Dalam Sepekan 500 Warga Terpapar DBD, Jakarta Status Waspada
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 502 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi di DKI Jakarta selama sepekan. Jumlah itu menjadikan Ibu Kota masuk dalam fase waspada kejadian luar biasa (KLB) DBD.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, sepekan belakangan jumlah kasus DBD terus meningkat hingga lima kali lipat. Sebelumnya, pada 20 Januari 2019, jumlah kejadian DBD baru tercatat 111 kasus. Saat ini jumlah DBD sudah mencapai 613 kasus.
Menurut Widyastuti, kasus DBD di Jakarta tahun ini tergolong sangat tinggi jika dibandingkan dengan tahun lalu. Pada periode yang sama tahun lalu, penderita DBD hanya sekitar 200 kasus. (Baca juga: Kasus DBD di Jakarta Naik 2 Kali Lipat, Anies: Ini Ancaman Serius)
"DKI daerah endemis DBD. Kami bikin kriteria (KLB) sendiri bersama BMKG untuk kewaspadaan. Kami berikan status waspada agar tidak bergerak," ujar Widyastuti di kantornya, Senin, 28 Januari 2019.
Widyastuti merinci, kasus demam berdarah paling menonjol terjadi di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat. Sedikitnya ada lima kecamatan dengan tingkat kejadian (incidence rate/IR) tertinggi di Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Dia menduga lima kecamatan di tiga wilayah kota itu banyak lahan kosong yang menjadi sarang nyamuk demam berdarah aedes aegypti.
Kecamatan Jagakarsa tercatat sebagai wilayah dengan kejadian tertinggi dengan 19,27 IR, disusul Kalideres (16,94 IR), Kebayoran Baru (16,54 IR), Pasar Rebo (13,93 IR), dan Cipayung (13,57 IR). IR adalah perhitungan kejadian per 100.000 penduduk yang digunakan untuk mengukur proporsi kejadian DBD. Semakin tinggi angka IR maka semakin tinggi kejadiannya.
"Pada Februari dan Maret 2019, seluruh wilayah DKI Jakarta masuk dalam kategori waspada KLB DBD," ucapnya. (Baca juga: Wabah DBD Merebak, Disdik DKI Perintahkan Sekolah Ikut Lakukan PSN)
Untuk mewaspadai meluasnya DBD, Dinas Kesehatan DKI Jakarta telah bekerja sama dengan BMKG dalam pengembangan model prediksi angka DBD berbasis iklim yang dapat diakses melalui http:// bmkg.dbd.go.id/.
Selain itu, Pemprov DKI juga melakukan fogging di wilayah asal korban DBD dengan hasil penyelidikan epidemiologi (PE) positif. "Kami telah menginstruksikan semua fasiltas pelayanan kesehatan untuk melakukan deteksi dini dan tata laksana kasus DBD sesuai standar," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Ashraf Ali, meminta petugas kelurahan hingga tingkat RT melakukan sosialisasi secara langsung ke masyarakat berikut fogging secara berkala.
Ia melihat masih banyak daerah pemukiman padat penduduk yang belum mendapatkan sosialisasi terkait sebab dan akibat DBD. "Musim hujan banyak warga pemukiman padat yang tidak perhatikan lingkungannya. Sosialisasi harus dilakukan secara langsung ke lapisan bawah masyarakat," pungkasnya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, sepekan belakangan jumlah kasus DBD terus meningkat hingga lima kali lipat. Sebelumnya, pada 20 Januari 2019, jumlah kejadian DBD baru tercatat 111 kasus. Saat ini jumlah DBD sudah mencapai 613 kasus.
Menurut Widyastuti, kasus DBD di Jakarta tahun ini tergolong sangat tinggi jika dibandingkan dengan tahun lalu. Pada periode yang sama tahun lalu, penderita DBD hanya sekitar 200 kasus. (Baca juga: Kasus DBD di Jakarta Naik 2 Kali Lipat, Anies: Ini Ancaman Serius)
"DKI daerah endemis DBD. Kami bikin kriteria (KLB) sendiri bersama BMKG untuk kewaspadaan. Kami berikan status waspada agar tidak bergerak," ujar Widyastuti di kantornya, Senin, 28 Januari 2019.
Widyastuti merinci, kasus demam berdarah paling menonjol terjadi di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat. Sedikitnya ada lima kecamatan dengan tingkat kejadian (incidence rate/IR) tertinggi di Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Dia menduga lima kecamatan di tiga wilayah kota itu banyak lahan kosong yang menjadi sarang nyamuk demam berdarah aedes aegypti.
Kecamatan Jagakarsa tercatat sebagai wilayah dengan kejadian tertinggi dengan 19,27 IR, disusul Kalideres (16,94 IR), Kebayoran Baru (16,54 IR), Pasar Rebo (13,93 IR), dan Cipayung (13,57 IR). IR adalah perhitungan kejadian per 100.000 penduduk yang digunakan untuk mengukur proporsi kejadian DBD. Semakin tinggi angka IR maka semakin tinggi kejadiannya.
"Pada Februari dan Maret 2019, seluruh wilayah DKI Jakarta masuk dalam kategori waspada KLB DBD," ucapnya. (Baca juga: Wabah DBD Merebak, Disdik DKI Perintahkan Sekolah Ikut Lakukan PSN)
Untuk mewaspadai meluasnya DBD, Dinas Kesehatan DKI Jakarta telah bekerja sama dengan BMKG dalam pengembangan model prediksi angka DBD berbasis iklim yang dapat diakses melalui http:// bmkg.dbd.go.id/.
Selain itu, Pemprov DKI juga melakukan fogging di wilayah asal korban DBD dengan hasil penyelidikan epidemiologi (PE) positif. "Kami telah menginstruksikan semua fasiltas pelayanan kesehatan untuk melakukan deteksi dini dan tata laksana kasus DBD sesuai standar," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Ashraf Ali, meminta petugas kelurahan hingga tingkat RT melakukan sosialisasi secara langsung ke masyarakat berikut fogging secara berkala.
Ia melihat masih banyak daerah pemukiman padat penduduk yang belum mendapatkan sosialisasi terkait sebab dan akibat DBD. "Musim hujan banyak warga pemukiman padat yang tidak perhatikan lingkungannya. Sosialisasi harus dilakukan secara langsung ke lapisan bawah masyarakat," pungkasnya.
(thm)