Tanpa Septic Tank, Tinja di Pinangsia Dibuang ke Got Selebar 5 Cm

Rabu, 09 Oktober 2019 - 05:36 WIB
Tanpa Septic Tank, Tinja...
Tanpa Septic Tank, Tinja di Pinangsia Dibuang ke Got Selebar 5 Cm
A A A
JAKARTA - Masalah komunal masih belum selesai di Jakarta Barat. Setelah kawasan Tanjung Duren Utara, pemukiman tanpa septic tank maupun komunal terpantau di kawasan Kelurahan Pinang Sia, Taman Sari yang masuk dalam lingkungan Kota Tua.

Bila membandingkan dengan di kelurahan Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan. Kondisi pembungan tinja di RT 07/07 Pinangsia, Taman Sari jauh lebih buruk, tinja di sini dibuang ke saluran air selebar lima centimeter dengan kedalaman setengah meter.

Pantauan Koran SINDO, perkampungan yang berlokasi di jalan Cengkeh ini jauh lebih buruk dibandingkan lokasi lainnya. Di sini sedikitnya ada 18 kamar mandi sepanjang 200 meter yang masuk ke pemukiman. Kamar mandi terpisah dari rumah rumah warga.

“Pembuangannya langsung ke saluran air kecil yang kemudian dialirkan ke saluran besar di Kota Tua,” ujar Subur, Ketua RT 07/07, Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat saat ditemui dilokasi, Selasa (8/10/2019).

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan masalah komunal masih menjadi masalah serius di Jakarta. Ia mengakui saat ini ada sejumlah titik pemukiman yang tak memiliki komunal maupun septic tank.

Tak hanya itu, di bagian lain masih di kawasan ini. Pembuangan tinja di lakukan di saluran mati yang berlokasi tepat di tengah pemukiman. Saat hujan datang, air dan kotoran keluar menggenangi kampung.

Saat itu terjadi, warga mengakui tak bisa berbuat banyak selain menunggu air surut dan menunggu di rumah. Tak heran bila rumah di kawasan ini dibentuk bertingkat demi menghindari banjir.

Kian buruk, beberapa dapur milik warga dibangun di atas saluran air selebar lima centimeter dan berdekatan dengan WC umum. Imbasnya selain membuat makanan tak terjamin kesehatannya, pembuangan sisa makanan langsung dilakukan ke saluran ini, saluran kian kotor dan berbau.

Meski demikian, Subur sendiri bukan tanpa upaya beberapa kali dirinya mengajukan pembangunan saluran melalui musrembang di tingkat kecamatan. Namun upaya ini tak kunjung direalisasikan. “Setiap tahun saya minta dibangun, tapi tak juga dilakukan keluhnya,” ucapnya.

Karena itu, bersama sejumlah warga, dirinya bekerja bakti setiap bulan. Pembersihan dilakukan mulai dari saluran lingkungan hingga ke saluran besar di Jalan Cengkeh dan Kunir. Naasnya pembangunan ini kian terhambat lantaran fungsi kalibesar yang kini mati lantaran pembangunan revitalisasi Kota Tua.

Tak Ada Lahan

Meski demikian bila nantinya Pemda berencana membangun septic tank maupun komunal, Subur mengaku resah di lokasi yang dihuni 103 Kepala Keluarga itu pihaknya tak menemukan lahan kosong yang bisa dijadikan pembangunan septic tank.

“Yah liat sendiri aja, kita mah kampung deret dan saling berhempitan,” ucapnya.

Masih di lingkungan itu pula, lanjutnya, upaya mengedukasi sering dilakukan pihaknya, namun masih sia-sia. Sebab banyak warga yang minim pengertian tentang edukasi, imbasnya masalah ini kian tak terselesaikan.

Karena itu, Subur berasumi masalah saluran air dan menyalurkan tinja dilakukan dengan membuat saluran baru menuju RT 08 atau melebarkan dan mendalamkan saluran air yang ada di lokasi itu.

Akui Buruk

Anggota DPRD dari Fraksi PSI, Eneng Maliyanasari tak menampik bahwa kondisi di Pinangsia merupakan yang terburuk dari sisi tanpa komunal. Hal itu terungkap setelah dirinya rutin mengecek lapangan di wilayah Jakarta Barat yang tak lain merupakan dapilnya.

“Selain di Tanjung Duren dan Taman Sari, ada juga di Kembangan. Tapi memang Taman Sari yang cukup banyak, dan yang terparah di RT 07,” tutur Eneng.

Eneng enggan berkomentar lebih lantaran pemantauan masih dilakukan pihaknya. Saat ini, ia mengakui masih memonitoring kawasan di Jakarta Barat. Ia menyisir pemukiman untuk mendapatkan data pasti wilayah yang tak memiliki komunal.

Termasuk di kawasan Tanjung Duren Utara yang viral beberapa hari lalu. Eneng mengakui bila warga mengakui telah jengah dengan kondisi kampungnya yang tanpa komunal. Mereka siap ditata, termasuk membangun septic tank.

Naas baginya, pembangunan kian tak terealisasi lantaran pendanaan yang tak jelas. Saat bertemu Lurah TDU, Iskandar pembangunan menggunakan APBD, sementara saat bertemu camat, penggunaan menggunakan dana Coorporate Sosial Responsibility (CSR).

Cek Regulasi

Menanggapi itu, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga menyebut pemerintah harus lakukan pengecekan regulasi terkait keberadaan permukiman yang menggunakan WC bersama.

"Untuk membenahi masalah, tidak bisa parsial hanya fokus septic tank komunal saja. Tetapi cek regulasi peruntukan kampung, RTRW dan RDTR untuk apa, permukiman, RTH bantaran kali atau lainnya," ucapnya

Dari pemantauan itu, akan terlihat apakah kampung itu melakukan pelanggaran atau tidak. Sebab bila kampung tersebut memiliki sertifikat dari Pemerintah Provinsi (Pemprov), maka Pemprov wajib membantu.

"Cek legalisasi sertifikat kepemilikan lahan warga, jika sesuai RTRW RDTR dan sertifikatnya sah maka pemda wajib menata ulang kawasan/meremajakan/merevitalisasi kampung padat tersebut," tambah Nirwono.

Namun, apabila dalam pengecekan kampung terbukti menyalahgunakan lahan. Salah satunya dengan membangun di lahan RTH. Pemerintah wajib merelokasi ke tempat yang lebih layak bagi para penghuni.

"Jika tidak sesuai peruntukan RTRW/ RDTR kampung tersebut harus direlokasi ke permukiman terdekat. Dan lahan itu dikembalikan sesuai fungsi peruntukannya, sekaligus menata ulang kalinya," tutup Nirwono.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0962 seconds (0.1#10.140)