WNA Berkeliaran Minta Sumbangan Ilegal, Hasilnya Puluhan Juta
A
A
A
DEPOK - Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Depok mengamankan dua warga negara asing (WNA) asal Pakistan. Keduanya diamankan setelah petugas mendapat laporan dari warga karena maraknya WNA yang meminta sumbangan secara paksa. Kedua WNA itu diamankan di sekitaran Masjid Jalan Raya Margonda.
Kepala Sub Seksi Intelijen Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Depok, Joko Ardianto Wibowo mengatakan, keduanya adalah FG dan MAG. Mereka ada di Indonesia atas sponsor dari PT GTI. "Mereka memegang izin tinggal untuk beberapa kali perjalanan dengan penjamin (PT GTI). Disinyalir ini sebuah lembaga di Pakistan yang mendatangkan orang asing tanpa tujuan tidak jelas," ujarnya kepada wartawan, Minggu (29/12/2029).
Informasi yang didapat, uang hasil sumbangan yang mereka kumpulkan dikirimkan kepada seseorang melalui jasa pengiriman uang Western Union kepada pria berinisial ABG yang juga warga negara asal Pakistan. Dana yang terkumpul selama keduanya berada di Indonesia sudah sekitar Rp39.713.000. Mereka biasa berkeliling dan meminta-minta ke beberapa Dewan Kemakmuran Masjid, seperti Depok, Bogor, dan Bekasi.
"Kegiatan pemungutan ini tidak memiliki izin, terutama paspor dan Visa yang mereka miliki juga bukan diperuntukkan untuk melakukan kegiatan seperti ini (meminta-minta)," ungkapnya.
Aktivitas kedua WNA itu dianggap meresahkan. Pasalnya banyak warga yang melapor perihal aktivitas mereka, karena kerap meminta sumbangan secara memaksa. "Kami pun menindaklanjuti laporan tersebut dan hasilnya sudah kami dapatkan," paparnya.
Sebelumnya, pihaknya juga sempat melakukan penangkapan terhadap seorang WNA asal Pakistan yang juga melakukan pemungutan uang kepada masyarakat, dengan alasan untuk bantuan Palestina. "Tentunya, kegiatan yang dilakukan mereka adalah pungutan liar. Oleh sebab itu kami bergerak menangkap mereka," tegasnya.
Kedua WNA itu memiliki paspor dan izin tinggal masih aktif. Mereka diberi waktu selama 60 hari tinggal di Indonesia dengan tujuan berbisnis. "Mereka menggunakan Visa dengan kode D212, tujuannya untuk bisnis. Tetapi di sini mereka menyalahi aturan, bukannya berbisnis malahan meminta-minta sumbangan," katanya.
Mereka sudah dua kali datang ke Indonesia. Sistemnya setelah uang terkumpul dan sudah mencapai batas waktu tinggal (60) hari mereka pergi (meninggalkan Indonesia). Nanti mereka kembali lagi, menjalankan kembali kegiatannya," jelasnya.
Kedua WNA tersebut akan segera dideportasi dan masuk dalam daftar pencekalan. Namun pihak imigrasi akan melakukan penyelidikan dan BAP terlebih dahulu. Dia mengimbau kepada masyarakat, khususnya Dewan Kemakmuran Masjid, agar lebih waspada terhadap berbagai jenis pungutan atau sumbangan, terutama yang dilakukan oleh WNA.
Di sisi lain, pihaknya akan segera melakukan pemanggilan terhadap penjamin kedua WNA Pakistan tersebut yaitu PT GTI, untuk mengetahui apa tujuan mendatangkan mereka ke Indonesia. "Dalam waktu dekat akan dipanggil, dan kemungkinan ini sindikat karena ketika kami mengintrogasi soal siapa sponsor yang memfasilitasi, mereka bilang tidak tahu," katanya.
Pihaknya juga masih terus menggali keterangan dari kedua orang asing dan penjaminnya. Mereka bisa dikenakan Undang-Undang (UU) Keimigrasian dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda sekitar 500 juta.
Kepala Sub Seksi Intelijen Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Depok, Joko Ardianto Wibowo mengatakan, keduanya adalah FG dan MAG. Mereka ada di Indonesia atas sponsor dari PT GTI. "Mereka memegang izin tinggal untuk beberapa kali perjalanan dengan penjamin (PT GTI). Disinyalir ini sebuah lembaga di Pakistan yang mendatangkan orang asing tanpa tujuan tidak jelas," ujarnya kepada wartawan, Minggu (29/12/2029).
Informasi yang didapat, uang hasil sumbangan yang mereka kumpulkan dikirimkan kepada seseorang melalui jasa pengiriman uang Western Union kepada pria berinisial ABG yang juga warga negara asal Pakistan. Dana yang terkumpul selama keduanya berada di Indonesia sudah sekitar Rp39.713.000. Mereka biasa berkeliling dan meminta-minta ke beberapa Dewan Kemakmuran Masjid, seperti Depok, Bogor, dan Bekasi.
"Kegiatan pemungutan ini tidak memiliki izin, terutama paspor dan Visa yang mereka miliki juga bukan diperuntukkan untuk melakukan kegiatan seperti ini (meminta-minta)," ungkapnya.
Aktivitas kedua WNA itu dianggap meresahkan. Pasalnya banyak warga yang melapor perihal aktivitas mereka, karena kerap meminta sumbangan secara memaksa. "Kami pun menindaklanjuti laporan tersebut dan hasilnya sudah kami dapatkan," paparnya.
Sebelumnya, pihaknya juga sempat melakukan penangkapan terhadap seorang WNA asal Pakistan yang juga melakukan pemungutan uang kepada masyarakat, dengan alasan untuk bantuan Palestina. "Tentunya, kegiatan yang dilakukan mereka adalah pungutan liar. Oleh sebab itu kami bergerak menangkap mereka," tegasnya.
Kedua WNA itu memiliki paspor dan izin tinggal masih aktif. Mereka diberi waktu selama 60 hari tinggal di Indonesia dengan tujuan berbisnis. "Mereka menggunakan Visa dengan kode D212, tujuannya untuk bisnis. Tetapi di sini mereka menyalahi aturan, bukannya berbisnis malahan meminta-minta sumbangan," katanya.
Mereka sudah dua kali datang ke Indonesia. Sistemnya setelah uang terkumpul dan sudah mencapai batas waktu tinggal (60) hari mereka pergi (meninggalkan Indonesia). Nanti mereka kembali lagi, menjalankan kembali kegiatannya," jelasnya.
Kedua WNA tersebut akan segera dideportasi dan masuk dalam daftar pencekalan. Namun pihak imigrasi akan melakukan penyelidikan dan BAP terlebih dahulu. Dia mengimbau kepada masyarakat, khususnya Dewan Kemakmuran Masjid, agar lebih waspada terhadap berbagai jenis pungutan atau sumbangan, terutama yang dilakukan oleh WNA.
Di sisi lain, pihaknya akan segera melakukan pemanggilan terhadap penjamin kedua WNA Pakistan tersebut yaitu PT GTI, untuk mengetahui apa tujuan mendatangkan mereka ke Indonesia. "Dalam waktu dekat akan dipanggil, dan kemungkinan ini sindikat karena ketika kami mengintrogasi soal siapa sponsor yang memfasilitasi, mereka bilang tidak tahu," katanya.
Pihaknya juga masih terus menggali keterangan dari kedua orang asing dan penjaminnya. Mereka bisa dikenakan Undang-Undang (UU) Keimigrasian dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda sekitar 500 juta.
(thm)