Tak Bayar E-Tilang, Akses Kredit Diblokir
A
A
A
JAKARTA - Jangan coba-coba melanggar rambu-rambu electronic traffic law enforcement (ETLE) jika masih ingin berhubungan dengan perbankan. Sebab nantinya para pelanggar tidak akan bisa melepaskan tanggung jawabnya begitu saja, dalam hal ini membayar sanksi tilang. Mereka tidak akan bisa mendapatkan kredit apa pun sebelum melalukan pembayaran sanksi tilang dimaksud.
Upaya menjerat pelanggar ETLE dengan memblokir kesempatan mereka untuk mendapatkan kredit perbankan saat ini tengah digodok Ditlantas Polda Metro Jaya dengan kalangan perbankan. Langkah ini dilakukan dengan menghubungkan data para pelanggar ELTE dengan data perbankan. Jika dalam waktu tertentu para pelanggar tidak membayar denda yang diwajibkan, secara otomatis namanya akan di-black list pihak bank untuk tidak bisa mengajukan jenis kredit apa pun.
Seperti diketahui, pengguna sepeda motor dan mobil dengan pelat nomor B jika melanggar aturan lalu lintas di Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin akan dikenai tilang elektronik. Apabila tidak membayar denda tilang sampai batas waktu yang ditentukan, yaitu kurang lebih dua pekan setelah surat tilang dikirim ke rumah, polisi akan langsung memblokir STNK.
“Detailnya seperti apa nanti akan diinformasikan selanjutnya. Masih diwacanakan dan dikaji terus bersama dengan pemangku kepentingan terkait," ujar Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Herman Ruswandi di Jakarta kemarin.
Pemprov DKI Jakarta menyatakan mendukung berbagai kebijakan yang diarahkan untuk penegakan hukum dalam berlalu lintas. Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) Faisal Syafrudin menganggap sanksi pemblokiran surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan menghubungkan data pelanggar dengan perbankan bagi penunggak sanksi tilang di kawasan ETLE menguntungkan DKI.
Menurut dia, adanya sanksi tegas dalam penerapan ETLE akan membantu BPRD mengoptimalkan perolehan pajak kendaraan bermotor. Sebab dari perekaman kamera dan pelanggar lalu lintas bisa terlihat data kewajiban pajak kendaraan. Apalagi jika dilakukan pemblokiran STNK bagi pelanggar lalu lintas dan larangan kredit perbankan yang tidak membayar sanksi lebih dari dua minggu.
"Mereka pelanggar lalu lintas ETLE yang belum bayar pajak tentu harus melunasi pajaknya dulu baru bisa bayar sanksi. Nah ini sangat menguntungkan. Ke depan kami juga akan menerapkan sistem ini di seluruh wilayah DKI Jakarta," kata Faisal saat dihubungi kemarin.
Selain mendukung langkah kepolisian, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Komunikasi, Teknologi dan Informasi juga memasang kamera closed circuit television (CCTV) di seluruh wilayah untuk merekam kendaraan yang belum membayar pajak.
"Nah, kami terus lakukan door to door ketika sudah mengetahui kepemilikan kendaraan penunggak pajak. Bagi kendaraan yang tidak sesuai dengan kepemilikan, pemilik kendaraan harus mengurusnya kalau tidak mau ditahan," sebutnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widjatmoko menegaskan, penegakan hukum yang dilakukan pihak kepolisian terhadap pelanggar lalu lintas harus terus didukung. Langkah tegas perlu dilakukan agar kemacetan bisa lebih teratasi. "Kemacetan di Jakarta ini salah satunya disebabkan tidak tertib berlalu lintas. Jadi kami prinsipnya selalu mendukung," ucapnya.
Adapun kalangan perbankan masih belum bisa berkomentar banyak terkait wacana pembatasan akses kredit bagi penunggak e-tilang.
"Kita masih menunggu hasil kajiannya. Kalau masih wacana dan masih akan dikaji, kita tunggu saja arahnya kemana," ujar Direktur BTN Budi Satria.
Sementara itu pengamat transportasi dari Universitas Tarumanegara Leksmono Suryo Putranto, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mendukung upaya penegakan hukum terhadap pelanggar ETLE. Leksmono misalnya menyatakan langkah untuk menertibkan lalu lintas itu memang harus melalui penegakan hukum yang konsisten. “|Penerapan blokir STNK dan blokir kredit perbankan merupakan langkah awal yang sangat baik untuk meningkatkan kesadaran berlalu lintas,” tandasnya.
Leksmono pun berharap ETLE segera diterapkan meluas ke daerah lain yang sudah cukup terlayani dengan angkutan umum. Dia optimistis, pihak kepolisian dan Pemprov bisa melaksanakannya. "Pemprov DKI harus mendukung dan harus bisa menjadi contoh bagi daerah lain. ETLE harus dilakukan," ujar dia.
Senada Agus Pambagio mendesak denda pelanggar ETLE harus segera diterapkan. Dia meyakini penerapan ETLE dengan mengoptimalkan CCTV akan dapat menciptakan tertib lalu lintas, khususnya di Jakarta. “Kalau cuma diimbau saja tidak mungkin bisa tertib. Memang harus diterapkan aturan yang tegas, yakni didenda,” ujar Agus kemarin.
