Dongkrak Pendapatan Pajak Butuh Kecepatan Legislasi, BPRD DKI Gelar FGD
A
A
A
JAKARTA - Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta menggelar Focus Group Discussion (FGD) Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah 2019 di Gedung Dinas Teknis Abdul Muis, Gambir, Jakarta Pusat, kemarin.
FGD ini diikuti oleh perangkat di lingkungan BPRD DKI Jakarta seperti para kepala suku badan pajak dan retribusi di masing-masing wilayah termasuk UPPRD, dengan narasumber Machfud Sidik, Mantan Direktur Jendral Pajak Kementerian Keungan Republik Indonesia.
"Perubahan bisnis yang begitu cepat, masih belum bisa diikuti oleh undang-undang yang birokrasinya luar biasa. Dukungan antara pemerintah pusat, daerah, pihak swasta dan kecepatan legislasi mutlak diperlukan," ujar Machfud Sidik.
Machfud menekankan agar pihak otoritas pengelola pajak skala regional tak berkecil hati akibat target yang telah ditetapkan. Sebab sudah masuk ke ranah politis. Menurutnya, lebih baik BPRD DKI melihat progress tahunan (y-o-y) dan fokus mengeksplorasi potensi pajak baru.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua BPRD DKI Jakarta Yuandi Bayak Miko menjelaskan bahwa pihaknya akan fokus dalam komunikasi dan percepatan pemetaan potensi pajak baru.
"Masih ada beberapa persinggungan, terutama persewaan gedung jangka pendek. Kita intens berkomunikasi dengan Dirjen Pajak. Sehingga ini bisa menjadi jelas ini objek siapa dan hal-hal yang menjadi persinggungan antara pajak pusat dan daerah itu bisa kita putuskan dalam waktu dekat," jelasnya.
Menurut Yuandi, hal ini penting demi mengimbangi perolehan pajak-pajak yang fluktuatif atau sangat bergantung pada kondisi perekonomian.
Misalnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang pada tahun ini realisasinya paling jeblok akibat sektor properti yang melambatn yakni Rp3,7 triliun dari target Rp9,5 triliun. Serta, pajak hotel yang realisasinya masih di bawah perolehan periode yang sama di tahun lalu, yakni Rp1,3 triliun per 5 November 2019 dari target Rp1,8 triliun.
FGD ini diikuti oleh perangkat di lingkungan BPRD DKI Jakarta seperti para kepala suku badan pajak dan retribusi di masing-masing wilayah termasuk UPPRD, dengan narasumber Machfud Sidik, Mantan Direktur Jendral Pajak Kementerian Keungan Republik Indonesia.
"Perubahan bisnis yang begitu cepat, masih belum bisa diikuti oleh undang-undang yang birokrasinya luar biasa. Dukungan antara pemerintah pusat, daerah, pihak swasta dan kecepatan legislasi mutlak diperlukan," ujar Machfud Sidik.
Machfud menekankan agar pihak otoritas pengelola pajak skala regional tak berkecil hati akibat target yang telah ditetapkan. Sebab sudah masuk ke ranah politis. Menurutnya, lebih baik BPRD DKI melihat progress tahunan (y-o-y) dan fokus mengeksplorasi potensi pajak baru.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua BPRD DKI Jakarta Yuandi Bayak Miko menjelaskan bahwa pihaknya akan fokus dalam komunikasi dan percepatan pemetaan potensi pajak baru.
"Masih ada beberapa persinggungan, terutama persewaan gedung jangka pendek. Kita intens berkomunikasi dengan Dirjen Pajak. Sehingga ini bisa menjadi jelas ini objek siapa dan hal-hal yang menjadi persinggungan antara pajak pusat dan daerah itu bisa kita putuskan dalam waktu dekat," jelasnya.
Menurut Yuandi, hal ini penting demi mengimbangi perolehan pajak-pajak yang fluktuatif atau sangat bergantung pada kondisi perekonomian.
Misalnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang pada tahun ini realisasinya paling jeblok akibat sektor properti yang melambatn yakni Rp3,7 triliun dari target Rp9,5 triliun. Serta, pajak hotel yang realisasinya masih di bawah perolehan periode yang sama di tahun lalu, yakni Rp1,3 triliun per 5 November 2019 dari target Rp1,8 triliun.
(mhd)