Atasi Desa Tertinggal, Bogor Alokasikan Rp40 Miliar untuk Bedah Kampung
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 45 dari 416 desa yang ada di Kabupaten Bogor kondisinya masih tertinggal alias miskin. Hal ini sesuai dengan angka kemiskinan di Kabupaten Bogor mencapai 7,14 persen dari 5,715,009 jiwa jumlah penduduknya.
"Iya memang itu data tahun lalu angka kemiskinan di Kabupaten Bogor masih cukup tinggi yaitu 7,14 persen. Bahkan jumlah desa yang dikategorikan miskin juga masih banyak yakni mencapai 45 desa," jelas Bupati Bogor Ade Yasin di Bogor, Jawa Barat, Kamis (1/8/2019).
Terkait desa yang masih miskin, kata dia, pihaknya tengah mensiasatinya agar masalah kemiskinan ini dapat teratasi di antaranya melalui program bedah kampung. Bahkan, kata dia, untuk program ini pihaknya telah menyiapkan anggaran sebanyak Rp40 miliar.
"Iya jadi 45 desa yang masih tertinggal. Ini kan kita masukan dalam program bedah kampung dan kita sudah mengalokasikan Rp40 miliar untuk program ini," kata Ade.
Ketua DPW PPP Jawa Barat ini optimistis program tersebut akan dapat mengatasi kemiskinan di wilayahnya itu. Bahkan, ia mengakui sebagian besar dari 416 desa yang ada di 40 kecamatan ini belum maju.
"Intinya program bedah kampung ini untuk membuka desa-desa yang terisolir. Kita akan benahi agar tidak ada lagi desa tertinggal di Kabupaten Bogor," tandasnya.
Jadi, lanjut dia, setiap tahun harus ada kenaikan kategori dari desa tertinggal ke desa berkembang. Kemudian ke desa maju hingga menjadi desa mandiri. "Nah yang paling banyak di kita adalah desa berkembang," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemerintahan dan Pengambangan Manusia Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor, Emy Sriwahyuni menjelaskan, masalah kemiskinan sejalan dengan pengendalian pertumbuhan jumlah penduduk. Terkait dengan itu, pihaknya tengah membangun Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) atau Graha Panca Karsa sebagai layanan terpadu satu pintu bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
"Saat ini masih progres. Karena SLRT ini ada di pusat pemerintahan, maka nanti juga akan ada Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) di tingkat desa," jelasnya.
Emy menjelaskan, Puskesos memiliki fungsi tidak jauh berbeda dengan SLRT, yakni menerima para penyandang PMKS dan memantau dan penanggulangan kemiskinan lebih tepat sasaran.
"SLRT tingkat Kabupaten Dengan Puskesos tingkat desa, terhubung secara sistem, juga dengan SLRT Kementerian Sosial. Diharapkan data dan permasalahan lapangan dapat diselesaikan dengan cepat dan terpantau," jelasnya.
Untuk mencapai target menekan angka kemiskinan menjadi 6,38 persen pada 2023 dari 7, 14 persen pada 2018, seluruh desa/kelurahan di Kabupaten Bogor diharapkan sudah memiliki Puskesos pada akhir tahun yang sama.
"Sampai 2019 ini, sudah ada 122 Puskeso di desa. Puskesos ini diharapkan memiliki rentang kendali jumlah penduduk dan mengatasi keterbatasan jangkauan karena luas wilayah Kabupaten Bogor yang sangat besar. Ini kan terintegrasi sistem, jadi target penanggulangan kemiskinan bisa lebih cepat tercapai," jelasnya.
"Iya memang itu data tahun lalu angka kemiskinan di Kabupaten Bogor masih cukup tinggi yaitu 7,14 persen. Bahkan jumlah desa yang dikategorikan miskin juga masih banyak yakni mencapai 45 desa," jelas Bupati Bogor Ade Yasin di Bogor, Jawa Barat, Kamis (1/8/2019).
Terkait desa yang masih miskin, kata dia, pihaknya tengah mensiasatinya agar masalah kemiskinan ini dapat teratasi di antaranya melalui program bedah kampung. Bahkan, kata dia, untuk program ini pihaknya telah menyiapkan anggaran sebanyak Rp40 miliar.
"Iya jadi 45 desa yang masih tertinggal. Ini kan kita masukan dalam program bedah kampung dan kita sudah mengalokasikan Rp40 miliar untuk program ini," kata Ade.
Ketua DPW PPP Jawa Barat ini optimistis program tersebut akan dapat mengatasi kemiskinan di wilayahnya itu. Bahkan, ia mengakui sebagian besar dari 416 desa yang ada di 40 kecamatan ini belum maju.
"Intinya program bedah kampung ini untuk membuka desa-desa yang terisolir. Kita akan benahi agar tidak ada lagi desa tertinggal di Kabupaten Bogor," tandasnya.
Jadi, lanjut dia, setiap tahun harus ada kenaikan kategori dari desa tertinggal ke desa berkembang. Kemudian ke desa maju hingga menjadi desa mandiri. "Nah yang paling banyak di kita adalah desa berkembang," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemerintahan dan Pengambangan Manusia Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor, Emy Sriwahyuni menjelaskan, masalah kemiskinan sejalan dengan pengendalian pertumbuhan jumlah penduduk. Terkait dengan itu, pihaknya tengah membangun Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) atau Graha Panca Karsa sebagai layanan terpadu satu pintu bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
"Saat ini masih progres. Karena SLRT ini ada di pusat pemerintahan, maka nanti juga akan ada Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) di tingkat desa," jelasnya.
Emy menjelaskan, Puskesos memiliki fungsi tidak jauh berbeda dengan SLRT, yakni menerima para penyandang PMKS dan memantau dan penanggulangan kemiskinan lebih tepat sasaran.
"SLRT tingkat Kabupaten Dengan Puskesos tingkat desa, terhubung secara sistem, juga dengan SLRT Kementerian Sosial. Diharapkan data dan permasalahan lapangan dapat diselesaikan dengan cepat dan terpantau," jelasnya.
Untuk mencapai target menekan angka kemiskinan menjadi 6,38 persen pada 2023 dari 7, 14 persen pada 2018, seluruh desa/kelurahan di Kabupaten Bogor diharapkan sudah memiliki Puskesos pada akhir tahun yang sama.
"Sampai 2019 ini, sudah ada 122 Puskeso di desa. Puskesos ini diharapkan memiliki rentang kendali jumlah penduduk dan mengatasi keterbatasan jangkauan karena luas wilayah Kabupaten Bogor yang sangat besar. Ini kan terintegrasi sistem, jadi target penanggulangan kemiskinan bisa lebih cepat tercapai," jelasnya.
(mhd)