Turis Timur Tengah Berulah di Puncak, Bupati Bogor Lakukan Nobat
A
A
A
BOGOR - Sorot tajam matanya jeli melihat lalu lalang kendaraan maupun pejalan kaki. Sesekali mengernyitkan dahi karena saban hari duduk, berpatroli keluar masuk toko bertuliskan huruf Arab yang dijaganya.Di usianya yang ke 45 tahun, Bohe, petugas keamanan asal Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor ini tak segan bertegur sapa kepada pengunjung kawasan Warung Kaleng atau Kampung Arab di Jalan Raya Puncak.
"Meskipun enggak belajar di sekolah, tapi sedikit-sedikit ngertilah bahasa Arab, karena hampir setiap hari, selama lebih dari 15 tahun saya bergaul dengan para Warga Negara Asing (WNA) asal Timur Tengah yang berwisata ke sini (kawasan Puncak, Warung Kaleng)," kata Bohe saat ditemui dan ditanya arti tulisan Arab di depan ruko yang dijaganya, Rabu (25/12/2019).
Ayah anak tiga itu, menuturkan WNA asal Timur Tengah yang sering terlihat di pinggir jalan maupun toko-toko di kawasan Warung Kaleng, Kampung Arab ini tujuannya bermacam-macam, mulai dari wisatawan, pengungsi hingga membuka bisnis.
"Tapi kalau yang buka usaha seperti bos saya ini adalah pengusaha asal Arab Saudi. Datang ke Indonesia sebulan sekali untuk memantau bisnisnya di Puncak. Tak semua kios atau toko yang bertuliskan Arab itu milik orang Timur Tengah, banyak juga pribumi maupun warga Jakarta," ujarnya.
Menurut Bohe, isu kawin kontrak hampir setiap tahun mencuat, sehingga fenomena ini sangat sensitif bagi warga sekitar yang selama ini mengandalkan pendapatannya dari WNA asal Timur Tengah. "Tak hanya itu, kita juga sempat tak menyangka dalam waktu dekat tepatnya awal tahun ini, Pemda meminta para pemilik toko mengganti tulisan Arab menjadi bahasa Indonesia," ujarnya.
Berdasarkan informasi dihimpun kebijakan penertiban huruf Arab di kawasan Puncak diketahui sebagai bagian dari program nongol babat (nobat) Bupati Bogor, Ade Yasin. Tak hanya itu penertiban ini juga untuk menghapus stigma negatif kawasan Puncak, Bogor kerap dijadikan sebagai tempat favorit wisatawan mancanegara (wisman) asal Timur Tengah, dalam melepas birahinya.
"Maka dari itu, kami bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) akan terus menggencarkan program nongol babat," ungkap Ade Yasin.
Dia menjelaskan langkah-langkah konkrit program nongol babat terhadap penyakit masyarakat itu diantaranya menindak para pelaku prostitusi terselubung berkedok kawin kontrak melakukan penertiban tempat usaha maupun reklame dikawasan Puncak yang menggunakan aksara Timur Tengah atau tulisan Arab.
"Penertiban plang atau reklame tanpa izin dan berbahasa (bertuliskan) Arab itu sudah diagendakan, besok kita mulai dan akan dilanjutkan awal tahun (2020). Karena ini di Indonesia harusnya memakai bahasa Indonesia bukan bahasa Arab," ujarnya.
Dia juga menegaskan upaya penertiban atribut maupun reklame tempat usaha berbahasa Arab di Puncak ini juga untuk mencegah legalisasi praktik prostitusi dan kegiatan negatif lainnya. "Sebab selama ini di kawasan Puncak yang banyak (tempat usaha) bertuliskan Arab sering mengundang tanda tanya juga kerap diasumsikan negatif karena ulah wisatawan mancanegara asal Timur Tengah," jelasnya.
Kemudian, langkah selanjutnya, pihaknya juga sudah memerintahkan para kepala desa, agar melakukan pengawasan lebih ketat, bahkan jika perlu dihidupkan kembali aturan tamu wajib lapor 1x24 jam kepada RT/RW agar terpantau semua para pendatang yang masuk wilayahnya.
"Iya kita sudah minta kepada seluruh kepala desa maupun camat di kawasan Puncak (Ciawi-Megamendung-Cisarua) untuk melakukan pengawasan secara ketat bagi para wisatawan mancanegara asal Timur Tengah yang datang ke kawasan Puncak hanya untuk merusak nama baik Kabupaten Bogor melalui praktik-praktik prostitusi terselubung semacam kawin kontrak ini," ujarnya.
