Banjir Besar, Peneliti ITB Sebut Hujan di Jabodetabek Kejadian Langka
A
A
A
JAKARTA - Peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Wahyu Hadi menyebutkan, hujan yang terjadi pada 31 Desember 2019 hingga 1 Januari 2010 merupakan kejadian langka yang jarang terjadi di Jabodetabek pada kurun waktu tertentu.
Menurut Tri, hujan yang terjadi di Jabodetabek sebenarnya sudah tergambarkan oleh beberapa citra satelit dan radar cuaca. Namun saat itu tidak bisa diprediksi kapan dan durasi terjadinya hujan. Bahkan, hujan di wilayah itu membentuk sistem garis (squall line), walaupun perlu dikonfirmasi lebih lanjut untuk analisis ini.
"Memang kali ini berbeda kasusnya. Ada air kiriman (dari hulu), ditambah hujan tinggi di hilir. Memang pada tanggal 29 Desember, prediksi curah hujan sampai 30%. Tanggal 31 sampai 70-80% dan itu naik drastis. Itu sudah diprediksi oleh model cuaca," kata dia pada diskusi LPPM ITB di CC Timur ITB, Kota Bandung, Jumat (10/1/2020).
Menurut dia, yang membedakan dari hujan di Jabodetabek, terjadi hingga 24 jam. Hujan dengan durasi lama dan tinggi, jarang terjadi di utara jawa dengan kondisi awan yang terjadi antara 50 hingga 100 tahun. Walaupun di Sumatera sudah sering terjadi untuk awan squale line.
Data dari berbagai sumber, curah hujan di Jabodetabek tinggi, Stasiun BMKG tercatat sampai 370 mm/hari. Tetapi, menariknya DAS Ciliwung tidak banyak terima hujan. Padahal biasanya banjir Jakarta dari terjadi akibat luapan Sungai Ciliwung.
Hal itu bisa dilihat pada tinggi air di pintu air Katulampa pada tanggal itu 1,8 meter dan Depok 4,3 meter. Sementara di hilir, terjadi kenaikan di Pintu Air Manggarai 9,6 meter. Artinya, curah hujan tinggi di hilir.
"Ini memang belum puncak musim hujan. Tetapi apakah hujan dengan curah hujan tinggi bakal terjadi lagi, tidak bisa diprediksi untuk kasus yang sama seperti ini. Apakah sampai 24 atau berdurasi sebentar," imbuh dia.
Menurut Tri, hujan yang terjadi di Jabodetabek sebenarnya sudah tergambarkan oleh beberapa citra satelit dan radar cuaca. Namun saat itu tidak bisa diprediksi kapan dan durasi terjadinya hujan. Bahkan, hujan di wilayah itu membentuk sistem garis (squall line), walaupun perlu dikonfirmasi lebih lanjut untuk analisis ini.
"Memang kali ini berbeda kasusnya. Ada air kiriman (dari hulu), ditambah hujan tinggi di hilir. Memang pada tanggal 29 Desember, prediksi curah hujan sampai 30%. Tanggal 31 sampai 70-80% dan itu naik drastis. Itu sudah diprediksi oleh model cuaca," kata dia pada diskusi LPPM ITB di CC Timur ITB, Kota Bandung, Jumat (10/1/2020).
Menurut dia, yang membedakan dari hujan di Jabodetabek, terjadi hingga 24 jam. Hujan dengan durasi lama dan tinggi, jarang terjadi di utara jawa dengan kondisi awan yang terjadi antara 50 hingga 100 tahun. Walaupun di Sumatera sudah sering terjadi untuk awan squale line.
Data dari berbagai sumber, curah hujan di Jabodetabek tinggi, Stasiun BMKG tercatat sampai 370 mm/hari. Tetapi, menariknya DAS Ciliwung tidak banyak terima hujan. Padahal biasanya banjir Jakarta dari terjadi akibat luapan Sungai Ciliwung.
Hal itu bisa dilihat pada tinggi air di pintu air Katulampa pada tanggal itu 1,8 meter dan Depok 4,3 meter. Sementara di hilir, terjadi kenaikan di Pintu Air Manggarai 9,6 meter. Artinya, curah hujan tinggi di hilir.
"Ini memang belum puncak musim hujan. Tetapi apakah hujan dengan curah hujan tinggi bakal terjadi lagi, tidak bisa diprediksi untuk kasus yang sama seperti ini. Apakah sampai 24 atau berdurasi sebentar," imbuh dia.
(ysw)