Dia juga secara tegas mendukung penuh pemblokiran STNK jika dua pekan setelah tilang tidak membayar denda, termasuk dengan memberi sanksi pemblokiran untuk mendapatkan kredit perbankan. Selain itu dia mengusulkan pelanggar lalu lintas harus membayar perpanjangan STNK sampai 200% ketika melakukan pelanggaran. “Supaya jera. Kalau tidak begitu mereka yang tidak taat aturan lalu lintas gampang melakukan pelanggaran di jalan. Aturan diterapkan untuk menegakkan disiplin. Negara-negara lain sudah menerapkan, kita ketinggalan,” ujar dia.
Agus optimistis penerapan ETLE beserta implementasi sanksi tegas akan membuat pengguna jalan lebih berhati-hati dan tertib berlalu lintas. Langkah ini sekaligus dapat meminimalkan praktik kongkalikong antara polisi dan pelanggar lalu lintas. Untuk itu dia mengusulkan penerapan ETLE tidak hanya di Jalan Sudirman–Thamrin, tapi juga di daerah padat seperti Jalan Casablanca non-tol.
Dukungan juga diberikan Tulus Abadi. Dalam pandangannya, penegakan hukum secara elektronik merupakan hal yang positif dan layak diberi apresiasi. Dia pun mencontohkan beberapa negara maju yang sudah mengimplementasikan aturan tersebut, termasuk Kota Ho Chi Min City di Vietnam. “Pada konteks pelayanan publik, ETLE juga merupakan inovasi pelayanan publik karena adanya unsur baru, kemudahan, dan memiliki akuntabilitas tinggi. Fenomena suap antara oknum polantas dan pelaku pelanggar lalu lintas yang selama ini sering terjadi akan hilang,” kata dia.
Dia menuturkan, ETLE juga akan mendorong perilaku positif bagi pengguna kendaraan bermotor di Jakarta. Pengguna kendaraan bermotor akan mematuhi rambu-rambu lalu lintas tanpa harus melihat ada polisi atau tidak karena mereka akan dimonitor CCTV.
Meski demikian, ada beberapa catatan YLKI mengenai penerapan ETLE. Menurutnya, sistem tilang elektronik memiliki kelemahan untuk kendaraan berpelat non-B karena tidak akan terdeteksi. Artinya jika ada kendaraan berpelat non-B yang melanggar tidak bisa dikenai penegakan hukum.
Dia juga mengingatkan penerapan ETLE jangan hanya menjadi proyek uji coba sementara saja, tetapi harus menjadi program yang permanen untuk memperkuat penerapan ERP (electronic road pricing). (Bima Setiyadi/Helmi Syarif/Nanang Wijayanto)
Upaya menjerat pelanggar ETLE dengan memblokir kesempatan mereka untuk mendapatkan kredit perbankan saat ini tengah digodok Ditlantas Polda Metro Jaya dengan kalangan perbankan. Langkah ini dilakukan dengan menghubungkan data para pelanggar ELTE dengan data perbankan. Jika dalam waktu tertentu para pelanggar tidak membayar denda yang diwajibkan, secara otomatis namanya akan di-black list pihak bank untuk tidak bisa mengajukan jenis kredit apa pun.
Seperti diketahui, pengguna sepeda motor dan mobil dengan pelat nomor B jika melanggar aturan lalu lintas di Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin akan dikenai tilang elektronik. Apabila tidak membayar denda tilang sampai batas waktu yang ditentukan, yaitu kurang lebih dua pekan setelah surat tilang dikirim ke rumah, polisi akan langsung memblokir STNK.
“Detailnya seperti apa nanti akan diinformasikan selanjutnya. Masih diwacanakan dan dikaji terus bersama dengan pemangku kepentingan terkait," ujar Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Herman Ruswandi di Jakarta kemarin.
Pemprov DKI Jakarta menyatakan mendukung berbagai kebijakan yang diarahkan untuk penegakan hukum dalam berlalu lintas. Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) Faisal Syafrudin menganggap sanksi pemblokiran surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan menghubungkan data pelanggar dengan perbankan bagi penunggak sanksi tilang di kawasan ETLE menguntungkan DKI.
Menurut dia, adanya sanksi tegas dalam penerapan ETLE akan membantu BPRD mengoptimalkan perolehan pajak kendaraan bermotor. Sebab dari perekaman kamera dan pelanggar lalu lintas bisa terlihat data kewajiban pajak kendaraan. Apalagi jika dilakukan pemblokiran STNK bagi pelanggar lalu lintas dan larangan kredit perbankan yang tidak membayar sanksi lebih dari dua minggu.
"Mereka pelanggar lalu lintas ETLE yang belum bayar pajak tentu harus melunasi pajaknya dulu baru bisa bayar sanksi. Nah ini sangat menguntungkan. Ke depan kami juga akan menerapkan sistem ini di seluruh wilayah DKI Jakarta," kata Faisal saat dihubungi kemarin.
