PN Jaksel Kembali Gelar Sidang Kasus Dugaan Penipuan Pembelian Kantor
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menggelar sidang kasus dugaan penipuan atas pembelian dua lantai kantor di Kuningan Place, Jakarta. Sidang lanjutan ini digelar dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh pihak Kejaksaan.
Salah satunya Lina, Direktur Keuangan PT Brahma, dalam kesaksiannya menyatakan, dirinya melakukan pembayaran penjualan dua lantai kantor (7 dan 8) Kuningan Place sebesar Rp34,6 miliar. Pembayaran itu dilakukan karena adanya copy email yang diberikan kepadanya.
Email yang dimaksud adalah email dari Yusuf Valent, terdakwa, dan Indri Gautama, yang bersama-sama menjadi pemegang saham Kemuliaan Megah Perkasa, perusahaan penjual. Isi email itu mengenai persetujuan dari Yusuf Valent ke Indri Gautama mengenai penjualan dua lantai kantor di Kuningan Place.
"Email kedua instruksi dari Yusuf Valen ke Sahardjo (penerima kuasa) untuk membuat surat pemesanan untuk jual beli dua lantai kantor tersebut," kata Lina di luar persidangan.
Setelah surat pemesan ditandatangani kemudian diminta oleh Merry, Sekretaris Indri Gautama, untuk mengirimkannya ke kantor Yusuf Valent di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Saksi lainnya Arbian Eka Putra menyatakan, bahwa gedung yang izinnya sebagai hunian dan fasilitasnya tidak boleh dijual sebagai perkantoran.
Sementara Effendi Saragih, saksi ahli pidana menyatakan, kapan tindak pidana terjadi dalam suatu perjanjian. Sebuah perjanjian memiliki tiga tahap, yaitu praperjanjian, perjanjian itu sendiri, dan penggunaan setelah perjanjian.
Usai persidangan, Saragih menjelaskan, dalam hal ini pra perjanjian dari jual beli dua lantai kantor di Kuningan Place dimulai dari email Yusuf Valent ke Indri Gautama.
Kemudian surat pemesanan dua lantai kantor dan perjanjian pengikatan jual beli yang mana obyek yang diperjanjikan adalah kantor, tetapi kenyatannya bukan kantor melainkan hunian dan fasilitasnya. Pada saat pelaksanaan terjadilah penyimpangan obyek yang diperjualbelikan tidak bisa dimanfaatkan sebagaimana mesti yang menjadi obyek perjanjian.Saksi ahli itu juga menambahkan, "Apa yang dikuasakan untuk melakukan suatu tindakan tidak berarti si pemberi kuasa bebas dari tanggung jawabnya," kata Saragih. Kemudian apa yang diperjanjikan dalam sewa-menyewa terjadilah kebohongan dan keterangan palsu apabila melakukan perubahan peruntukkan.
Saksi lainnya, Russida, jemaat Indri Gautama, dalam kesaksiannya menyatakan bahwa jual beli itu adalah perkantoran berdasarkan brosur-brosur yang ada. "Saya yang memperkenalkan Brahma dengan pihak Indri," katanya.
Sementara itu, pihak kuasa hukum terdakwa menyatakan menolak semua keterangan saksi-saksi.
Salah satunya Lina, Direktur Keuangan PT Brahma, dalam kesaksiannya menyatakan, dirinya melakukan pembayaran penjualan dua lantai kantor (7 dan 8) Kuningan Place sebesar Rp34,6 miliar. Pembayaran itu dilakukan karena adanya copy email yang diberikan kepadanya.
Email yang dimaksud adalah email dari Yusuf Valent, terdakwa, dan Indri Gautama, yang bersama-sama menjadi pemegang saham Kemuliaan Megah Perkasa, perusahaan penjual. Isi email itu mengenai persetujuan dari Yusuf Valent ke Indri Gautama mengenai penjualan dua lantai kantor di Kuningan Place.
"Email kedua instruksi dari Yusuf Valen ke Sahardjo (penerima kuasa) untuk membuat surat pemesanan untuk jual beli dua lantai kantor tersebut," kata Lina di luar persidangan.
Setelah surat pemesan ditandatangani kemudian diminta oleh Merry, Sekretaris Indri Gautama, untuk mengirimkannya ke kantor Yusuf Valent di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Saksi lainnya Arbian Eka Putra menyatakan, bahwa gedung yang izinnya sebagai hunian dan fasilitasnya tidak boleh dijual sebagai perkantoran.
Sementara Effendi Saragih, saksi ahli pidana menyatakan, kapan tindak pidana terjadi dalam suatu perjanjian. Sebuah perjanjian memiliki tiga tahap, yaitu praperjanjian, perjanjian itu sendiri, dan penggunaan setelah perjanjian.
Usai persidangan, Saragih menjelaskan, dalam hal ini pra perjanjian dari jual beli dua lantai kantor di Kuningan Place dimulai dari email Yusuf Valent ke Indri Gautama.
Kemudian surat pemesanan dua lantai kantor dan perjanjian pengikatan jual beli yang mana obyek yang diperjanjikan adalah kantor, tetapi kenyatannya bukan kantor melainkan hunian dan fasilitasnya. Pada saat pelaksanaan terjadilah penyimpangan obyek yang diperjualbelikan tidak bisa dimanfaatkan sebagaimana mesti yang menjadi obyek perjanjian.Saksi ahli itu juga menambahkan, "Apa yang dikuasakan untuk melakukan suatu tindakan tidak berarti si pemberi kuasa bebas dari tanggung jawabnya," kata Saragih. Kemudian apa yang diperjanjikan dalam sewa-menyewa terjadilah kebohongan dan keterangan palsu apabila melakukan perubahan peruntukkan.
Saksi lainnya, Russida, jemaat Indri Gautama, dalam kesaksiannya menyatakan bahwa jual beli itu adalah perkantoran berdasarkan brosur-brosur yang ada. "Saya yang memperkenalkan Brahma dengan pihak Indri," katanya.
Sementara itu, pihak kuasa hukum terdakwa menyatakan menolak semua keterangan saksi-saksi.
(rhs)