6 Underpass dan Flyover Belum Diserahkan ke Pemprov, DPRD: Hati-hati
A
A
A
JAKARTA - Enam proyek simpang jalan tidak sebidang tahun anggaran 2017 yang sudah selesai dibangun tahun 2018 lalu, ternyata belum diserah terimakan ke Pemprov DKI Jakarta. DPRD mempertanyakan alasan belum dilakukan serah terima itu.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Abdul Ghoni mendesak Inspektorat untuk segera mengusut enam proyek jalan tidak sebidang berupa tiga underpass dan flyover yang hingga kini belum diserahterimakan oleh kontraktor kepada Pemprov DKI itu.
‎Enam proyek yang dibangun semasa Kepala Dinas Bina Marga DKI dijabat Asisten Pembangunan (Asbang) Sekda DKI, Yusmada Faizal, terdiri atas Underpass Kuningan, Underpass Mampang, Underpass Matraman, Flyover Cipinang, Flyover Pancoran, dan Flyover Bintaro.
"Ini sudah 2019 kok pembangunan anggaran 2017 belum diserah terimakan. Ini ada yang janggal. Inspektorat harus turun dan beritahu masyarakat karena ini bisa berdampak buruk," kata Abdul Ghani di DPRD DKI Jakarta, Kamis, 17 Januari 2019.
Menurut Ghani, belum diserahterimakan aset dari kontraktor ke Pemprov bisa disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya, spesifikasi bangunan tidak sesuai rencana anggaran bangunan atau pelaksanaan tidak sesuai kontraknya. Akibatnya, keselamatan pengguna jalan bisa terancam.
Politikus Partai Gerindra itu mencontohkan, hilangnya besi penutup saluran dan aksi vandalisme yang pernah terjadi di salah satau simpang jalan tidak sebidang. Hal itu akibat keteledoran pelaksana proyek. Dia berharap agar simpang jalan tidak sebidang tersebut segera diserahterimakan.
"Kalau sudah diserah terimakan, DKI bisa memberikan jaminan keselamatan pengendara," ungkapnya.
Hal yang sama juga disampaikan anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta lainnya, Ricardo. Ia menyayangkan Pemprov DKI enggan membuka secara transparan enam proyek persimpangan tidak sebidang yang dibangun dari anggaran 2017 lalu tersebut.
Politisi PDIP itu melihat banyak hal teknis dari proyek tersebut yang tidak sesuai dengan spesifikasi pembangunan. Di antaranya seperti cetakan beton, lalu lintas di ujung jalan dan lain sebagainya.
"Kami sudah mengeceknya. Hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Kami memang minta jangan dibayarkan kontraktornya," tegasnya.
Yusmada Faizal yang kini mejabat sebagai ssisten Pembangunan Sekda DKI Jakarta enggan berkomentar terkait hal ini. Padahal, pelaksanaan pembangunan enam jalan tidak sebidang itu ada pada masa kepemimpinannya menjadi Kepala Dinas Bina Marga.
"Jangan berandai-andai masalah dampaknya. Saya tidak tahu apakah sudah diterimakan atau belum asetnya itu," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Simpang Jalan tidak sebidang Dinas Bina Marga, Hananto Krisna mengakui bahwa enam simpang jalan tidak sebidang yang dibangun dengan anggaran 2017 belum diserahterimakan dari kontraktor ke Pemprov DKI.
Namun, kata Hananto, hal tersebut bukan karena tidak sesuainya hasil pembangunan dengan rencana anggaran bangunan (RAB). Alasan belum diserahterimakanya karena dalam perjanjian kontrak, pemeliharaan dilakukan oleh kontraktor selama dua tahun.
"Jadi setelah dua tahun pemeliharaan baru diserahterimakan. Semuanya sudah sesuai dengan rencana dan kontrak yang ada," pungkasnya.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Abdul Ghoni mendesak Inspektorat untuk segera mengusut enam proyek jalan tidak sebidang berupa tiga underpass dan flyover yang hingga kini belum diserahterimakan oleh kontraktor kepada Pemprov DKI itu.
‎Enam proyek yang dibangun semasa Kepala Dinas Bina Marga DKI dijabat Asisten Pembangunan (Asbang) Sekda DKI, Yusmada Faizal, terdiri atas Underpass Kuningan, Underpass Mampang, Underpass Matraman, Flyover Cipinang, Flyover Pancoran, dan Flyover Bintaro.
"Ini sudah 2019 kok pembangunan anggaran 2017 belum diserah terimakan. Ini ada yang janggal. Inspektorat harus turun dan beritahu masyarakat karena ini bisa berdampak buruk," kata Abdul Ghani di DPRD DKI Jakarta, Kamis, 17 Januari 2019.
Menurut Ghani, belum diserahterimakan aset dari kontraktor ke Pemprov bisa disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya, spesifikasi bangunan tidak sesuai rencana anggaran bangunan atau pelaksanaan tidak sesuai kontraknya. Akibatnya, keselamatan pengguna jalan bisa terancam.
Politikus Partai Gerindra itu mencontohkan, hilangnya besi penutup saluran dan aksi vandalisme yang pernah terjadi di salah satau simpang jalan tidak sebidang. Hal itu akibat keteledoran pelaksana proyek. Dia berharap agar simpang jalan tidak sebidang tersebut segera diserahterimakan.
"Kalau sudah diserah terimakan, DKI bisa memberikan jaminan keselamatan pengendara," ungkapnya.
Hal yang sama juga disampaikan anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta lainnya, Ricardo. Ia menyayangkan Pemprov DKI enggan membuka secara transparan enam proyek persimpangan tidak sebidang yang dibangun dari anggaran 2017 lalu tersebut.
Politisi PDIP itu melihat banyak hal teknis dari proyek tersebut yang tidak sesuai dengan spesifikasi pembangunan. Di antaranya seperti cetakan beton, lalu lintas di ujung jalan dan lain sebagainya.
"Kami sudah mengeceknya. Hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Kami memang minta jangan dibayarkan kontraktornya," tegasnya.
Yusmada Faizal yang kini mejabat sebagai ssisten Pembangunan Sekda DKI Jakarta enggan berkomentar terkait hal ini. Padahal, pelaksanaan pembangunan enam jalan tidak sebidang itu ada pada masa kepemimpinannya menjadi Kepala Dinas Bina Marga.
"Jangan berandai-andai masalah dampaknya. Saya tidak tahu apakah sudah diterimakan atau belum asetnya itu," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Simpang Jalan tidak sebidang Dinas Bina Marga, Hananto Krisna mengakui bahwa enam simpang jalan tidak sebidang yang dibangun dengan anggaran 2017 belum diserahterimakan dari kontraktor ke Pemprov DKI.
Namun, kata Hananto, hal tersebut bukan karena tidak sesuainya hasil pembangunan dengan rencana anggaran bangunan (RAB). Alasan belum diserahterimakanya karena dalam perjanjian kontrak, pemeliharaan dilakukan oleh kontraktor selama dua tahun.
"Jadi setelah dua tahun pemeliharaan baru diserahterimakan. Semuanya sudah sesuai dengan rencana dan kontrak yang ada," pungkasnya.
(thm)