Diteror Penagih Utang Online, Seorang Perempuan Lapor ke Polda Metro Jaya
A
A
A
JAKARTA - Seorang ibu berinisial YA membuat laporan ke polisi karena merasa diteror penagih utang. Pasalnya, YA merasa diteror karena semua kontak yang ada di handphonenya itu dihubungi si penagih utang.
Kuasa hukum YA, Nasrul Dongoran mengatakan, terlapor yang masih dalam penyelidikan itu meneror teman-teman kliennya. Harusnya, terlapor tak mengakses kontak yang ada di telepon genggam kliennya dan menghubungi kontak-kontak tersebut.
"Nah jangan diteleponin kontak-kontak yang ada di handphone korban itu. Jangan lakukan cara-cara intimidasi," kata Nasrun pada wartawan, Sabtu (16/2/2019).
Menurut Nasrun, peristiwa itu berawal saat kliennya melakukan pinjaman online sebesar Rp1 juta pada salah satu aplikasi pinjaman online di Desember 2018 lalu. Dalam tempo satu minggu kliennya diminta harus mengembalikan uang itu beserta bunganya.
Adapun kliennya, kata dia, sudah membayarkan utang pokoknya, tapi bunga utang itu belum dibayarkan. Hanya saja, pihak pinjaman online itu meneror kliennya agar segera melunasi bunganya itu.
Parahnya, bunganya itu semakin membengkak tiap waktunya manakala belum dibayarkan. Mendadak, saat itu juga kliennya menerima tawaran dari aplikasi lain yang serupa dan menawari pinjaman uang.
Kliennya, ungkapnya, lantas meminjam uang pada aplikasi itu untuk menutupi pembayaran bunga di aplikasi sebelumnya. Namun, bunganya terus membengkak seolah tak ada unjungnya, begitu juga di aplikasi kedua.
Korban lantas melakukan pinjaman online hingga 25 aplikasi dengan cara serupa, korban ditawari pinjam uang dengan persyaratan mudah dan kini kliennya seolah terjebak dalam persoalan pinjam online itu dengan bunga yang tinggi. Pihaknya pun merasa ada yang aneh bagaimana mungkin pihak aplikasi pinjam online menggubungi kliennya secara berurutan sambil terus menawari pinjaman online.
Dan parahnya, 25 aplikasi itu tak henti-hentinya meneror kliennya untuk melunasi hutangnya itu dan bunganya yang besar. Bukan hanya dia, anaknya dan orang lain yang ada dalam kontak kliennya itu dihubungi oleh terlapor untuk mengatakan pada kliennya agar segera melunasi utangnya.
"(Minjam) Rp1 juta dan itu satu aplikasi. Dari pengaduaan masuk ke kita pertama minjam Rp1 juta dan tidak mampu bayar kemudian minjam ke aplikasi lain dan minjamnya berfariasi. Jadi gali lobang tutup lobang," tuturnya.
Dia menambahkan, dalam laporan yang dibuatnya itu, terlapor disangkakan Pasal 30 Ayat 1 dan 2 UU nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Kliennya merasa dirugikan karena terlapor mengakses isi telepon genggam kliennya dan menelepon kontak-kontak yang ada di sana untuk menagih utang kliennya.
"Kita laporkan perihal mengakses sistem elektronik orang lain tanpa hak. Kenapa kita bilang tanpa hak, karena orang yang mengakses handphone itu bisa mengakses dari jarak jauh, padahal ketika melakukan pinjaman online itu cuma mensubmit agar bisa masuk, bukan lantas mengakses data dan mengirimkan foto atau gambar kepada orang lain ketika nasabah ini telat dalam pembayaran," katanya.
Adapun kliennya itu mengaku akan melunasi utangnya itu dan tak perlu melakukan teror dan peretasan data handphonenya. Karena merasa terancam, kliennya memilih melapor ke polisi. Laporan tersebut teregister dalam Laporan Polisi Nomor: LP/997/II/2019/Dit.Reskrimsus.
Kuasa hukum YA, Nasrul Dongoran mengatakan, terlapor yang masih dalam penyelidikan itu meneror teman-teman kliennya. Harusnya, terlapor tak mengakses kontak yang ada di telepon genggam kliennya dan menghubungi kontak-kontak tersebut.
"Nah jangan diteleponin kontak-kontak yang ada di handphone korban itu. Jangan lakukan cara-cara intimidasi," kata Nasrun pada wartawan, Sabtu (16/2/2019).
Menurut Nasrun, peristiwa itu berawal saat kliennya melakukan pinjaman online sebesar Rp1 juta pada salah satu aplikasi pinjaman online di Desember 2018 lalu. Dalam tempo satu minggu kliennya diminta harus mengembalikan uang itu beserta bunganya.
Adapun kliennya, kata dia, sudah membayarkan utang pokoknya, tapi bunga utang itu belum dibayarkan. Hanya saja, pihak pinjaman online itu meneror kliennya agar segera melunasi bunganya itu.
Parahnya, bunganya itu semakin membengkak tiap waktunya manakala belum dibayarkan. Mendadak, saat itu juga kliennya menerima tawaran dari aplikasi lain yang serupa dan menawari pinjaman uang.
Kliennya, ungkapnya, lantas meminjam uang pada aplikasi itu untuk menutupi pembayaran bunga di aplikasi sebelumnya. Namun, bunganya terus membengkak seolah tak ada unjungnya, begitu juga di aplikasi kedua.
Korban lantas melakukan pinjaman online hingga 25 aplikasi dengan cara serupa, korban ditawari pinjam uang dengan persyaratan mudah dan kini kliennya seolah terjebak dalam persoalan pinjam online itu dengan bunga yang tinggi. Pihaknya pun merasa ada yang aneh bagaimana mungkin pihak aplikasi pinjam online menggubungi kliennya secara berurutan sambil terus menawari pinjaman online.
Dan parahnya, 25 aplikasi itu tak henti-hentinya meneror kliennya untuk melunasi hutangnya itu dan bunganya yang besar. Bukan hanya dia, anaknya dan orang lain yang ada dalam kontak kliennya itu dihubungi oleh terlapor untuk mengatakan pada kliennya agar segera melunasi utangnya.
"(Minjam) Rp1 juta dan itu satu aplikasi. Dari pengaduaan masuk ke kita pertama minjam Rp1 juta dan tidak mampu bayar kemudian minjam ke aplikasi lain dan minjamnya berfariasi. Jadi gali lobang tutup lobang," tuturnya.
Dia menambahkan, dalam laporan yang dibuatnya itu, terlapor disangkakan Pasal 30 Ayat 1 dan 2 UU nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Kliennya merasa dirugikan karena terlapor mengakses isi telepon genggam kliennya dan menelepon kontak-kontak yang ada di sana untuk menagih utang kliennya.
"Kita laporkan perihal mengakses sistem elektronik orang lain tanpa hak. Kenapa kita bilang tanpa hak, karena orang yang mengakses handphone itu bisa mengakses dari jarak jauh, padahal ketika melakukan pinjaman online itu cuma mensubmit agar bisa masuk, bukan lantas mengakses data dan mengirimkan foto atau gambar kepada orang lain ketika nasabah ini telat dalam pembayaran," katanya.
Adapun kliennya itu mengaku akan melunasi utangnya itu dan tak perlu melakukan teror dan peretasan data handphonenya. Karena merasa terancam, kliennya memilih melapor ke polisi. Laporan tersebut teregister dalam Laporan Polisi Nomor: LP/997/II/2019/Dit.Reskrimsus.
(whb)