JPU Keukeuh Muljono Bersalah Menggelapkan Dokumen
A
A
A
JAKARTA - Mantan Presiden Direktur Jakarta Royale Golf Club, Muljono Tedjokusumo bersalah atas penggelapan dokumen. Cara itu ia gunakan untuk menerbitkan sertifikat tanah miliknya sebelum akhirnya menyeretnya ke meja hijau.
“Dia menggunakan foto copy akta jual beli yang ditanda tangani camat Kebon Jeruk 1987. Poto copy itu kemudian ia buat untuk membuat surat kehilangan di Polres Jakarta Barat sebelum akhirnya mengajukan sertifikat tanah di BPN (Badan Pertanahan Nasional),” kata Jaksa Penuntut Umum pengganti, Hatta saat membacakan Replik kasus penggelapan dokumen di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (12/6/2019).
Sebelumnya, JPU menuntut Muljono setahun penjara lantaran terbukti secara sah melakukan penggelapan dokumen tanah sebagaimana tertuang pada Pasal 263 dan Pasal 266 KUHP tentang Penipuan. Meski memiliki girik, namun Muljono tidak menggunakan girik itu untuk pembuatan sertifikat.
Belakangan mengenai girik itu, lanjut Hatta, BPN telah mengatakan bahwa girik milik Muljono yang dijadikan bukti dalam persidangan memiliki tempat yang berbeda bukan di kawasan Kedoya Utara, Kebon Jeruk melainkan di Kembangan.
“Jadi bisa dipastikan terdakwa memiliki niat (mens rea). Buktinya dia sengaja menggunakan foto copy bukan melalui girik untuk ajukan sertifikat,” jelasnya sembari mengatakan girik milik Muljono dianggap tidak relevan.
Termasuk deplik Kuasa Hukum Muljono yang mengatakan tidak adanya kerugian dalam perkara ini. JPU melihat dalam perkembangannya gugatan ini maju hingga akhirnya Muljono di laporkan ke Polisi oleh Ahli Waris Sah lantaran menggelapkan dokumen.
Karena dasar pokok itulah, JPU meminta Ketua Majelis Hakim Sterly Marlein untuk memvonis seadil-adilnya demi dijadikan pelajaran bagi masyarakat Indonesia, khususnya kasus penggelapan dokumen.
Sementara tim kuasa hukum para korban mafia tanah, Aldrino Linkoln, SH mengatakan sertifikat tanah milik Muljono Tedjokusumo telah dicabut setelah Surat Keputusan (SK) BPN keluar.
Dalam SK-nya, lanjut Aldrino, BPN meminta Muljono mengembalikan tanah yang menjadi objek sengketa kepada sejumlah kliennya. Termasuk soal girik milik kliennya, BPN dalam SK menegaskan girik itu terdaftar, hal itu terungkap setelah BPN melakukan pengukuran.
“Terkait surat SK BPN tersebut, saya juga selaku tim kuasa hukum sudah memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Surat tersebut berupa pemberitahuan kepada Ketua Pengadilan serta majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut,” ucap Aldrino yang mengaku menyerahkan foto copy SK.
Tak hanya itu, dalam kasus ini, Aldrino melihat bahwa terdakwa dan saksi mengakui bahwa perbuatan yang dilakukan Muljono merupakan perbuatan pidana.
Landasan itulah membuat jaksa tetap pada tuntutan dan keyakinan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam dakwaan. Dalam Repliknya, JPU menekankan bahwa kasus ini murni pidana dan tidak ada unsur perdata, hal ini kemudian dikuatkan dengan SK BPN yang telah membatalkan semua sertifikat milik terdakwa Muljono Tedjokusumo.
“Dia menggunakan foto copy akta jual beli yang ditanda tangani camat Kebon Jeruk 1987. Poto copy itu kemudian ia buat untuk membuat surat kehilangan di Polres Jakarta Barat sebelum akhirnya mengajukan sertifikat tanah di BPN (Badan Pertanahan Nasional),” kata Jaksa Penuntut Umum pengganti, Hatta saat membacakan Replik kasus penggelapan dokumen di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (12/6/2019).
Sebelumnya, JPU menuntut Muljono setahun penjara lantaran terbukti secara sah melakukan penggelapan dokumen tanah sebagaimana tertuang pada Pasal 263 dan Pasal 266 KUHP tentang Penipuan. Meski memiliki girik, namun Muljono tidak menggunakan girik itu untuk pembuatan sertifikat.
Belakangan mengenai girik itu, lanjut Hatta, BPN telah mengatakan bahwa girik milik Muljono yang dijadikan bukti dalam persidangan memiliki tempat yang berbeda bukan di kawasan Kedoya Utara, Kebon Jeruk melainkan di Kembangan.
“Jadi bisa dipastikan terdakwa memiliki niat (mens rea). Buktinya dia sengaja menggunakan foto copy bukan melalui girik untuk ajukan sertifikat,” jelasnya sembari mengatakan girik milik Muljono dianggap tidak relevan.
Termasuk deplik Kuasa Hukum Muljono yang mengatakan tidak adanya kerugian dalam perkara ini. JPU melihat dalam perkembangannya gugatan ini maju hingga akhirnya Muljono di laporkan ke Polisi oleh Ahli Waris Sah lantaran menggelapkan dokumen.
Karena dasar pokok itulah, JPU meminta Ketua Majelis Hakim Sterly Marlein untuk memvonis seadil-adilnya demi dijadikan pelajaran bagi masyarakat Indonesia, khususnya kasus penggelapan dokumen.
Sementara tim kuasa hukum para korban mafia tanah, Aldrino Linkoln, SH mengatakan sertifikat tanah milik Muljono Tedjokusumo telah dicabut setelah Surat Keputusan (SK) BPN keluar.
Dalam SK-nya, lanjut Aldrino, BPN meminta Muljono mengembalikan tanah yang menjadi objek sengketa kepada sejumlah kliennya. Termasuk soal girik milik kliennya, BPN dalam SK menegaskan girik itu terdaftar, hal itu terungkap setelah BPN melakukan pengukuran.
“Terkait surat SK BPN tersebut, saya juga selaku tim kuasa hukum sudah memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Surat tersebut berupa pemberitahuan kepada Ketua Pengadilan serta majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut,” ucap Aldrino yang mengaku menyerahkan foto copy SK.
Tak hanya itu, dalam kasus ini, Aldrino melihat bahwa terdakwa dan saksi mengakui bahwa perbuatan yang dilakukan Muljono merupakan perbuatan pidana.
Landasan itulah membuat jaksa tetap pada tuntutan dan keyakinan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam dakwaan. Dalam Repliknya, JPU menekankan bahwa kasus ini murni pidana dan tidak ada unsur perdata, hal ini kemudian dikuatkan dengan SK BPN yang telah membatalkan semua sertifikat milik terdakwa Muljono Tedjokusumo.
(ysw)