Addendum Depok Metro Stater Dipertanyakan, Ketua DPRD: Ini Soal Aset
A
A
A
DEPOK - Ketua DPRD Kota Depok Hendrik Tangke Allo mempertanyakan dasar kerja sama antara Pemkot Depok dengan pihak pengembang pembangunan terminal modern dengan nama Depok Metro Stater. Sebab proyek ini menyangkut aset Pemkot Depok yang dikerjasamakan.
"Dasar kerja samanya apakah sudah sesuai dengan aturan perundang-udanganan atau tidak. Lalu bagaimana pendampingan hukum dari sudut pandang yuridis sehingga proses administrasi betul-betul clean dan tidak ada aturan yang dilanggar," ujarnya, Kamis (21/3/2019).
Selanjutnya, ia mempertanyakan bagaimana koordinasi dengan DPRD. Sebab sejauh ini DPRD tidak pernah tahu bagaimana addendum kontrak yang sudah disepakati. Bahkan, kata Hendrik, tidak ada tembusan ke Dewan. (Baca juga: Kota Depok Akan Memiliki Terminal Modern)
"Ini menyangkut aset daerah loh. Sampai saat ini DPRD tidak pernah tahu bagaimana addendum kontrak yang sudah disepakati bersama. Saya menganggap itu adalah pelanggaran administrasi yang dilakukan sehingga menurut saya itu cacat hukum," tukasnya.
Bagi Hendrik, addendum ini perlu dijelaskan kepada DPRD sebelum bicara apakah ada manfaat untuk masyarakat dengan adanya terminal terpadu tersebut. Hendrik curiga proyek tersebut hanya permainan oknum tertentu. "Saya melihat itu penuh dengan permainan oknum-oknum yang hanya mengambil keuntungan pribadi," ucapnya.
Diketahui, Depok Metro Stater ini akan berbasis Transit Oriented Development (TOD) yang mensinergikan hubungan antarmoda dengan berbagai tipe transportasi. Di area seluas 2 hektare itu akan berdiri terminal, hunian, dan kawasan komersial. (Baca juga: Pembangunan Terminal Modern Depok, Akan Ada 2.000 Tiang Pancang)
"Terminal luasnya sekitar 17.000 meter persegi. Nanti ada ruang tunggu, kantor dan koridor-koridor. Detailnya ada di Dinas Perhubungan kalau soal koridor-koridor, kami hanya menyediakan saja," ujar Direksi PT Andyka Investama, Sumarsono Hadi.
Setelah terminal selesai, selanjutnya pembangunan area komersial. Setelah itu akan ada pembangunan kawasan hunian di proyek senilai Rp1,3 triliun itu. Pihaknya juga memfokuskan pada sarana prasarana yang menunjang teknologi modern dalam pembangunan terminal. (Baca juga: Pembangunan Terminal Terintegrasi Depok Masuk Pengerjaan Bawah Tanah)
Dengan begitu, masyarakat akan sangat terbantu dengan kecanggihan teknologi yang diterapkan. "Target keseluruhan untuk hunian sekitar 3-4 tahun. Tapi kami tidak boleh membangun apapun sebelum terminal selesai," tuturnya.
"Dasar kerja samanya apakah sudah sesuai dengan aturan perundang-udanganan atau tidak. Lalu bagaimana pendampingan hukum dari sudut pandang yuridis sehingga proses administrasi betul-betul clean dan tidak ada aturan yang dilanggar," ujarnya, Kamis (21/3/2019).
Selanjutnya, ia mempertanyakan bagaimana koordinasi dengan DPRD. Sebab sejauh ini DPRD tidak pernah tahu bagaimana addendum kontrak yang sudah disepakati. Bahkan, kata Hendrik, tidak ada tembusan ke Dewan. (Baca juga: Kota Depok Akan Memiliki Terminal Modern)
"Ini menyangkut aset daerah loh. Sampai saat ini DPRD tidak pernah tahu bagaimana addendum kontrak yang sudah disepakati bersama. Saya menganggap itu adalah pelanggaran administrasi yang dilakukan sehingga menurut saya itu cacat hukum," tukasnya.
Bagi Hendrik, addendum ini perlu dijelaskan kepada DPRD sebelum bicara apakah ada manfaat untuk masyarakat dengan adanya terminal terpadu tersebut. Hendrik curiga proyek tersebut hanya permainan oknum tertentu. "Saya melihat itu penuh dengan permainan oknum-oknum yang hanya mengambil keuntungan pribadi," ucapnya.
Diketahui, Depok Metro Stater ini akan berbasis Transit Oriented Development (TOD) yang mensinergikan hubungan antarmoda dengan berbagai tipe transportasi. Di area seluas 2 hektare itu akan berdiri terminal, hunian, dan kawasan komersial. (Baca juga: Pembangunan Terminal Modern Depok, Akan Ada 2.000 Tiang Pancang)
"Terminal luasnya sekitar 17.000 meter persegi. Nanti ada ruang tunggu, kantor dan koridor-koridor. Detailnya ada di Dinas Perhubungan kalau soal koridor-koridor, kami hanya menyediakan saja," ujar Direksi PT Andyka Investama, Sumarsono Hadi.
Setelah terminal selesai, selanjutnya pembangunan area komersial. Setelah itu akan ada pembangunan kawasan hunian di proyek senilai Rp1,3 triliun itu. Pihaknya juga memfokuskan pada sarana prasarana yang menunjang teknologi modern dalam pembangunan terminal. (Baca juga: Pembangunan Terminal Terintegrasi Depok Masuk Pengerjaan Bawah Tanah)
Dengan begitu, masyarakat akan sangat terbantu dengan kecanggihan teknologi yang diterapkan. "Target keseluruhan untuk hunian sekitar 3-4 tahun. Tapi kami tidak boleh membangun apapun sebelum terminal selesai," tuturnya.
(thm)