Jejak MH Thamrin Dalam Politik dan Sepak Bola Kebangsaan

Sabtu, 16 Maret 2019 - 21:03 WIB
Jejak MH Thamrin Dalam Politik dan Sepak Bola Kebangsaan
Jejak MH Thamrin Dalam Politik dan Sepak Bola Kebangsaan
A A A
PERINTISAN sepak bola bangsa Indonesia telah dilakukan sejak awal abad ke-20. Pada tahun 1926 lahir dua klub sepak bola Bumiputra, STER dan Setiaki. Sebelumnya telah banyak berdiri pula klub-klub bumiputra lainnya seperti, Gang Solitude, Tjahja Kwitang dan Roekoen Setia. Namun sayangnya belum ada bond (perserikatan) yang menaungi klub-klub tersebut untuk berkompetisi.

Sejarawan JJ Rizal mengungkapkan, di Batavia sudah berdiri lebih dahulu bond sepak bola milik Belanda yang bernama VBO (Voetbalbond Batavia en Omstreken). Pada penyelenggaraan kompetisinya, VBO menunjukan sikap diskriminatif dengan memilih klub dari kalangan tertentu saja yang boleh ikut kompetisi mereka.

Politik ras yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda dalam kehidupan sosial menempatkan bumiputra pada kasta terbawah. Sikap rasis itu dibawa pula ke dalam sepak bola. Klub-klub Bumiputra dilarang berkompetisi di dalam VBO.

"Permasalahannya bukan karena klub 'kampung’ tidak jago, namun karena VB0 sebagai bond yang menaungi klub-klub Belanda memang dilarang berdiri sejajar bersama para inlander. 'Verboden voor inlander en honden,” (dilarang bagi pribumi dan anjing) adalah kata-kata menyakitkan yang seringkali terpampang dalam gelanggang olahraga Belanda," urainya di Jakarta, Jumat 16 Maret 2019.

Ia melanjutkan, tahun 1927 menjadi kebakaran hebat yang menghanguskan rumah penduduk di Gang Bunder, Pasar Baru. Timbul keprihatinan dari kalangan penggiat sepak bola untuk mengadakan pertandingan amal membantu korban kebakaran. STER dan Setiaki berinisiatif meminjam lapangan milik Hercules di Deca Park untuk menyelenggarakan pertandingan tersebut. Namun permintaan itu ditolak Hercules.

"Kegagalan menyelenggarakan pertandingan amal itu menjadi sebuah titik balik," lanjut Rizal. (Baca Juga: Perjuangan MH Thamrin, Pahlawan Asal Jakarta untuk Persija)

Hasrat untuk mendirikan bond menjadi tidak terbendung lagi. Maka satu bulan setelah Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 didadakan, bulan November 1928, STER dan Setiaki mendirikan sebuah bond sepak bola bernama VBB (VoetBal Boemipoetera) yang dikemudian hari berubah namanya menjadi VIJ (Voetbalbond Indonesia Jacatra).

VIJ sebagai bond yang baru berdiri, mendapat permasalahan lainnya yang tak kalah pelik, yakni kebutuhan akan Iapangan. VIJ belum mempunyai lapangan sendiri yang bisa dipakai untuk menggelar latihan dan kompetisi.

Lapangan sementara yang ada kondisinya sangat tidak layak, permukaan tanah tidak rata saat kering dan nampak sepetti sawah saat hujan. Selain itu lokasinya pun berada dipinggiran kota yang jauh dari ketamaian.

"Keadaan yang serba menyulitkan anak-anak bangsa Indonesia ini, terdengar juga ke telinga politisi nasionalis di dalam dewan rakyat Hindia Belanda. Salah satunya oleh M.H. Thamrin. Tersentuh dengan keadaan yang dialami VIJ, tanpa ragu Thamrin merogoh uang dari koceknya sendiri sebesar 2.000 gulden untuk membuat lapangan yang layak di kawasan Laan Trivelli. Kemudian Thamrin juga diangkat sebagai pelindung VIJ," terangnya. (Baca Juga: Perkumpulan Betawi Kita Berharap MH Thamrin Jadi Nama Stasion)

Pada skala yang Iebih Iuas lagi, Thamrin juga ikut mendukung perjuangan PSSI. la seringkali mengajak para koleganya di Volkraad (Dewan Rakyat) untuk ikut menghadiri pertandingan yang diselenggarakan PSSI.

Bahkan para anggota Dewan Rakyat pun diajak ikut bermain dalam pertandingan persahabatan. Kehadiran elite politik tersebut merupakan bentuk dukungan moril terhadap perjuangan bangsa Indonesia melalui sepak bola.

Dalam perjalananannya tercatat nama-nama politisi lainnya seperti Mr. Hadi, lskandar Brata, Mr. Kusuma Atmaja, Dr. Moewardi dan Dr. A. Halim yang juga ikut membentengi perjuangan VIJ. (Baca Juga: Festival 125 Tahun MH Thamrin, Kiprah dan Jasa MH Thamrin Selalu Dirasakan)

Sepak bola dan politik memang berada dalam rel yang berbeda. Namun, keduanya kerap bertemu dalam suatu persimpangan.

"Tak bisa dipungkiri bahwa sejarah sepak bola Indonesia tidak terlepas dari perjuangan politik para tokoh pergetakan nasional mencapai Indonesia merdeka saat itu," tutup Rizal.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4259 seconds (0.1#10.140)