Sebab, kata dia, Kepala Desa maupun Camat merupakan kepanjangan tangan dari kepala daerah terdekat dalam melayani maupun mengawasi masyarakatnya. "Di antaranya segera atau cepat membuat laporan atau catatan terkait wisatawan mancanegara Timur Tengah ini, kemudian ditindaklanjuti oleh Satpol PP yang ada di kecamatan, jika kekurangan personil segera minta bantuan ke pemerintah daerah, terpenting ada laporan," ujarnya.
Ade yakin ini bukan satu-satunya jaringan sindikat prostitusi terselubung modus kawin kontrak di Puncak. Tapi, masih banyak pelaku lainnya, karena fenomena sosial ini sudah berlangsung sejak lama, sehingga diperlukan investigasi lebih lanjut untuk mengungkap jaringan sindikat prostitusi lainnya.
"Sebetulnya dari dulu juga Pemkab (Satpol PP) maupun kepolisian (Polres) sudah ada pergerakan dalam menindak (kawin kontrak) ini, cuma tidak terekspose seperti sekarang bahkan sempat viral di media sosial, akhirnya kita melalui Forkopimda melakukan rapat dan sepakat bagaimana kejadian-kejadian negatif seperti ini bisa dihilangkan," ungkapnya.
Bahkan, Ade menyampaikan, sebelum membongkar kasus prostitusi terselubung berkedok kawin kontrak ini, Forkopimda langsung membentuk tim gabungan untuk memberantas fenomena kawin kontrak agar tidak berulang.
"Kita ingin Puncak kembali bersih, dan kembali menjadi destinasi wisata nasional yang aman dan nyaman. Kalau sekarang kan mereka atau wisawatan yang datang ke toko-toko (Kawasan Kampung Arab) dianggap negatif," katanya.
Dia menjelaskan persoalan kawin kontrak yang melibatkan para wisatawan ini, ternyata jadi masalah juga bagi keimigrasian. Maka dari itu, pihaknya sejak lama berkeinginan untuk memindahkan pusat pengungsian yang didominasi imigran asal Timur Tengah di kawasan Puncak ini dipindahkan.
"Kami juga telah berkordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia agar merelokasi tempat penampungan pengungsi yang ada di Puncak. Karena sudah banyak ditemukan pengungsi yang berbaur dengan masyarakat sekitar membuka usaha seperti berdagang dan sebagainya, sehingga menggeser warga setempat dalam berusaha sejak lama. Bahkan tak hanya di Puncak tapi sudah ada yang berjualan di Pakansari, Cibinong," ujarnya.
Sebab, lanjut dia, jika para pengungsi ini terus menetap di Puncak sebagai lokasi pengungsian, berpotensi mengganggu para wisatawan maupun warga setempat. Selain itu, melalui program nongol babat (nobat) terhadap tempat - tempat yang disinyalir kerap jadikan lokasi prostitusi di Kabupaten Bogor ini, pihaknya juga akan menyisir sejumlah vila maupun penginapan di Puncak ini.
"Itu artinya tak hanya prostitusi saja. Tak menutup kemungkinan mereka (WNA Timur Tengah) dalam membuka bisnis disini dengan cara ilegal. Tapi selama ini mereka berbisnis membuka kios atau toko di Puncak ini sering menggunakan identitas warga setempat," ujarnya.
Sementara itu, Kapolres Bogor AKBP M Joni mengungkapkan dengan ditangkapnya empat pelaku dan enam korban kawin kontrak ini sebagai wujud komitmen mendukung Pemkab Bogor dalam menjalankan program nobat yang memang praktiknya melanggar UU dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
"Ya kita akan terus lakukan pengembangan untuk mengindentifikasi kelompok atau sindikat lainnya (Kawin Kontrak) di Puncak ini. Kita berkeyakinan tak hanya satu sindikat saja. Kita cek ya karena dengan ditangkapnya empat pelaku yang dua diantaranya mucikari ini memang ada pelaku lainnya yang sudah menghilang dari wilayah Cisarua," ungkapnya.
