Tak Hanya Didenda Rp24 Juta, Sopir Truk Kelebihan Muatan Bakal Dipenjara
A
A
A
JAKARTA - Truk angkutan barang yang kelebihan muatan dan kelebihan dimensi akan dikenakan denda Rp24 juta. Selain itu, pemilik kendaraan juga akan dikenakan sanksi pidana dengan ancaman penjara dua tahun.
Kasubdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Laluintas Polda Metro Jaya Kompol Fahri mengatakan, pihaknya akan segera melakukan razia dan menindak para sopir angkutan barang yang masih melakukan pelanggara Over Dimension dan Over Loading (ODOL). Untuk memberikan efek jera, pihaknya tidak hanya akan memberikan sanksi tilang melainkan juga sanksi pidana terkait pelanggaran tersebut.
"Kalau hanya tilang maka kena denda maksimal hanya Rp500 ribu tapi kalau kena sanksi pidana maka bisa kena denda Rp24 juta dan kurungan penjara dua tahun," katanya di Jakarta, Minggu (15/12/2019).
Dia menegaskan, sanksi pidana yang akan diterapkan tidak hanya sopir. Tetapi, kata dia, pemilik atau pengusaha angkutan umum tersebut bisa juga dikenakan sanksi.
"Sekarang kita sudah mulai melakukan patroli dan meindak kendaraan yang kedapatan ODOL, nantinya kendaraan tersebut langsung dikandangkan berikut dengan barang bawannya," tegasnya.
Selanjutnya, akan mulai dilakukan penyelidikan bila dalam pemeriksaan ditemukan ada keterlibaran pemilik baran dan pemilik kendaran apalagi ada yang menyuruh untuk mengangkut truk seperti itu makan akan ditindak tegas.
Dia menegaskan, berdasarkan pada Pasal 315 KUHP maka pihaknya bisa melakukan penindakan sesuai dengan yang pidana. Karena isinya adalah (1) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Perusahaan Angkutan Umum, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap Perusahaan Angkutan Umum dan/atau pengurusnya.
(2) Dalam hal tindak pidana lalu lintas dilakukan Perusahaan Angkutan Umum, selain pidana yang dijatuhkan terhadap pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dijatuhkan pula pidana denda paling banyak dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.
(3) Selain pidana denda, Perusahaan Angkutan Umum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembekuan sementara atau pencabutan izin penyelenggaraan angkutan bagi kendaraan yang digunakan.
Dia menuturkan, salah satu praktek angkutan seperti truk bisa sampai ODOL sebab pemiliknya melakukan modifikasi hingga tidak sesuai peraturan. Setiap truk wajib memiliki Sertifikat Registrasi Uji Tipe kendaraan (SRUT). SRUT yang dikeluarkan pihak Kemenhub merupakan bukti bahwa karoseri truk sudah sesuai dan tidak melanggar aturan rancang bangun.
SRUT digunakan sebagai salah satu syarat registrasi di kepolisian untuk mendapatkan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).
"Tapi persoalannya kemudian, begitu (surat-surat) keluar, sudah didaftarkan di Samsat sesuai dengan dimensinya, oleh pengusaha atau oleh operator kadang ditinggikan lagi (dimensinya). Lebih banyak dump truck (terdapat) semacam grendel, tambahan bak dan lain sebagainya," tegasnya.
Berdasarkan data Kemenhub, jumlah pelanggaran di jembatan timbang (Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor/UPPKB) selama Januari-Agustus 2019 mencapai 503.866. Jumlah itu disebut mewakili 40 persen dari total kendaraan yang masuk ke jembatan timbang sebanyak 1.246.515 unit. Dari seluruh pelanggaran itu, pelanggaran paling banyak karena kelebihan daya angkut (overload) yang mencapai 85,2 persen atau 430 ribu pelanggaran.
Kasubdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Laluintas Polda Metro Jaya Kompol Fahri mengatakan, pihaknya akan segera melakukan razia dan menindak para sopir angkutan barang yang masih melakukan pelanggara Over Dimension dan Over Loading (ODOL). Untuk memberikan efek jera, pihaknya tidak hanya akan memberikan sanksi tilang melainkan juga sanksi pidana terkait pelanggaran tersebut.
"Kalau hanya tilang maka kena denda maksimal hanya Rp500 ribu tapi kalau kena sanksi pidana maka bisa kena denda Rp24 juta dan kurungan penjara dua tahun," katanya di Jakarta, Minggu (15/12/2019).
Dia menegaskan, sanksi pidana yang akan diterapkan tidak hanya sopir. Tetapi, kata dia, pemilik atau pengusaha angkutan umum tersebut bisa juga dikenakan sanksi.
"Sekarang kita sudah mulai melakukan patroli dan meindak kendaraan yang kedapatan ODOL, nantinya kendaraan tersebut langsung dikandangkan berikut dengan barang bawannya," tegasnya.
Selanjutnya, akan mulai dilakukan penyelidikan bila dalam pemeriksaan ditemukan ada keterlibaran pemilik baran dan pemilik kendaran apalagi ada yang menyuruh untuk mengangkut truk seperti itu makan akan ditindak tegas.
Dia menegaskan, berdasarkan pada Pasal 315 KUHP maka pihaknya bisa melakukan penindakan sesuai dengan yang pidana. Karena isinya adalah (1) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Perusahaan Angkutan Umum, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap Perusahaan Angkutan Umum dan/atau pengurusnya.
(2) Dalam hal tindak pidana lalu lintas dilakukan Perusahaan Angkutan Umum, selain pidana yang dijatuhkan terhadap pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dijatuhkan pula pidana denda paling banyak dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.
(3) Selain pidana denda, Perusahaan Angkutan Umum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembekuan sementara atau pencabutan izin penyelenggaraan angkutan bagi kendaraan yang digunakan.
Dia menuturkan, salah satu praktek angkutan seperti truk bisa sampai ODOL sebab pemiliknya melakukan modifikasi hingga tidak sesuai peraturan. Setiap truk wajib memiliki Sertifikat Registrasi Uji Tipe kendaraan (SRUT). SRUT yang dikeluarkan pihak Kemenhub merupakan bukti bahwa karoseri truk sudah sesuai dan tidak melanggar aturan rancang bangun.
SRUT digunakan sebagai salah satu syarat registrasi di kepolisian untuk mendapatkan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).
"Tapi persoalannya kemudian, begitu (surat-surat) keluar, sudah didaftarkan di Samsat sesuai dengan dimensinya, oleh pengusaha atau oleh operator kadang ditinggikan lagi (dimensinya). Lebih banyak dump truck (terdapat) semacam grendel, tambahan bak dan lain sebagainya," tegasnya.
Berdasarkan data Kemenhub, jumlah pelanggaran di jembatan timbang (Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor/UPPKB) selama Januari-Agustus 2019 mencapai 503.866. Jumlah itu disebut mewakili 40 persen dari total kendaraan yang masuk ke jembatan timbang sebanyak 1.246.515 unit. Dari seluruh pelanggaran itu, pelanggaran paling banyak karena kelebihan daya angkut (overload) yang mencapai 85,2 persen atau 430 ribu pelanggaran.
(mhd)