Banjir Masih Mengancam. Warga Jakarta Harus Tetap Waspada

Sabtu, 27 April 2019 - 06:06 WIB
Banjir Masih Mengancam....
Banjir Masih Mengancam. Warga Jakarta Harus Tetap Waspada
A A A
JAKARTA - Hujan deras yang mengguyur kawasan Puncak, Bogor, kemarin membuat sejumlah daerah di Bogor, Depok, Jakarta, dan Tangerang kebanjiran. Ribuan rumah yang berada di kawasan bantaran Sungai Ciliwung dan Cisadane tenggelam hingga hampir 2 meter. Masyarakat pun terpaksa mengungsi.

Selain cuaca ekstrem, banjir juga terjadi karena landscape di kawasan hulu sudah rusak dan terjadi alih fungsi. Akibatnya air tidak bisa tertahan dan meresap ke tanah, melainkan turun ke sungai. Di sisi lain normalisasi sungai yang diharapkan bisa memperbesar daya tampung sungai, khususnya di sepanjang Sungai Ciliwung, dan bisa meminimalkan banjir justru terhenti.

Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan yang terjadi di wilayah Bogor terbilang ekstrem, yakni mencapai rata-rata 90-100 milimeter. Sebagai informasi intensitas normal berkisar 0-30 milimeter. Akibat hujan yang terjadi semalam tersebut, Pintu Air Katulampa siaga 1 dan limpahan air pun mengalir deras menenggelamkan wilayah bantaran sungai.

Ancaman banjir diperkirakan akan berlangsung hingga beberapa hari ke depan. Kondisi ini terjadi karena adanya aktivitas Madden Julian Oscalliation (MJO). Fenomena dimaksud berupa gangguan awan, hujan, angin, dan tekanan udara yang melintasi kawasan tropis dan kembali ke titik awal dalam kurun waktu rata-rata 30 hingga 60 hari.

MJO kerap digambarkan sebagai variabilitas iklim tropis interseasonal (bervariasi setiap minggunya). Kepala Seksi Pusat Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Bogor Hadi Saputra memprediksi, cuaca ekstrem masa peralihan musim ini akan terus terjadi hingga sepekan. "Intensitas curah hujan di seluruh wilayah Bogor ini kemarin cukup tinggi, yakni rata-rata 90–100 milimeter. Normalnya itu 0–30 milimeter," ujar Hadi kemarin.

Dia menuturkan, cuaca ekstrem akibat aktivitas MJO yang sudah masuk wilayah Indonesia bergerak dari wilayah Indonesia bagian barat dan akan bergeser ke bagian tengah. MJO kali ini berada pada fase basah yang diprediksi cukup signifikan dalam periode satu pekan ke depan. Karenanya dia mengimbau masyarakat agar waspada jika sudah terlihat awan-awan konvektif yang ditandai petir.

Selain itu masyarakat juga harus mewaspadai hujan lebat disertai angin kencang. "Nah tadi malam itu karena hujannya agak lama akhirnya menyebabkan banjir lintasan di mana-mana. Jadi kedua sungai besar di Bogor, yakni Ciliwung dan Cisadane, serta Cikeas meluap semua itu airnya. Cuaca ekstrem masa peralihan musim ini akan terus terjadi hingga sepekan ke depan," jelasnya.

Hujan yang terjadi di kawasan Bogor memang sangat lebat dan berlangsung lama sejak Kamis (26/04) petang hingga pukul 23.00 WIB. Akibatnya tinggi muka air (TMA) Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa mencapai level tertinggi, yakni 250 cm dengan status siaga 1. Berdasar informasi, kenaikan TMA Bendung Katulampa itu terjadi secara mendadak.

Semula pada pukul 19.45 WIB hanya 50 cm (siaga 4). Karena hujan deras di kawasan hulu terus berlangsung, pada pukul 20.28 langsung merangkak naik menjadi 220 cm (siaga 1). "Bahkan pada pukul 22.50 WIB, TMA Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa sempat menyentuh level tertinggi, yaitu 250 cm (siaga 1)," kata Kepala Petugas Jaga Bendung Katulampa Andi Sudirman kemarin.

