DKI Terima Bantuan Jepang untuk Cegah Penurunan Tanah
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta dapatkan bantuan dari pemerintahan Jepang untuk mencegah penurunan muka air tanah. DKI memiliki teknologi baru untuk mengukur penggunaan air tanah di gedung-gedung pada 2019 ini.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, Jakarta merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang menghadapi ancaman serius terkait penurunan permukaan tanah. Untuk itu, dia menyambut baik pelaksanaan pertemuan rapat kedua Joint Coordinating Committee (JCC) proyek untuk mempromosikan penanggulangan penurunan tanah di Jakarta.
Anies berharap hasil rapat kedua ini mampu mempercepat proyek promosi penanggulangan penurunan tanah di Jakarta, yang berlangsung selama tiga tahun sampai dengan Januari 2021. Sehingga proyek ini berjalan dengan baik. Sebab, kata dia, penurunan permukaan tanah di Jakarta merupakan salah satu masalah lintas generasi yang harus ditangani secara serius dan jangka panjang.
"Penanganan ini harus belajar dari beberapa kota-kota lain di dunia yang pernah mengalami penurunan permukaan tanah seperti ini. Jepang itu mengalami penurunan permukaan tanah yang luar biasa, khususnya di Tokyo," kata Anies di Balaikota DKI Jakarta, pada Rabu, 16 Januari 2019 kemarin.
Anies menjelaskan, Tokyo mengalami penurunan permukaan air tanah sejak awal Abad 20, dan permasalahannya selesai sejak awal 1970-an. Dia berharap bantuan dari pemerintah Jepang yang difasilitasi oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) bisa merumuskan langkah-langkah yang tepat dalam jangka panjang.
Proyek promosi penanggulangan penurunan tanah ini dikerjakan bersama oleh Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian PUPR dan Kementerian ESDM dengan Pemerintah Jepang . Pada 27 Juli 2017, telah ditandatangani Record of Discussions (RoD) on the Project for Promoting Countermeasures against Land Subsidence in Jakarta, antara JICA, Kementerian PUPR, Kementerian ESDM, Bappenas, dan Pemprov DKI Jakarta. Dokumen RoD dilatarbelakangi oleh keinginan Pemerintah Jepang untuk sharing pengalaman dan rencana aksi kota Tokyo dalam mengatasi masalah penurunan tanah.
Anies turut mengapresiasi Tim Proyek JICA dan Kelompok Kerja yang dibentuk untuk berbagai aktivitas dalam melaksanakan proyek tersebut. "Ini adalah pekerjaan lintas badan dan kehadiran JICA yang terlibat langsung dalam proyek ini bukan saja datang dengan bantuan teknologi dan sumber daya, tapi juga memiliki pengalaman praktis di dalam menyelesaikan masalah penurunan permukaan tanah di Tokyo," ungkapnya.
Selain itu, kata Anies, pihaknya juga akan memperbaiki cara mengawasi penggunaan air tanah. Sebab, salah satu penyebab penurunan muka air tanah akibat penggunaan air tanah secara berlebihan. Menurutnya, hampir semua pemukiman, gedung perkantoran hingga kawasan industri menggunakan air tanah.
Padahal, permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan sekitar 7,5 cm dan bahkan beberapa wilayah itu bahkan turun sampai 17 cm pertahun. Bahkan secara keseluruhan wilayah, hampir 40 persen di area Jakarta ini di bawah permukaan air laut. Untuk itu, pada 2019 ini, Anies akan menerapkan tekhnologi baru untuk mengukur penggunaan air tanah di gedung-gedung.
"Selama ini manual, penggunaan air tanah sedikit, menurut catatan meter penggunaan air PAM-nya sedikit tapi jumlah penghuni dan kegiatannya banyak. Nah, nantinya pengukuran menggunakan digital. pengukuran itu penting sekali karena dengan pengukuran yang tepat dan lokasi yang akurat, kita bisa menemukan sebabnya sehingga bisa menemukan solusinya," ujarnya.
Dalam pelaksanaan tugas, Anies memaparkan kelompok kerja yang dibentuk dengan aktivitas sebagai berikut; pertama, kelompok kerja tentang data informasi, di sini kelompok tersebut tugasnya melakukan pengumpulan data, analisis data, serta sistem pengendalian. Kemudian yang kedua, soal mitigasi. Ini tugasnya adalah menyusun tindakan-tindakan, kebijakan-kebijakan untuk pembatasan pengambilan air tanah, dan alternatif penyediaan sumber air bersih.
"Ketiga adalah soal adaptasi. Bagaimana investigasi kerusakan akibat penurunan muka air tanah. Kemudian ada bagian peningkatan kesadaran, lalu juga untuk organisasi pengelolaan antarlembaganya," ungkapnya.
Sementara itu, pakar kebijakan publik UGM, Satria Imawan mengatakan, Pemprov DKI perlu tegas terkait penggunaan air tanah. Dia menyarankan pemprov tidak ragu membawanya ke meja hijau untuk memberikan efek jera jika memang regulasi penggunaan air tanah yang ada ditabrak dan tidak dipatuhi.
