Pakar Hukum Pertanyakan Dasar Hukum HS Diancam Hukuman Mati
A
A
A
JAKARTA - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof Mudzakir mempertanyakan dasar hukum kepolisian dalam memberikan ancaman hukuman mati kepada HS pria yang mengancam akan memenggal kepala Jokowi.
"Gak paham itu, polisi atau penyidik itu kenapa harus mengancam pidana mati tuh dasar hukumnya pasalnya apa gitu ya?" kata Mudzakir saat dihubungi SINDOnews, Kamis (16/5/2019). (Baca Juga: Dianggap Makar, Pengancam Penggal Jokowi Terancam Hukuman Mati)
Menurut Mudzakir, tidak tepat bagi polisi menjerat dengan hukuman mati karena perbuatannya hanya omongan saja. "Kalau omongan itu tidak bisa dihukum mati," katanya.
Mudzakir menambahkan, apabila HS dituduh makar, juga tidak kuat. "Kalau makar harus ada perbuatannya bukan sekadar omongan saja. Kalau viral lagi kalau menurut saya tidak ada ancaman hukuman mati untuk yang viral seperti itu," tegasnya.
Ia pun menjelaskan indikator suatu perbuatan disebut makar. "Prinsipnya makar itu perbuatannya menggulingkan pemerintahan yang sah. Dan perbuatannya itu harus menggulingkan pemerintahan yang sah, presiden-presiden yang sah jadi nggak bisa dasar yang dipakai itu apa kalau dimasukkan sebagai perbuatan makar begitu," urainya.
Sebelumnya, pihak kepolisian melakukan penangkapan terhadap pemuda yang mengancam akan memenggal kepala Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat unjuk rasa depan Bawaslu, Jumat 10 Mei 2019 lalu. Pelaku berinisial HS, diamankan di Parung, Bogor, Jawa Barat. (Baca Juga: Perekam Video Penggal Kepala Jokowi Ditangkap di Bekasi)
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan kalau HS telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara dan tindak pidana di bidang ITE dengan modus pengancaman, pembunuhan terhadap kepala negara.
"Pengancaman, pembunuhan terhadap presiden RI dengan mengucapkan kata-kata yang tak pantas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 KUHP, Pasal 27 ayat 4 junto pasal 45 ayat 1 UU RI no 19 tahun 2016 perubahan atas UU RI no 11 tahun 2008 tentang ITE," kata Argo.
Pasal 104 KUHP berbunyi:
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Sedangkan Pasal 27 ayat 4 berbunyi:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan atau pengancaman.
"Gak paham itu, polisi atau penyidik itu kenapa harus mengancam pidana mati tuh dasar hukumnya pasalnya apa gitu ya?" kata Mudzakir saat dihubungi SINDOnews, Kamis (16/5/2019). (Baca Juga: Dianggap Makar, Pengancam Penggal Jokowi Terancam Hukuman Mati)
Menurut Mudzakir, tidak tepat bagi polisi menjerat dengan hukuman mati karena perbuatannya hanya omongan saja. "Kalau omongan itu tidak bisa dihukum mati," katanya.
Mudzakir menambahkan, apabila HS dituduh makar, juga tidak kuat. "Kalau makar harus ada perbuatannya bukan sekadar omongan saja. Kalau viral lagi kalau menurut saya tidak ada ancaman hukuman mati untuk yang viral seperti itu," tegasnya.
Ia pun menjelaskan indikator suatu perbuatan disebut makar. "Prinsipnya makar itu perbuatannya menggulingkan pemerintahan yang sah. Dan perbuatannya itu harus menggulingkan pemerintahan yang sah, presiden-presiden yang sah jadi nggak bisa dasar yang dipakai itu apa kalau dimasukkan sebagai perbuatan makar begitu," urainya.
Sebelumnya, pihak kepolisian melakukan penangkapan terhadap pemuda yang mengancam akan memenggal kepala Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat unjuk rasa depan Bawaslu, Jumat 10 Mei 2019 lalu. Pelaku berinisial HS, diamankan di Parung, Bogor, Jawa Barat. (Baca Juga: Perekam Video Penggal Kepala Jokowi Ditangkap di Bekasi)
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan kalau HS telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara dan tindak pidana di bidang ITE dengan modus pengancaman, pembunuhan terhadap kepala negara.
"Pengancaman, pembunuhan terhadap presiden RI dengan mengucapkan kata-kata yang tak pantas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 KUHP, Pasal 27 ayat 4 junto pasal 45 ayat 1 UU RI no 19 tahun 2016 perubahan atas UU RI no 11 tahun 2008 tentang ITE," kata Argo.
Pasal 104 KUHP berbunyi:
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Sedangkan Pasal 27 ayat 4 berbunyi:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan atau pengancaman.
(ysw)