Tahun 2019, Bekasi Terus Genjot Pendapatan Daerah
A
A
A
BEKASI - Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi harus memutar otak untuk memaksimalkan pendapatan daerah tahun ini. Sebab, target pendapatan pada 2018 lalu tidak sesuai harapan.
Dari target yang dipatok Rp5,38 triliun, Kota Bekasi hanya memperoleh pendapatan Rp4,64 triliun atau setara 86,18%. Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi Karya Sukma Jaya mengatakan, tahun ini seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus optimal mengejar pendapatan daerah. Pendapatan daerah dari seluruh sektor harus digenjot mengingat pendapatan pada tahun lalu kurang maksimal.
“Pendapatan 2019 kita target harus lebih besar dari tahun lalu,” katanya. Menurutnya, pada tahun lalu, pencapaian pendapatan asli daerah (PAD) yang paling rendah ada pada sektor pajak reklame.
Dari target Rp90,8 miliar, penerimaan pajak tahun ini hanya Rp38,1 miliar. “Perolehan PAD dari sektor reklame paling rendah atau hanya 41,99% dari target yang sudah ditetapkan,” ujarnya.
Padahal, kata dia, pemerintah memproyeksikan PAD reklame bisa tembus Rp90.822.004.200 miliar, namun yang terealisasi hanya Rp38.133.354.001 miliar. Apalagi, rendahnya penerimaan pajak reklame karena yang mengelola bukan hanya lembaganya, namun ada pihak lain. Misalnya, Dinas Tata Ruang (Distaru) dan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Sementara lembaganya merupakan organisasi perangkat daerah (OPD) yang berperan sebagai pengelola terakhir.
“Memang pengusaha reklame membayarnya kepada kami, tapi ada DPMPTSP yang mengeluarkan izin dan yang paling tahu soal reklame juga adalah Distaru,” ungkapnya.
Karya menjelaskan, sebetulnya pemerintah daerah telah melakukan sejumlah upaya untuk pencapaian target PAD, diantaranya dengan penerbitan Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 48 tahun 2018 tentang Penghapusan Denda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta melakukan penarikan pajaknya dengan turun langsung ke masyarakat.
“Perwal diterbitkan agar bisa menarik PAD dengan maksimal. Kami juga minta kesadaran masyarakat bila memiliki tunggakan pajak untuk segera menunaikannya karena uang yang disetorkan untuk pembangunan Kota Bekasi juga,” imbuhnya.
Dengan adanya payung hukum itu, tak heran bila penerimaan PBB paling besar. Dari target yang dipatok sebesar Rp340,5 miliar, pencapaian pajak dari sektor ini menembus Rp416,8 miliar. Kemudian sektor pajak dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dari target Rp400,2 miliar, target yang diterima tercapai Rp454,2 miliar.
Selanjutnya Pajak Restoran dari target Rp297,9 miliar tercapai Rp271,5 miliar. Meski pendapatan tidak sesuai harapan, pemerintah tetap menaikan targetnya pada 2019 ini. Dari target yang dipatok sebesar Rp5,38 triliun pada 2018, Kota Bekasi mematok pendapatan 2019 mencapai Rp6,3 triliun. “Kami tetap optimistis target pendapatan yang dipatok pada 2019 akan tercapai hingga pengujung tahun,” ujarnya.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, pendapatan tidak maksimal karena adanya degradasi kepemimpinan saat pilkada pada 2018 lalu. Angka pendapatan Rp5,38 triliun yang disetujui oleh eksekutif dan legislatif pada tahun sebelumnya merupakan angka yang riil dan mudah tercapai bila tidak terjadi turbulensi kinerja pegawai.
“Pada saat ditetapkan dengan DPRD, itu dalam kondisi kerja. Kalau tidak kerja, ya enggak akan bisa, apalagi potensinya banyak dan digali dengan cara kerja melalui penarikan pajak,” katanya.
