Pemkab Terima 26 Pengaduan Pencemaran Lingkungan di Bogor Timur
A
A
A
BOGOR - Kasus pencemaran lingkungan akibat limbah industri hingga domestik di wilayah Bogor Timur (Gunung Putri dan Cileungsi), Kabupaten Bogor seolah tiada habisnya. Bahkan, di musim kemarau ini banyak warga yang tinggal di bantaran kali mengeluhkan terkait berubahnya warna air hingga bau busuk dari aliran Sungai Cileungsi.
"Padahal tahun lalu sudah dilaporkan dan diselidiki. Sekarang sudah hampir seminggu ini, bau busuk dari air Sungai Cileungsi yang berwarna hitam pekat kembali muncul," ujar, Novelisa (35), warga Perum Villa Nusa Indah V, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, pada Minggu (21/7/2019).
Hal senada diungkapkan, Indriani (45), warga Desa/Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Bahkan, menurutnya warga mulai merasakan ketidaknyamanan akibat bau busuk itu saat pagi dan malam hari. Sehingga banyak warga yang tak bisa tidur, bahkan ada yang terpaksa mengungsi dan menggunakan masker.
"Setiap hari kita tutupin pakai masker, pokoknya baunya bikin nyesek hidung dan tenggorokan. Bahkan tetangga saya yang lagi hamil terpaksa diungsikan akibat tak tahan dengan kondisi bau menyengat.
Sementara itu, Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C), Puarman mengatakan, telah banyak menerima laporan terkait pencemaran lingkungan saat musim kemarau kali ini. "Iya benar ada beberapa warga laporan kepada kami setiap pagi istrinya yang sedang hamil diungsikan karena sering muntah-muntah nggak tahan bau busuk," katanya.
Menurutnya, kondisi ini selalu terjadi setiap tahun saat debit Sungai Cileungsi menyusut karena musim kemarau. Meskipun tidak separah tahun 2018, namun hal ini mengganggu kesehatan warga. "Inilah ironi Sungai Cileungsi. Jika musim hujan banjir. Musim kemarau sungai menghitam dan sangat bau," ujarnya.
Pihaknya menduga penyebab aliran sungai berwarna hitam dan mengeluarkan bau busuk karena tercemar limbah industri dan domestik. "Sebab sebelumnya, ada beberapa pabrik yang terindikasi membuang limbah ke sungai, kemudian tempat usahanya disegel oleh dinas terkait," jelasnya.
Sementara itu, berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor hingga pertengahan Juli ini, telah menerima 26 pengaduan masyarakat terkait pencemaran lingkungan di wilayah Bogor Timur. Kepala Seksi Pengaduan DLH Kabupaten Bogor, Riri Agustina mengungkapkan, di antara 26 pengaduan itu rata-rata tentang pencemaran lingkungan dari bahan beracun dan berbahaya (B3), pencemaran udara, gangguan getaran dan kebisingan yang dilakukan oleh perusahaan.
"Umumnya masyarakat sekitar yang mengadukan dugaan tersebut ke DLH, meski begitu, perusahaan-perusahaan yang dicurigai tersebut belum terbukti telah mencemarkan lingkungan karena harus ada penelitian dan kajian laboratorium terlebih dahulu," ungkapnya.
Meski demikian, pihaknya berjanji akan tetap memberikan arahan kepada kedua belah pihak (masyarakat dan perusahaan) yang berkonflik akibat dugaan pencemaran ini. Nantinya, kata dia, jika memang terbukti, pihaknya tak segan memberikan sanksi.
"Seperti halnya pada perkebunan sawit dan 15 perusahaan lainnya di Cileungsi, kami sudah berikan sanksi karena mencemarkan lingkungan dengan membuang limbah sembarangan," katanya.
Terkait, tak jeranya sejumlah perusahaan atau industri di wilayah Bogor Timur melakukan pencemaran dikarenakan masih rendahnya hukuman diberikan aparat penegak hukum."Seperti kasus pencemaran sungai Cileungsi pada tahun lalu. Tetap saja tak bisa memberikan efek jera. Sebab kewenangan penuntutan itu bukan di DLH, tapi tangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) atau kepolisian," jelasnya.
Pihaknya berharap dengan adanya laporan hasil penelitian dari DLH, segera ditindaklanjuti dan dikenakan sanksi tegas sesuai pasal 1 angka 14 Undang-Undang No 32/2009, tentang Pencemaran Lingkungan Hidup, di mana hukuman penjaranya selama tiga tahun atau denda Rp3 miliar serta dicabut izin usahanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP Kabupaten Bogor, Agus Ridho berdalih minimnya personel penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) membuatnya kesulitan dalam menjerat perusahaan nakal yang kedapatan sengaja nembuang limbah ke sungai.