Beruntung, sejak pukul 24.00 WIB air Sungai Ciliwung perlahan surut hingga level siaga 4 (80 cm) pada pukul 07.00 WIB. Bahkan Andi menyebutkan pada pukul 10.15 WIB, Jumat (26/4), kembali surut dengan ketinggian 60 cm. Tingginya debit Sungai Ciliwung memicu banjir di sepanjang Bogor hingga Jakarta.

Beberapa lokasi yang diterjang banjir lintasan adalah Kelurahan Bantarjati, Kedunghalang, Bogor Utara; Kedungbadak, Tanah Sareal; Baranangsiang, Bantarkemang, Bogor Timur. Bahkan banjir juga memicu tanah longsor di sejumlah titik. Sekitar pukul 0.00 WIB Sungai Ciliwung yang melewati Depok meluap dan kemudian membanjiri kawasan bantaran sungai.

Berdasar informasi yang disampaikan Tagana dan Komunitas Sungari Ciliwung, daerah yang diterjang banjir berada di Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Pancoran Mas. Puluhan rumah dilaporkan terendam. Kondisi lebih parah terjadi di wilayah Jakarta. Berdasarkan data yang dihimpun BPBD DKI dari Pusat Data dan Informasi Kebencanaan, di Jakarta kemarin banjir menerjang Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Di Jakarta Selatan misalnya, banjir menggenangi beberapa titik di Lenteng Agung, Srengseng Sawah, Pengadegan, Rawaji, dan Pejaten Timur dengan ketinggian banjir sekitar 20 cm hingga 170 cm. Menurut pantauan petugas BPBD DKI, sebagian warga RT07 dan RT 08 RW01 Pengadegan mengungsi ke Rumah Susun Pengadegan.

Petugas gabungan BPBD, Tagana Dinsos, unsur kecamatan, unsur kelurahan, Satpol PP, FKDM, TNI, dan kepolisian melakukan update data serta kebutuhan mendesak. Selain itu petugas melakukan pemantauan dan koordinasi dengan kelurahan terdampak serta memberikan peringatan dini kepada masyarakat yang berada di bantaran Sungai Ciliwung melalui SMS Blast saat Bendung Katulampa dan Pintu Air Depok mengalami kenaikan status siaga menjadi siaga 1.

Pihak BPBD DKI juga berkoordinasi dengan SKPD terkait seperti Dinas Sumber Daya Air untuk menyedot air menggunakan pompa, dibantu PPSU kelurahan, serta menyiapkan 133 unit pompa mobile dan 465 unit pompa stasioner yang tersebar pada 164 lokasi.

Selain itu petugas mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi banjir dan melaporkan kejadian bencana secara cepat melalui kanal resmi Pemprov dan BPBD DKI Jakarta (Call Center Jakarta Siaga 112) agar dapat segera ditindaklanjuti,

Limpahan air dari kawasan Bogor juga membuat Sungai Cisadane di Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), dan Kabupaten Tangerang meluap. Di Kota Tangerang misalnya, tercatat ada empat kecamatan yang terdampak banjir, yakni Kecamatan Pinang, Cibodas, Karawaci, dan Neglasari. Banjir yang terjadi cukup tinggi, bahkan di beberapa titik mencapai 1,7 meter lebih.

Di Kota Tangsel, banjir mulai masuk dalam perumahan warga sejak tadi malam di Kampung Koceak, Kampung Sengkol, dan Perumahan Pesona Serpong, Kademangan. Adapun di Kabupaten Tangerang, banjir terjadi di wilayah Tanjung Burung, Teluk Naga. Banjir di kawasan ini terjadi karena 6 pintu air di bendung Pintu Air 10 dibuka.

Kemarin bantuan untuk korban banjir sudah berdatangan. Selain dari pemerintah setempat, bantuan juga disampaikan Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama Masyarakat Relawan Indonesia (MRI). Selain membantu evakuasi, mereka juga mendistribusikan bahan makanan.

“Selanjutnya tim ACT terus melakukan pemetaan penanganan banjir untuk terus memantau perkembangan kondisi sekitar dan akan menambah personel serta membuka posko kemanusiaan,” ujar Lukman Solehudin, tim Emergency Response (ER) ACT, kemarin.