Selain menerbitkan Perwal tentang Penghapusan Denda PBB, pemerintah juga melakukan efisiensi anggaran pada 2018 lalu. Salah satunya dengan memangkas tunjangan berupa tambahan penghasilan pegawai (TPP) sebesar 40%. Dana belasan ribu aparatur sipil negara (ASN) terpaksa dipotong untuk mengurangi beban belanja daerah. Pemotongan tunjangan ini diprediksi selama enam bulan atau sampai pertengahan tahun 2019 mendatang.
“Kalau sampai Desember 2018 (pemotongan TPP) masih agak berat, mungkin Mei atau pertengahan 2019 sampai kondisinya stabil baru kita kasih lagi (TPP 40%),” tegasnya. Selain pemangkasan TPP, pemerintah juga melakukan efisiensi kegiatan lainnya seperti mencoret kegiatan atau pengadaan berang dan jasa yang dianggap tidak penting.
Bahkan, kata dia, pemerintah meniadakan pengadaan makanan dan minuman (mamin) saat rapat koordinasi antar-Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Untuk itu, semua OPD, ASN, dan pegawai lainnya harus giat memaksimalkan pendapatan di tahun 2019 ini.
Pengamat Perkotaan Institut Muhammadiyah Bekasi Hamludin mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan pajak reklame terus melorot. Salah satunya adanya masa transisi di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi setelah menghelat pilkada.
Di situ terlihat tidak adanya sistem yang terstruktur menjalani roda pemerintahan. “Karena kehadiran pelaksana tugas Wali Kota Bekasi ketika itu tidak membuat aparatur sipil kompak,” katanya. Oleh karena itu, Dosen Ilmu Komunikasi ini menilai perlu adanya pembentukan sistem elektronik retribusi. Setiap pemasukan kas daerah bisa berjalan secara online sehingga potensi PAD ke depan akan berjalan transparan.
Hamludin juga berharap adanya upaya edukasi kepada wajib pajak yang dilakukan pemerintah daerah. Tujuannya, untuk membangun kesadaran membayar pajak tanpa harus memberi sanksi. (Abdullah M Surjaya)
Dari target yang dipatok Rp5,38 triliun, Kota Bekasi hanya memperoleh pendapatan Rp4,64 triliun atau setara 86,18%. Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi Karya Sukma Jaya mengatakan, tahun ini seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus optimal mengejar pendapatan daerah. Pendapatan daerah dari seluruh sektor harus digenjot mengingat pendapatan pada tahun lalu kurang maksimal.
“Pendapatan 2019 kita target harus lebih besar dari tahun lalu,” katanya. Menurutnya, pada tahun lalu, pencapaian pendapatan asli daerah (PAD) yang paling rendah ada pada sektor pajak reklame.
Dari target Rp90,8 miliar, penerimaan pajak tahun ini hanya Rp38,1 miliar. “Perolehan PAD dari sektor reklame paling rendah atau hanya 41,99% dari target yang sudah ditetapkan,” ujarnya.
Padahal, kata dia, pemerintah memproyeksikan PAD reklame bisa tembus Rp90.822.004.200 miliar, namun yang terealisasi hanya Rp38.133.354.001 miliar. Apalagi, rendahnya penerimaan pajak reklame karena yang mengelola bukan hanya lembaganya, namun ada pihak lain. Misalnya, Dinas Tata Ruang (Distaru) dan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Sementara lembaganya merupakan organisasi perangkat daerah (OPD) yang berperan sebagai pengelola terakhir.
“Memang pengusaha reklame membayarnya kepada kami, tapi ada DPMPTSP yang mengeluarkan izin dan yang paling tahu soal reklame juga adalah Distaru,” ungkapnya.
Karya menjelaskan, sebetulnya pemerintah daerah telah melakukan sejumlah upaya untuk pencapaian target PAD, diantaranya dengan penerbitan Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 48 tahun 2018 tentang Penghapusan Denda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta melakukan penarikan pajaknya dengan turun langsung ke masyarakat.
