Soal Calon Wabup Bekasi, Parpol Koalisi Diminta Fair Tentukan Calon
A
A
A
BEKASI - Carut marut pemilihan Wakil Bupati Bekasi menimbulkan pro dan kontra di Kabupaten Bekasi. Dua nama yang kini masuk bursa pencalonan pun ditolak banyak pihak. Usut punya usut, dua calon orang nomor dua di kabupaten Bekasi itu tidak mengikuti proses seleksi administrasi yang sesuai aturan berlaku.
Hal itu dikatakan salah satu tokoh masyarakat, Soleh Jaelani. Menurut dia, polemik pengisi kursi Wakil Bupati saat ini patut dipertanyakan. Sebab, belum jelasnya mekanisme pemilihan kursi nomer dua di Kabupaten Bekasi tersebut."Saya pada prinsipnya kembalikan pada mekanisme pemilihan tahun 2017 kemarin. Kan yang mempunyai hak itu koalisi parpolnya," katanya kepada wartawan, Rabu (27/11/2019).
Sejauh ini, kata dia, partai pengusung Neneng Hasana Yasin dan Eka Supri Atmadja dalam Pilkada 2017 diantaranya Partai Golkar, Nasdem, Hanura, dan PAN. Belakangan Partai Golkar sudah mengusung dua nama kadernya yakni Ahmad Marzuki dengan Tuti Yasin. Namun, dua nama tersebut cacat secara mekanisme aturan yang sudah ditetapkan.
"Kalau mau fair, kan ada 13 yang daftar di Golkar itu. Kalau mau, berlakukan fit and proper testnya secara terbuka, jadi masyarakat bisa tahu, jangan ujug-ujug muncul dua nama, tanpa adanya tahapan proses kemarin. Ujung-ujungnya masyarakat yang dirugikan," ungkapnya. Apalagi, masyarakat sudah resah dengan dua calon Wakil Bupati tersebut.
Soleh mengusulkan agar partai koalisi, terutama Partai Golkar untuk kembali menjalankan proses seleksi di internal partai dengan mekanisme yang benar. Sebab dar informasi yang diterimanya, selain dua nama yang direkomendasikan ada beberapa nama yang ikut mendaftar jadi Wakil bupati. "Tapi mengaku tidak dilibatkan dalam penyeleksian yang jelas," ujarnya.
Bupati Bekasi Eka Supri Atmadja mengatakan, sejauh ini dirinya masih menunggu keputusan partai koalisi terkait usulan nama-nama yang akan disodorkan ke DPRD Kabupaten Bekasi. "Saya masih menunggu keputusan partai koalisi yang juga sebagai partai pengusung. Saya hanya menunggu," katanya kepada SINDOnews.
Menurut dia, belum diterimanya nama-nama calon bupati itu karena belum ada kesepakatan antar partai koalisi. Sebab, proses penetapan Wakil Bupati juga digelar di paripurna dewan sebagaimana aturan yang sudah ditetapkan. "Yang penting kalau sudah terpenuhi semuanya kita serahkan ke dewan," tutupnya.
Demisioner Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi, Arif Rahman Hakim mengakui belum adanya proses penyeleksian Wakil Bupati Bekasi sesuai mekanisme yang berlaku. Munculnya dua nama yang mendapat rekomendasi dari DPP, sepenuhnya atas campur tangan DPD Partai Golkar Jawa Barat.
"Dalam hal ini, di internal Golkar Kabupaten, belum pernah ada rapat terkait munculnya dua mana itu. Tiba-tiba pada rezim Plt yang lalu, pak Yoyo dari Jawa Barat yang mengusulkan, bukan Pak Eka Supria Atmaja," katanya. Untuk itu, dia melihat munculnya dua nama tersebut bukan melalui mekanisme yang benar, karena belum ada proses seleksi.
"Gak pernah ada rapat pengurus soal penyeleksian ini. Kita berhadap seleksi itu dibentuk sesuai proses," imbuhnya. Kemudian, adanya pernyataan yang diutarakan Pengurus DPD Partai Golkar Jawa Barat yang menyebut rekomendasi tersebut hasil kesepakatan partai koalisi di Jawa Barat. Pihaknya meminta, agar orang tersebut jangan terlalu maju dalam mengurusi Kabupaten Bekasi.
"Kemarin pengurus DPD Jabar mengatakan itu sudah tahun lalu rapat di tingkat provinsi. Dalam hal ini soal wabup kan domainnya pengurus kabupaten, kenapa Jawa Barat yang sibuk. Harusnya Jawa Barat hanya menerima usulan di Kabupaten dan menyampaikan ke DPP, kita jadi curiga dengan tindak tanduknya," jelasnya.
Kemudian, Arief menyoroti soal keputusan Panitia Pemilihan (Panlih) bentukan DPRD Kabupaten Bekasi, panitia yang dikomandoi Mustakim ini, menurutnya terlalu tergesa-gesa untuk memilih wakil bupati. Sebab, Panlih ini telah membuat jadwal dan dipaksakan tanggal 30 Desember 2019 sudah pelantikan wakil bupati.
"Inikan luar biasa, ada apa ini DPRD. Kan sudah sering kali Pak Bupati bilang rekomendasi dari mitra koalisikan belum mengerucut ke dua nama, di Partai Golkar sendiri ada usulan satu nama lagi setelah dari DPP muncul dua nama," ungkpanya. Ditambah, usulan Nasdem juga muncul nama yang berbeda.
