Banjir Jakarta, BBWSC: Pengerukan Kali Harus Dilakukan Rutin
A
A
A
JAKARTA - Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSC), Bambang Hidayat menegaskan, salah satu upaya untuk mengatasi banjir adalah normalisasi kali. Menurutnya, normalisasi kali dapat mmbuat kapasitas kali atau sungai menjadi lebih banyak menampung debit banjir.
Sayangnya, program normalisasi sepanjang 33 kilometer yang dimulai sejak 2013 lalu baru berjalan sekitar 48 persen atau baru sekitar 16 kilometer. Normalisasi terhenti sejak Februari 2018 lantaran Pemprov DKI belum melakukan pembebasan lahan. "Tidak dikerjakan karena dibangun alam naturalisasi," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Bambang, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta harus melakukan pengerukan secara rutin agar sungai atau kali tidak menjadi dangkal. Sebab, sendimentasi akan terus terjadi pada umumnya ketika di hulu curam, longsor dan terbawa ke hilir akhirnya menyebabkan sendimentasi.
"Di normalisasi ada pengerukan nah pengerukan rutin tetap harus dilakukan pemeliharaan rutin tiap tahun harus ada karena kalau dibiarkan sedimentasi meningkat sehingga kembali dangkal," pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memilih untuk mengembalikan fungsi sungai yang alamiah ketimbang mempercantik estetika. Sungai alami terindikasi dari hidupnya satwa di sekitar sungai.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, kondisi kualitas air sungai di Jakarta sejak 2014 sampai 2017 memang mengalami perubahan cukup signifikan. Dimana, sungai yang tercemar ringan dari 23% turun menjadi 12%. Sungai yang tercemar sedang turun dari 44% pada 2014 menjadi 17 persen di tahun 2017. Namun, dari tercemar berat 32% naik menjadi 61%.
"Jadi yang sedang dan ringan itu menjadi berat, bukan turun lalu hilang. Jadi selama 2014, 2015, 2017, kita mengalami peningkatan sungai yang mnegalami pencemaran berat," kata Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu 12 September 2018. (Baca Juga: DKI Pilih Naturalisasi Sungai Ketimbang Estetika(mhd)
Sayangnya, program normalisasi sepanjang 33 kilometer yang dimulai sejak 2013 lalu baru berjalan sekitar 48 persen atau baru sekitar 16 kilometer. Normalisasi terhenti sejak Februari 2018 lantaran Pemprov DKI belum melakukan pembebasan lahan. "Tidak dikerjakan karena dibangun alam naturalisasi," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Bambang, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta harus melakukan pengerukan secara rutin agar sungai atau kali tidak menjadi dangkal. Sebab, sendimentasi akan terus terjadi pada umumnya ketika di hulu curam, longsor dan terbawa ke hilir akhirnya menyebabkan sendimentasi.
"Di normalisasi ada pengerukan nah pengerukan rutin tetap harus dilakukan pemeliharaan rutin tiap tahun harus ada karena kalau dibiarkan sedimentasi meningkat sehingga kembali dangkal," pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memilih untuk mengembalikan fungsi sungai yang alamiah ketimbang mempercantik estetika. Sungai alami terindikasi dari hidupnya satwa di sekitar sungai.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, kondisi kualitas air sungai di Jakarta sejak 2014 sampai 2017 memang mengalami perubahan cukup signifikan. Dimana, sungai yang tercemar ringan dari 23% turun menjadi 12%. Sungai yang tercemar sedang turun dari 44% pada 2014 menjadi 17 persen di tahun 2017. Namun, dari tercemar berat 32% naik menjadi 61%.
"Jadi yang sedang dan ringan itu menjadi berat, bukan turun lalu hilang. Jadi selama 2014, 2015, 2017, kita mengalami peningkatan sungai yang mnegalami pencemaran berat," kata Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu 12 September 2018. (Baca Juga: DKI Pilih Naturalisasi Sungai Ketimbang Estetika(mhd)