“Perwal diterbitkan agar bisa menarik PAD dengan maksimal. Kami juga minta kesadaran masyarakat bila memiliki tunggakan pajak untuk segera menunaikannya karena uang yang disetorkan untuk pembangunan Kota Bekasi juga,” imbuhnya.
Dengan adanya payung hukum itu, tak heran bila penerimaan PBB paling besar. Dari target yang dipatok sebesar Rp340,5 miliar, pencapaian pajak dari sektor ini menembus Rp416,8 miliar. Kemudian sektor pajak dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dari target Rp400,2 miliar, target yang diterima tercapai Rp454,2 miliar.
Selanjutnya Pajak Restoran dari target Rp297,9 miliar tercapai Rp271,5 miliar. Meski pendapatan tidak sesuai harapan, pemerintah tetap menaikan targetnya pada 2019 ini. Dari target yang dipatok sebesar Rp5,38 triliun pada 2018, Kota Bekasi mematok pendapatan 2019 mencapai Rp6,3 triliun. “Kami tetap optimistis target pendapatan yang dipatok pada 2019 akan tercapai hingga pengujung tahun,” ujarnya.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, pendapatan tidak maksimal karena adanya degradasi kepemimpinan saat pilkada pada 2018 lalu. Angka pendapatan Rp5,38 triliun yang disetujui oleh eksekutif dan legislatif pada tahun sebelumnya merupakan angka yang riil dan mudah tercapai bila tidak terjadi turbulensi kinerja pegawai.
“Pada saat ditetapkan dengan DPRD, itu dalam kondisi kerja. Kalau tidak kerja, ya enggak akan bisa, apalagi potensinya banyak dan digali dengan cara kerja melalui penarikan pajak,” katanya.
Selain menerbitkan Perwal tentang Penghapusan Denda PBB, pemerintah juga melakukan efisiensi anggaran pada 2018 lalu. Salah satunya dengan memangkas tunjangan berupa tambahan penghasilan pegawai (TPP) sebesar 40%. Dana belasan ribu aparatur sipil negara (ASN) terpaksa dipotong untuk mengurangi beban belanja daerah. Pemotongan tunjangan ini diprediksi selama enam bulan atau sampai pertengahan tahun 2019 mendatang.
“Kalau sampai Desember 2018 (pemotongan TPP) masih agak berat, mungkin Mei atau pertengahan 2019 sampai kondisinya stabil baru kita kasih lagi (TPP 40%),” tegasnya. Selain pemangkasan TPP, pemerintah juga melakukan efisiensi kegiatan lainnya seperti mencoret kegiatan atau pengadaan berang dan jasa yang dianggap tidak penting.
Bahkan, kata dia, pemerintah meniadakan pengadaan makanan dan minuman (mamin) saat rapat koordinasi antar-Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Untuk itu, semua OPD, ASN, dan pegawai lainnya harus giat memaksimalkan pendapatan di tahun 2019 ini.
Pengamat Perkotaan Institut Muhammadiyah Bekasi Hamludin mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan pajak reklame terus melorot. Salah satunya adanya masa transisi di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi setelah menghelat pilkada.
Di situ terlihat tidak adanya sistem yang terstruktur menjalani roda pemerintahan. “Karena kehadiran pelaksana tugas Wali Kota Bekasi ketika itu tidak membuat aparatur sipil kompak,” katanya. Oleh karena itu, Dosen Ilmu Komunikasi ini menilai perlu adanya pembentukan sistem elektronik retribusi. Setiap pemasukan kas daerah bisa berjalan secara online sehingga potensi PAD ke depan akan berjalan transparan.
Hamludin juga berharap adanya upaya edukasi kepada wajib pajak yang dilakukan pemerintah daerah. Tujuannya, untuk membangun kesadaran membayar pajak tanpa harus memberi sanksi. (Abdullah M Surjaya)
(nfl)