Padahal amanah Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada pasal 176 harus dua nama. Karena persoalan itu belum selesai maka belum bisa diserahkan. Untuk itu, dia berharap agar panitia bentukan DPRD ini, jangan terkesan terburu-buru dengan alasan demi kemajuan dan kebaikan Kabupaten Bekasi."Harusnya, Panlih ini bersikap pasif saja," tukasnya.
Hal itu dikatakan salah satu tokoh masyarakat, Soleh Jaelani. Menurut dia, polemik pengisi kursi Wakil Bupati saat ini patut dipertanyakan. Sebab, belum jelasnya mekanisme pemilihan kursi nomer dua di Kabupaten Bekasi tersebut."Saya pada prinsipnya kembalikan pada mekanisme pemilihan tahun 2017 kemarin. Kan yang mempunyai hak itu koalisi parpolnya," katanya kepada wartawan, Rabu (27/11/2019).
Sejauh ini, kata dia, partai pengusung Neneng Hasana Yasin dan Eka Supri Atmadja dalam Pilkada 2017 diantaranya Partai Golkar, Nasdem, Hanura, dan PAN. Belakangan Partai Golkar sudah mengusung dua nama kadernya yakni Ahmad Marzuki dengan Tuti Yasin. Namun, dua nama tersebut cacat secara mekanisme aturan yang sudah ditetapkan.
"Kalau mau fair, kan ada 13 yang daftar di Golkar itu. Kalau mau, berlakukan fit and proper testnya secara terbuka, jadi masyarakat bisa tahu, jangan ujug-ujug muncul dua nama, tanpa adanya tahapan proses kemarin. Ujung-ujungnya masyarakat yang dirugikan," ungkapnya. Apalagi, masyarakat sudah resah dengan dua calon Wakil Bupati tersebut.
Soleh mengusulkan agar partai koalisi, terutama Partai Golkar untuk kembali menjalankan proses seleksi di internal partai dengan mekanisme yang benar. Sebab dar informasi yang diterimanya, selain dua nama yang direkomendasikan ada beberapa nama yang ikut mendaftar jadi Wakil bupati. "Tapi mengaku tidak dilibatkan dalam penyeleksian yang jelas," ujarnya.
Bupati Bekasi Eka Supri Atmadja mengatakan, sejauh ini dirinya masih menunggu keputusan partai koalisi terkait usulan nama-nama yang akan disodorkan ke DPRD Kabupaten Bekasi. "Saya masih menunggu keputusan partai koalisi yang juga sebagai partai pengusung. Saya hanya menunggu," katanya kepada SINDOnews.
Menurut dia, belum diterimanya nama-nama calon bupati itu karena belum ada kesepakatan antar partai koalisi. Sebab, proses penetapan Wakil Bupati juga digelar di paripurna dewan sebagaimana aturan yang sudah ditetapkan. "Yang penting kalau sudah terpenuhi semuanya kita serahkan ke dewan," tutupnya.
Demisioner Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi, Arif Rahman Hakim mengakui belum adanya proses penyeleksian Wakil Bupati Bekasi sesuai mekanisme yang berlaku. Munculnya dua nama yang mendapat rekomendasi dari DPP, sepenuhnya atas campur tangan DPD Partai Golkar Jawa Barat.
"Dalam hal ini, di internal Golkar Kabupaten, belum pernah ada rapat terkait munculnya dua mana itu. Tiba-tiba pada rezim Plt yang lalu, pak Yoyo dari Jawa Barat yang mengusulkan, bukan Pak Eka Supria Atmaja," katanya. Untuk itu, dia melihat munculnya dua nama tersebut bukan melalui mekanisme yang benar, karena belum ada proses seleksi.
"Gak pernah ada rapat pengurus soal penyeleksian ini. Kita berhadap seleksi itu dibentuk sesuai proses," imbuhnya. Kemudian, adanya pernyataan yang diutarakan Pengurus DPD Partai Golkar Jawa Barat yang menyebut rekomendasi tersebut hasil kesepakatan partai koalisi di Jawa Barat. Pihaknya meminta, agar orang tersebut jangan terlalu maju dalam mengurusi Kabupaten Bekasi.
"Kemarin pengurus DPD Jabar mengatakan itu sudah tahun lalu rapat di tingkat provinsi. Dalam hal ini soal wabup kan domainnya pengurus kabupaten, kenapa Jawa Barat yang sibuk. Harusnya Jawa Barat hanya menerima usulan di Kabupaten dan menyampaikan ke DPP, kita jadi curiga dengan tindak tanduknya," jelasnya.
Kemudian, Arief menyoroti soal keputusan Panitia Pemilihan (Panlih) bentukan DPRD Kabupaten Bekasi, panitia yang dikomandoi Mustakim ini, menurutnya terlalu tergesa-gesa untuk memilih wakil bupati. Sebab, Panlih ini telah membuat jadwal dan dipaksakan tanggal 30 Desember 2019 sudah pelantikan wakil bupati.
"Inikan luar biasa, ada apa ini DPRD. Kan sudah sering kali Pak Bupati bilang rekomendasi dari mitra koalisikan belum mengerucut ke dua nama, di Partai Golkar sendiri ada usulan satu nama lagi setelah dari DPP muncul dua nama," ungkpanya. Ditambah, usulan Nasdem juga muncul nama yang berbeda.
Padahal amanah Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada pasal 176 harus dua nama. Karena persoalan itu belum selesai maka belum bisa diserahkan. Untuk itu, dia berharap agar panitia bentukan DPRD ini, jangan terkesan terburu-buru dengan alasan demi kemajuan dan kebaikan Kabupaten Bekasi."Harusnya, Panlih ini bersikap pasif saja," tukasnya.
(ysw)