Pihaknya berjanji dalam waktu dekat menangkap pelaku lainnya yang sempat kabur saat hendak ditangkap. "Yang jelas masih di wilayah Bogor juga. Sebab jika tidak dilakukan tindak tegas secara serius gejala penyakit masyarakat itu sulit dihilangkan. Sebab ini juga ada kaitannya dengan kebutuhan ekonomi, sehingga penyakit masyarakat semacam kawin kontrak ini akan terus ada. Tapi setidaknya dengan yang kita lakukan ini dapat mencegah hingga menimbulkan kesan negatif terkait prostitusi di wilayah Puncak ini," ujarnya
"Meskipun enggak belajar di sekolah, tapi sedikit-sedikit ngertilah bahasa Arab, karena hampir setiap hari, selama lebih dari 15 tahun saya bergaul dengan para Warga Negara Asing (WNA) asal Timur Tengah yang berwisata ke sini (kawasan Puncak, Warung Kaleng)," kata Bohe saat ditemui dan ditanya arti tulisan Arab di depan ruko yang dijaganya, Rabu (25/12/2019).
Ayah anak tiga itu, menuturkan WNA asal Timur Tengah yang sering terlihat di pinggir jalan maupun toko-toko di kawasan Warung Kaleng, Kampung Arab ini tujuannya bermacam-macam, mulai dari wisatawan, pengungsi hingga membuka bisnis.
"Tapi kalau yang buka usaha seperti bos saya ini adalah pengusaha asal Arab Saudi. Datang ke Indonesia sebulan sekali untuk memantau bisnisnya di Puncak. Tak semua kios atau toko yang bertuliskan Arab itu milik orang Timur Tengah, banyak juga pribumi maupun warga Jakarta," ujarnya.
Menurut Bohe, isu kawin kontrak hampir setiap tahun mencuat, sehingga fenomena ini sangat sensitif bagi warga sekitar yang selama ini mengandalkan pendapatannya dari WNA asal Timur Tengah. "Tak hanya itu, kita juga sempat tak menyangka dalam waktu dekat tepatnya awal tahun ini, Pemda meminta para pemilik toko mengganti tulisan Arab menjadi bahasa Indonesia," ujarnya.
Berdasarkan informasi dihimpun kebijakan penertiban huruf Arab di kawasan Puncak diketahui sebagai bagian dari program nongol babat (nobat) Bupati Bogor, Ade Yasin. Tak hanya itu penertiban ini juga untuk menghapus stigma negatif kawasan Puncak, Bogor kerap dijadikan sebagai tempat favorit wisatawan mancanegara (wisman) asal Timur Tengah, dalam melepas birahinya.
"Maka dari itu, kami bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) akan terus menggencarkan program nongol babat," ungkap Ade Yasin.
Dia menjelaskan langkah-langkah konkrit program nongol babat terhadap penyakit masyarakat itu diantaranya menindak para pelaku prostitusi terselubung berkedok kawin kontrak melakukan penertiban tempat usaha maupun reklame dikawasan Puncak yang menggunakan aksara Timur Tengah atau tulisan Arab.
"Penertiban plang atau reklame tanpa izin dan berbahasa (bertuliskan) Arab itu sudah diagendakan, besok kita mulai dan akan dilanjutkan awal tahun (2020). Karena ini di Indonesia harusnya memakai bahasa Indonesia bukan bahasa Arab," ujarnya.
Dia juga menegaskan upaya penertiban atribut maupun reklame tempat usaha berbahasa Arab di Puncak ini juga untuk mencegah legalisasi praktik prostitusi dan kegiatan negatif lainnya. "Sebab selama ini di kawasan Puncak yang banyak (tempat usaha) bertuliskan Arab sering mengundang tanda tanya juga kerap diasumsikan negatif karena ulah wisatawan mancanegara asal Timur Tengah," jelasnya.
Kemudian, langkah selanjutnya, pihaknya juga sudah memerintahkan para kepala desa, agar melakukan pengawasan lebih ketat, bahkan jika perlu dihidupkan kembali aturan tamu wajib lapor 1x24 jam kepada RT/RW agar terpantau semua para pendatang yang masuk wilayahnya.
"Iya kita sudah minta kepada seluruh kepala desa maupun camat di kawasan Puncak (Ciawi-Megamendung-Cisarua) untuk melakukan pengawasan secara ketat bagi para wisatawan mancanegara asal Timur Tengah yang datang ke kawasan Puncak hanya untuk merusak nama baik Kabupaten Bogor melalui praktik-praktik prostitusi terselubung semacam kawin kontrak ini," ujarnya.