Berharap pada Bendungan Ciawi dan Sukamahi

Wilayah Depok, DKI Jakarta maupun Tangerang tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi banjir tersebut. Untuk jangka panjang mereka hanya berharap Bendungan Ciawi dan Sukamahi bisa kelar tahun ini. Untuk wilayah Jakarta, visi penanganan banjir tidak jelas karena normalisasi sungai terhenti sejak Februari 2018 lantaran Pemprov DKI Jakarta belum melakukan pembebasan lahan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan, penanganan banjir dari hulu saat ini terus dilakukan. Dia menunjuk pembangunan dua bendungan, Waduk Ciawi dan Sukamahi, yang dikerjakan pemerintah pusat dan ditargetkan rampung akhir tahun ini.

“Dengan adanya dua bendungan itu saja hujan deras di Ciawi bisa dikendalikan sekitar 30% sebelum masuk ke Jakarta. Saat ini sebelum selesai (pembangunan bendungan), air masih begitu saja datang. Ini adalah contoh situasi banjir karena kiriman dari selatan," ujar dia.

Kepala Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta Premi Lestari menuturkan, Bendungan Ciawi dan Sukamahi itu sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan tidak mungkin mendapatkan bantuan dari Pemprov DKI. Menurut Premi, bantuan Pemprov DKI untuk mengendalikan air dari hulu hanya diberikan kepada pemerintah daerah kota atau kabupaten setempat sesuai dengan apa yang diajukan kepada Pemprov DKI.

Misalnya berupa bantuan keuangan kepada Kota Bogor untuk pembangunan dan penataan kolam retensi. Kemudian untuk Kota Depok diberikan untuk penataan Situ Pedongkelan, revitalisasi Situ Universitas Indonesia, normalisasi Situ Pladen, Situ Rawa Besar, dan sebagainya. Termasuk pengadaan jaring apung sampah di hulu Kali Ciliwung. "Bentuknya bantuan keuangan yang besarannya sesuai dengan proposal yang diajukan oleh pemerintah daerah," jelasnya.

Pandangan berbeda disampaikan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSC) Bambang Hidayat. Menurut dia, salah satu upaya untuk mengatasi banjir itu adalah normalisasi kali. Menurutnya, normalisasi kali dapat membuat kapasitas kali atau sungai menjadi lebih banyak menampung debit banjir.

Sayangnya program normalisasi sungai di DKI sepanjang 33 km yang dimulai sejak 2013 lalu baru berjalan sekitar 48% atau baru sekitar 16 km. Normalisasi terhenti sejak Februari 2018 lantaran Pemprov DKI belum melakukan pembebasan lahan.

Selain itu, lanjut Bambang, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI harus melakukan pengerukan secara rutin agar sungai atau kali tidak menjadi dangkal. “Sebab sendimentasi akan terus terjadi pada umumnya ketika di hulu curam, longsor, dan terbawa ke hilir, akhirnya menyebabkan sendimentasi,’’ sebutnya.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono menilai Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Anies tidak memiliki terobosan dalam penanganan banjir di Ibu Kota. Seharusnya Gubernur Anies tidak menyalahkan dan menunggu penanganan banjir di hulu tanpa mengantisipasi dampak di masyarakat.

"Gubernur Anies harus memprioritaskan penanganan banjir di sisi hilir ketimbang menunggu penyelesaian banjir dari hulu. Apalagi tidak melanjutkan program normalisasi sungai," ungkapnya.

Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Jogo menegaskan, normalisasi atau naturalisasi tak menjamin Jakarta bebas dari banjir. Sebab untuk memaksimalkan penanggulangan banjir diperlukan penanganan menyeluruh mulai dari bibir kali hingga kawasan hilir.

Dia lantas menuturkan, banjir yang melanda Jakarta terbagi dalam tiga penyebab, yakni buruknya drainase di kawasan permukiman, rob di kawasan bibir laut, dan adanya banjir kiriman. Menurut dia, untuk mengatasi persoalan tersebut pemerintah harus memperbaiki manajemen drainase, membuat tanggul besar dan tinggi di pesisir laut, dan mengatasi persiapan di kawasan hulu.

“Bila ketiga (penyebab banjir) terkena (terjadi) sekaligus, aktivitas Jakarta menjadi lumpuh. Peristiwa ini pun terjadi beberapa tahun lalu seperti tahun 2015, 2013, dan 2007. Kala itu Jakarta dipenuhi genangan. Artinya kalau masih normalisasi itu salah kaprah. Ini suatu pemikiran yang salah," tutur Nirwono kemarin.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7019 seconds (0.1#10.140)