"Kita sudah menuntut sejumlah perusahaan pencemar lingkungan dengan Perda No 4/2016. Kalau Pasal 1 angka 14 UU No 32/2009 itu ranahnya kepolisian. Nah, jalau kasus tersebut dilimpahkan ke Polres Bogor, proses ke persidangannya cukup lama bisa sampai enam bulan," ucapnya.
"Padahal tahun lalu sudah dilaporkan dan diselidiki. Sekarang sudah hampir seminggu ini, bau busuk dari air Sungai Cileungsi yang berwarna hitam pekat kembali muncul," ujar, Novelisa (35), warga Perum Villa Nusa Indah V, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, pada Minggu (21/7/2019).
Hal senada diungkapkan, Indriani (45), warga Desa/Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Bahkan, menurutnya warga mulai merasakan ketidaknyamanan akibat bau busuk itu saat pagi dan malam hari. Sehingga banyak warga yang tak bisa tidur, bahkan ada yang terpaksa mengungsi dan menggunakan masker.
"Setiap hari kita tutupin pakai masker, pokoknya baunya bikin nyesek hidung dan tenggorokan. Bahkan tetangga saya yang lagi hamil terpaksa diungsikan akibat tak tahan dengan kondisi bau menyengat.
Sementara itu, Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C), Puarman mengatakan, telah banyak menerima laporan terkait pencemaran lingkungan saat musim kemarau kali ini. "Iya benar ada beberapa warga laporan kepada kami setiap pagi istrinya yang sedang hamil diungsikan karena sering muntah-muntah nggak tahan bau busuk," katanya.
Menurutnya, kondisi ini selalu terjadi setiap tahun saat debit Sungai Cileungsi menyusut karena musim kemarau. Meskipun tidak separah tahun 2018, namun hal ini mengganggu kesehatan warga. "Inilah ironi Sungai Cileungsi. Jika musim hujan banjir. Musim kemarau sungai menghitam dan sangat bau," ujarnya.
Pihaknya menduga penyebab aliran sungai berwarna hitam dan mengeluarkan bau busuk karena tercemar limbah industri dan domestik. "Sebab sebelumnya, ada beberapa pabrik yang terindikasi membuang limbah ke sungai, kemudian tempat usahanya disegel oleh dinas terkait," jelasnya.
Sementara itu, berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor hingga pertengahan Juli ini, telah menerima 26 pengaduan masyarakat terkait pencemaran lingkungan di wilayah Bogor Timur. Kepala Seksi Pengaduan DLH Kabupaten Bogor, Riri Agustina mengungkapkan, di antara 26 pengaduan itu rata-rata tentang pencemaran lingkungan dari bahan beracun dan berbahaya (B3), pencemaran udara, gangguan getaran dan kebisingan yang dilakukan oleh perusahaan.
"Umumnya masyarakat sekitar yang mengadukan dugaan tersebut ke DLH, meski begitu, perusahaan-perusahaan yang dicurigai tersebut belum terbukti telah mencemarkan lingkungan karena harus ada penelitian dan kajian laboratorium terlebih dahulu," ungkapnya.
Meski demikian, pihaknya berjanji akan tetap memberikan arahan kepada kedua belah pihak (masyarakat dan perusahaan) yang berkonflik akibat dugaan pencemaran ini. Nantinya, kata dia, jika memang terbukti, pihaknya tak segan memberikan sanksi.
"Seperti halnya pada perkebunan sawit dan 15 perusahaan lainnya di Cileungsi, kami sudah berikan sanksi karena mencemarkan lingkungan dengan membuang limbah sembarangan," katanya.
Terkait, tak jeranya sejumlah perusahaan atau industri di wilayah Bogor Timur melakukan pencemaran dikarenakan masih rendahnya hukuman diberikan aparat penegak hukum."Seperti kasus pencemaran sungai Cileungsi pada tahun lalu. Tetap saja tak bisa memberikan efek jera. Sebab kewenangan penuntutan itu bukan di DLH, tapi tangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) atau kepolisian," jelasnya.
Pihaknya berharap dengan adanya laporan hasil penelitian dari DLH, segera ditindaklanjuti dan dikenakan sanksi tegas sesuai pasal 1 angka 14 Undang-Undang No 32/2009, tentang Pencemaran Lingkungan Hidup, di mana hukuman penjaranya selama tiga tahun atau denda Rp3 miliar serta dicabut izin usahanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP Kabupaten Bogor, Agus Ridho berdalih minimnya personel penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) membuatnya kesulitan dalam menjerat perusahaan nakal yang kedapatan sengaja nembuang limbah ke sungai.
"Kita sudah menuntut sejumlah perusahaan pencemar lingkungan dengan Perda No 4/2016. Kalau Pasal 1 angka 14 UU No 32/2009 itu ranahnya kepolisian. Nah, jalau kasus tersebut dilimpahkan ke Polres Bogor, proses ke persidangannya cukup lama bisa sampai enam bulan," ucapnya.
(whb)