik kerajaan abal-abal jelas sudah merugikan masyarakat karena bermotif hanya untuk mendulang keuntungan materi.
"Saya rasa apa yang dilakukan pihak kepolisian sudah tepat, sudah pas, karena itu didasarkan pada hoax, pada data palsu. Kami serahkan ke aparat penegak hukum. Karena itu sudah menyangkut kriminal di bidang hukum," tegasnya.
MAKN sendiri merupakan wadah para raja, para sultan, pemangku adat, yang sudah ada sejak jauh sebelum keberadaan negara Republik Indonesia. Data yang tercatat saat ini, jumlah pewaris kerajaan yang tergabung dalam MAKN mencapai 56 kerajaan, dari total kerajaan yang diprediksi mencapai sekira 250-an kerajaan kecil dan besar.
"Kami memang sekarang ini baru 56 (kerajaan). Tapi kalau kita lihat dari seluruh data kerajaan yang ada sebelum berdirinya negara Indonesia, waktu itu, tapi tidak semuanya besar ya, ada yang kecil-kecil juga, lebih dari 250 (kerajaan)," tuturnya.
Lebih lanjut dia menambahkan, perlu perhatian lebih kepada pewaris kerajaan nusantara yang sah. Dengan harapan, sinergisitas akan terbangun, sehingga jati diri bangsa atas berbagai kebudayaan makin kokoh tertanam pada generasi baru.
"Ini yang sudah ada ini, masih ada, dan mereka masih menjalankan adat dan tradisinya, inilah yang harus disinergikan dengan pemerintah. Kalau antara kerajaan ini dengan pemerintah bisa sinergi, saya rasa ini akan membawa kita kepada jati diri budaya bangsa," ungkapnya.
Sementara di lokasi yang sama, salah satu pewaris kerajaan Lampung, Edwar Syah Pernong, menjelaskan perbedaan raja abal-abal dengan raja nusantara yang sah. Menurut mantan Kapolda Lampung itu, raja abal-abal hanya mengutamakan kepentingan pribadi melalui kreasi berbalut tampilan eksebisi.
"Kalau raja (sah) itu dia adalah penegak tradisi, meluruskan tradisi-tradisi, kemudian merangkum kearifan-kearifan lokal sebagai kapital sosial kebudayaan nasional. Karena puncak dari kebudayan lokal ini adalah kebudayaan nasional," tandasnya.
(mhd)