"Regulasi itu kan berguna untuk mengevaluasi jalannya di lapangan. Ketika implementasinya tidak sesuai dengan regulasi atau melanggar ya semestinya dihukum. Inspeksi itu tidak percuma, tapi jadi percuma kalau regulasinya tidak ditegakkan ke jalur hukum," ucapnya.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, Jakarta merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang menghadapi ancaman serius terkait penurunan permukaan tanah. Untuk itu, dia menyambut baik pelaksanaan pertemuan rapat kedua Joint Coordinating Committee (JCC) proyek untuk mempromosikan penanggulangan penurunan tanah di Jakarta.
Anies berharap hasil rapat kedua ini mampu mempercepat proyek promosi penanggulangan penurunan tanah di Jakarta, yang berlangsung selama tiga tahun sampai dengan Januari 2021. Sehingga proyek ini berjalan dengan baik. Sebab, kata dia, penurunan permukaan tanah di Jakarta merupakan salah satu masalah lintas generasi yang harus ditangani secara serius dan jangka panjang.
"Penanganan ini harus belajar dari beberapa kota-kota lain di dunia yang pernah mengalami penurunan permukaan tanah seperti ini. Jepang itu mengalami penurunan permukaan tanah yang luar biasa, khususnya di Tokyo," kata Anies di Balaikota DKI Jakarta, pada Rabu, 16 Januari 2019 kemarin.
Anies menjelaskan, Tokyo mengalami penurunan permukaan air tanah sejak awal Abad 20, dan permasalahannya selesai sejak awal 1970-an. Dia berharap bantuan dari pemerintah Jepang yang difasilitasi oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) bisa merumuskan langkah-langkah yang tepat dalam jangka panjang.
Proyek promosi penanggulangan penurunan tanah ini dikerjakan bersama oleh Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian PUPR dan Kementerian ESDM dengan Pemerintah Jepang . Pada 27 Juli 2017, telah ditandatangani Record of Discussions (RoD) on the Project for Promoting Countermeasures against Land Subsidence in Jakarta, antara JICA, Kementerian PUPR, Kementerian ESDM, Bappenas, dan Pemprov DKI Jakarta. Dokumen RoD dilatarbelakangi oleh keinginan Pemerintah Jepang untuk sharing pengalaman dan rencana aksi kota Tokyo dalam mengatasi masalah penurunan tanah.
Anies turut mengapresiasi Tim Proyek JICA dan Kelompok Kerja yang dibentuk untuk berbagai aktivitas dalam melaksanakan proyek tersebut. "Ini adalah pekerjaan lintas badan dan kehadiran JICA yang terlibat langsung dalam proyek ini bukan saja datang dengan bantuan teknologi dan sumber daya, tapi juga memiliki pengalaman praktis di dalam menyelesaikan masalah penurunan permukaan tanah di Tokyo," ungkapnya.
Selain itu, kata Anies, pihaknya juga akan memperbaiki cara mengawasi penggunaan air tanah. Sebab, salah satu penyebab penurunan muka air tanah akibat penggunaan air tanah secara berlebihan. Menurutnya, hampir semua pemukiman, gedung perkantoran hingga kawasan industri menggunakan air tanah.
Padahal, permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan sekitar 7,5 cm dan bahkan beberapa wilayah itu bahkan turun sampai 17 cm pertahun. Bahkan secara keseluruhan wilayah, hampir 40 persen di area Jakarta ini di bawah permukaan air laut. Untuk itu, pada 2019 ini, Anies akan menerapkan tekhnologi baru untuk mengukur penggunaan air tanah di gedung-gedung.
"Selama ini manual, penggunaan air tanah sedikit, menurut catatan meter penggunaan air PAM-nya sedikit tapi jumlah penghuni dan kegiatannya banyak. Nah, nantinya pengukuran menggunakan digital. pengukuran itu penting sekali karena dengan pengukuran yang tepat dan lokasi yang akurat, kita bisa menemukan sebabnya sehingga bisa menemukan solusinya," ujarnya.
Dalam pelaksanaan tugas, Anies memaparkan kelompok kerja yang dibentuk dengan aktivitas sebagai berikut; pertama, kelompok kerja tentang data informasi, di sini kelompok tersebut tugasnya melakukan pengumpulan data, analisis data, serta sistem pengendalian. Kemudian yang kedua, soal mitigasi. Ini tugasnya adalah menyusun tindakan-tindakan, kebijakan-kebijakan untuk pembatasan pengambilan air tanah, dan alternatif penyediaan sumber air bersih.
"Ketiga adalah soal adaptasi. Bagaimana investigasi kerusakan akibat penurunan muka air tanah. Kemudian ada bagian peningkatan kesadaran, lalu juga untuk organisasi pengelolaan antarlembaganya," ungkapnya.
Sementara itu, pakar kebijakan publik UGM, Satria Imawan mengatakan, Pemprov DKI perlu tegas terkait penggunaan air tanah. Dia menyarankan pemprov tidak ragu membawanya ke meja hijau untuk memberikan efek jera jika memang regulasi penggunaan air tanah yang ada ditabrak dan tidak dipatuhi.
"Regulasi itu kan berguna untuk mengevaluasi jalannya di lapangan. Ketika implementasinya tidak sesuai dengan regulasi atau melanggar ya semestinya dihukum. Inspeksi itu tidak percuma, tapi jadi percuma kalau regulasinya tidak ditegakkan ke jalur hukum," ucapnya.
(whb)