Sebab, kata dia, Kepala Desa maupun Camat merupakan kepanjangan tangan dari kepala daerah terdekat dalam melayani maupun mengawasi masyarakatnya. "Di antaranya segera atau cepat membuat laporan atau catatan terkait wisatawan mancanegara Timur Tengah ini, kemudian ditindaklanjuti oleh Satpol PP yang ada di kecamatan, jika kekurangan personil segera minta bantuan ke pemerintah daerah, terpenting ada laporan," ujarnya.
Ade yakin ini bukan satu-satunya jaringan sindikat prostitusi terselubung modus kawin kontrak di Puncak. Tapi, masih banyak pelaku lainnya, karena fenomena sosial ini sudah berlangsung sejak lama, sehingga diperlukan investigasi lebih lanjut untuk mengungkap jaringan sindikat prostitusi lainnya.
"Sebetulnya dari dulu juga Pemkab (Satpol PP) maupun kepolisian (Polres) sudah ada pergerakan dalam menindak (kawin kontrak) ini, cuma tidak terekspose seperti sekarang bahkan sempat viral di media sosial, akhirnya kita melalui Forkopimda melakukan rapat dan sepakat bagaimana kejadian-kejadian negatif seperti ini bisa dihilangkan," ungkapnya.
Bahkan, Ade menyampaikan, sebelum membongkar kasus prostitusi terselubung berkedok kawin kontrak ini, Forkopimda langsung membentuk tim gabungan untuk memberantas fenomena kawin kontrak agar tidak berulang.
"Kita ingin Puncak kembali bersih, dan kembali menjadi destinasi wisata nasional yang aman dan nyaman. Kalau sekarang kan mereka atau wisawatan yang datang ke toko-toko (Kawasan Kampung Arab) dianggap negatif," katanya.
Dia menjelaskan persoalan kawin kontrak yang melibatkan para wisatawan ini, ternyata jadi masalah juga bagi keimigrasian. Maka dari itu, pihaknya sejak lama berkeinginan untuk memindahkan pusat pengungsian yang didominasi imigran asal Timur Tengah di kawasan Puncak ini dipindahkan.
"Kami juga telah berkordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia agar merelokasi tempat penampungan pengungsi yang ada di Puncak. Karena sudah banyak ditemukan pengungsi yang berbaur dengan masyarakat sekitar membuka usaha seperti berdagang dan sebagainya, sehingga menggeser warga setempat dalam berusaha sejak lama. Bahkan tak hanya di Puncak tapi sudah ada yang berjualan di Pakansari, Cibinong," ujarnya.
Sebab, lanjut dia, jika para pengungsi ini terus menetap di Puncak sebagai lokasi pengungsian, berpotensi mengganggu para wisatawan maupun warga setempat. Selain itu, melalui program nongol babat (nobat) terhadap tempat - tempat yang disinyalir kerap jadikan lokasi prostitusi di Kabupaten Bogor ini, pihaknya juga akan menyisir sejumlah vila maupun penginapan di Puncak ini.
"Itu artinya tak hanya prostitusi saja. Tak menutup kemungkinan mereka (WNA Timur Tengah) dalam membuka bisnis disini dengan cara ilegal. Tapi selama ini mereka berbisnis membuka kios atau toko di Puncak ini sering menggunakan identitas warga setempat," ujarnya.
Sementara itu, Kapolres Bogor AKBP M Joni mengungkapkan dengan ditangkapnya empat pelaku dan enam korban kawin kontrak ini sebagai wujud komitmen mendukung Pemkab Bogor dalam menjalankan program nobat yang memang praktiknya melanggar UU dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
"Ya kita akan terus lakukan pengembangan untuk mengindentifikasi kelompok atau sindikat lainnya (Kawin Kontrak) di Puncak ini. Kita berkeyakinan tak hanya satu sindikat saja. Kita cek ya karena dengan ditangkapnya empat pelaku yang dua diantaranya mucikari ini memang ada pelaku lainnya yang sudah menghilang dari wilayah Cisarua," ungkapnya.
Pihaknya berjanji dalam waktu dekat menangkap pelaku lainnya yang sempat kabur saat hendak ditangkap. "Yang jelas masih di wilayah Bogor juga. Sebab jika tidak dilakukan tindak tegas secara serius gejala penyakit masyarakat itu sulit dihilangkan. Sebab ini juga ada kaitannya dengan kebutuhan ekonomi, sehingga penyakit masyarakat semacam kawin kontrak ini akan terus ada. Tapi setidaknya dengan yang kita lakukan ini dapat mencegah hingga menimbulkan kesan negatif terkait prostitusi di wilayah Puncak ini," ujarnya
(whb)