Gelar Aksi Dukung Revisi UU KPK, MAPAN Minta KPK Tidak Alergi Diawasi
A
A
A
JAKARTA - Dukungan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengalir dari elemen masyarakat. Kali ini datang dari kelompok massa mengatasnamakan aliansi Masyarakat Sipil, Pejuang AntiKorupsi dan Manusia Pancasila AntiKorupsi (MAPAN).
Mereka menggelar aksi damai di depan Gedung DPR RI dan Gedung Merah Putih KPK, Kamis (12/9/2019). Dalam aksinya kali ini, mereka melakukan aksi teatrikal dengan membawa kartu merah, peluit, dan jamu kepada KPK yang dinilai sudah mulai alergi untuk dikritik dan merasa tidak mau diawasi oleh lembaga pengawasan.
Massa juga membawa alat peraga lainnya berupa spanduk, poster dan karangan bunga bertuliskan ‘KPK Bukan Malaikat’, serta membagi bagikan bunga mawar kepada masyarakat untuk memberikan dukungan atas revisi UU KPK.
"Kedatangan elemen masyarakat di sini adalah dalam rangka memberikan dukungan ke DPR soal revisi UU KPK dan juga meminta kepada KPK agar tidak anti kritik, alergi, untuk diawasi. Jika masih tetap bandel, maka kami tidak segan-segan akan kirimi KPK obat anti tuli dan alergi supaya sembuh dari penyakitnya," tegas Koordinator aksi, Ahmad.
Menurut dia, kritikan terhadap pemberantasan korupsi harus dilihat dalam rangka menyempurnakan kelemahan atau kekurangan yang ada di KPK. Mereka menilai Dewan Pengawas penting untuk memonitoring kerja KPK agar tidak liar. Mereka mengapresiasi respons positif Wapres Jusuf Kalla yang memastikan pemerintah secara prinsip menyetujui adanya revisi UU KPK.
Bahkan, lanjut dia, mantan Ketua Perumus Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Romli Atmasasmita menilai revisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK telah melalui pertimbangan filosofis, yuridis, sosiologis, dan alasan komparatif. Pertimbangan filosofisnya, perjalanan KPK selama 17 tahun telah menyimpang dari tujuan awal.
Yusril Ihza Mahendra sendiri, kata dia, juga sependapat agar ada evaluasi, perbaikan dan penyempurnaan. Dia menganggap perlu ada Dewan Pengawas bagi KPK.
"Tidak ada lembaga yang tidak diawasi, itu adalah prinsip dalam tata kelola pemerintah. Dan jadi catatan penting dan perlu digaris bawahi bahwa KPK ada masalah, dan butuh perbaikan. Masyarakat juga sudah tidak sejalan lagi, karena KPK sudah mulai overlap. OTT terus tapi KPK tak mampu menyelamatkan duit rakyat, justru malah tekor. Lebih baik mencegah daripada mengobati, pencegahan harus dimaksimalkan," sebut Ahmad.
Menurutnya, saat ini KPK kebanyakan merengek seperti anak kecil yang kemauannya harus dituruti terus. Sikap masyarakat yang sudah terbelah ini menanggapi pro dan kontra soal revisi UU KPK harusnya KPK instropeksi diri dan tidak suudzon terhadap pihak yang memberikan masukan maupun kritikan.
"Setiap orang beri masukan kok malah diserang, harusnya KPK transparan dan jujur. Slogan KPK berani, jujur, hebat buat apa kalau tidak diterapkan," pungkasnya.
Mereka menggelar aksi damai di depan Gedung DPR RI dan Gedung Merah Putih KPK, Kamis (12/9/2019). Dalam aksinya kali ini, mereka melakukan aksi teatrikal dengan membawa kartu merah, peluit, dan jamu kepada KPK yang dinilai sudah mulai alergi untuk dikritik dan merasa tidak mau diawasi oleh lembaga pengawasan.
Massa juga membawa alat peraga lainnya berupa spanduk, poster dan karangan bunga bertuliskan ‘KPK Bukan Malaikat’, serta membagi bagikan bunga mawar kepada masyarakat untuk memberikan dukungan atas revisi UU KPK.
"Kedatangan elemen masyarakat di sini adalah dalam rangka memberikan dukungan ke DPR soal revisi UU KPK dan juga meminta kepada KPK agar tidak anti kritik, alergi, untuk diawasi. Jika masih tetap bandel, maka kami tidak segan-segan akan kirimi KPK obat anti tuli dan alergi supaya sembuh dari penyakitnya," tegas Koordinator aksi, Ahmad.
Menurut dia, kritikan terhadap pemberantasan korupsi harus dilihat dalam rangka menyempurnakan kelemahan atau kekurangan yang ada di KPK. Mereka menilai Dewan Pengawas penting untuk memonitoring kerja KPK agar tidak liar. Mereka mengapresiasi respons positif Wapres Jusuf Kalla yang memastikan pemerintah secara prinsip menyetujui adanya revisi UU KPK.
Bahkan, lanjut dia, mantan Ketua Perumus Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Romli Atmasasmita menilai revisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK telah melalui pertimbangan filosofis, yuridis, sosiologis, dan alasan komparatif. Pertimbangan filosofisnya, perjalanan KPK selama 17 tahun telah menyimpang dari tujuan awal.
Yusril Ihza Mahendra sendiri, kata dia, juga sependapat agar ada evaluasi, perbaikan dan penyempurnaan. Dia menganggap perlu ada Dewan Pengawas bagi KPK.
"Tidak ada lembaga yang tidak diawasi, itu adalah prinsip dalam tata kelola pemerintah. Dan jadi catatan penting dan perlu digaris bawahi bahwa KPK ada masalah, dan butuh perbaikan. Masyarakat juga sudah tidak sejalan lagi, karena KPK sudah mulai overlap. OTT terus tapi KPK tak mampu menyelamatkan duit rakyat, justru malah tekor. Lebih baik mencegah daripada mengobati, pencegahan harus dimaksimalkan," sebut Ahmad.
Menurutnya, saat ini KPK kebanyakan merengek seperti anak kecil yang kemauannya harus dituruti terus. Sikap masyarakat yang sudah terbelah ini menanggapi pro dan kontra soal revisi UU KPK harusnya KPK instropeksi diri dan tidak suudzon terhadap pihak yang memberikan masukan maupun kritikan.
"Setiap orang beri masukan kok malah diserang, harusnya KPK transparan dan jujur. Slogan KPK berani, jujur, hebat buat apa kalau tidak diterapkan," pungkasnya.
(thm)