Selain mendukung langkah kepolisian, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Komunikasi, Teknologi dan Informasi juga memasang kamera closed circuit television (CCTV) di seluruh wilayah untuk merekam kendaraan yang belum membayar pajak.
"Nah, kami terus lakukan door to door ketika sudah mengetahui kepemilikan kendaraan penunggak pajak. Bagi kendaraan yang tidak sesuai dengan kepemilikan, pemilik kendaraan harus mengurusnya kalau tidak mau ditahan," sebutnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widjatmoko menegaskan, penegakan hukum yang dilakukan pihak kepolisian terhadap pelanggar lalu lintas harus terus didukung. Langkah tegas perlu dilakukan agar kemacetan bisa lebih teratasi. "Kemacetan di Jakarta ini salah satunya disebabkan tidak tertib berlalu lintas. Jadi kami prinsipnya selalu mendukung," ucapnya.
Adapun kalangan perbankan masih belum bisa berkomentar banyak terkait wacana pembatasan akses kredit bagi penunggak e-tilang.
"Kita masih menunggu hasil kajiannya. Kalau masih wacana dan masih akan dikaji, kita tunggu saja arahnya kemana," ujar Direktur BTN Budi Satria.
Sementara itu pengamat transportasi dari Universitas Tarumanegara Leksmono Suryo Putranto, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mendukung upaya penegakan hukum terhadap pelanggar ETLE. Leksmono misalnya menyatakan langkah untuk menertibkan lalu lintas itu memang harus melalui penegakan hukum yang konsisten. “|Penerapan blokir STNK dan blokir kredit perbankan merupakan langkah awal yang sangat baik untuk meningkatkan kesadaran berlalu lintas,” tandasnya.
Leksmono pun berharap ETLE segera diterapkan meluas ke daerah lain yang sudah cukup terlayani dengan angkutan umum. Dia optimistis, pihak kepolisian dan Pemprov bisa melaksanakannya. "Pemprov DKI harus mendukung dan harus bisa menjadi contoh bagi daerah lain. ETLE harus dilakukan," ujar dia.
Senada Agus Pambagio mendesak denda pelanggar ETLE harus segera diterapkan. Dia meyakini penerapan ETLE dengan mengoptimalkan CCTV akan dapat menciptakan tertib lalu lintas, khususnya di Jakarta. “Kalau cuma diimbau saja tidak mungkin bisa tertib. Memang harus diterapkan aturan yang tegas, yakni didenda,” ujar Agus kemarin.
Dia juga secara tegas mendukung penuh pemblokiran STNK jika dua pekan setelah tilang tidak membayar denda, termasuk dengan memberi sanksi pemblokiran untuk mendapatkan kredit perbankan. Selain itu dia mengusulkan pelanggar lalu lintas harus membayar perpanjangan STNK sampai 200% ketika melakukan pelanggaran. “Supaya jera. Kalau tidak begitu mereka yang tidak taat aturan lalu lintas gampang melakukan pelanggaran di jalan. Aturan diterapkan untuk menegakkan disiplin. Negara-negara lain sudah menerapkan, kita ketinggalan,” ujar dia.
Agus optimistis penerapan ETLE beserta implementasi sanksi tegas akan membuat pengguna jalan lebih berhati-hati dan tertib berlalu lintas. Langkah ini sekaligus dapat meminimalkan praktik kongkalikong antara polisi dan pelanggar lalu lintas. Untuk itu dia mengusulkan penerapan ETLE tidak hanya di Jalan Sudirman–Thamrin, tapi juga di daerah padat seperti Jalan Casablanca non-tol.
Dukungan juga diberikan Tulus Abadi. Dalam pandangannya, penegakan hukum secara elektronik merupakan hal yang positif dan layak diberi apresiasi. Dia pun mencontohkan beberapa negara maju yang sudah mengimplementasikan aturan tersebut, termasuk Kota Ho Chi Min City di Vietnam. “Pada konteks pelayanan publik, ETLE juga merupakan inovasi pelayanan publik karena adanya unsur baru, kemudahan, dan memiliki akuntabilitas tinggi. Fenomena suap antara oknum polantas dan pelaku pelanggar lalu lintas yang selama ini sering terjadi akan hilang,” kata dia.
Dia menuturkan, ETLE juga akan mendorong perilaku positif bagi pengguna kendaraan bermotor di Jakarta. Pengguna kendaraan bermotor akan mematuhi rambu-rambu lalu lintas tanpa harus melihat ada polisi atau tidak karena mereka akan dimonitor CCTV.
Meski demikian, ada beberapa catatan YLKI mengenai penerapan ETLE. Menurutnya, sistem tilang elektronik memiliki kelemahan untuk kendaraan berpelat non-B karena tidak akan terdeteksi. Artinya jika ada kendaraan berpelat non-B yang melanggar tidak bisa dikenai penegakan hukum.
Dia juga mengingatkan penerapan ETLE jangan hanya menjadi proyek uji coba sementara saja, tetapi harus menjadi program yang permanen untuk memperkuat penerapan ERP (electronic road pricing). (Bima Setiyadi/Helmi Syarif/Nanang Wijayanto)
(nfl)