Terpengaruh Alkohol, Penembak Anggota TNI Tak Mampu Kendalikan Emosi
A
A
A
DEPOK - Seseorang yang di bawah kendali alkohol maka perilakunya menjadi lebih agresif. Sehingga orang tersebut kehilangan kemampuan mengendalikan emosi.
"Apapun yang menjadi pemicu emosi dapat memancing agresifitasnya. Sangat mungkin saat berada di bawah pengaruh alkohol orang menjadi lebih agresif, sekaligus kehilangan kemampuan mengendalikan emosi," kata Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta kepada SINDO, Rabu (26/12/2018).
Apalagi, kata dia, orang tersebut terpengaruh alkohol sambil membawa senjata dimanfaatkan untuk melampiaskan agresifitasnya. Orang itu tidak memiliki kemampuan atau tidak bisa mengontrol emosinya sehingga melakukan hal yang di luar nalar.
"Karena kendali emosi sudah tidak baik atau tidak terkontrol maka sangat mudah melakukan hal-hal di luar nalar normatif," tukasnya.
Lebih lanjut dikatakan dia, untuk mengetahui apakah ada motif lain tentunya perlu didalami. Apakah ada hal-hal lain yang mendorong agresifitasnya menjadi semakin tinggi.
"Ini yang perlu didalami untuk mengetahui apakah ada motif lain atau tidak," ujarnya.
Soal aturan penggunaan senjata kata dia sebenarnya sudah ada. Bahkan ada persyaratan berupa tes psikologis untuk bisa mendapatkan ijin. Masalahnya tampaknya lebih terkait dengan kedisiplinan dan pelanggaran aturan. Tentunya tes psikologi ataupun tes untuk bisa mendapatkan izin penggunaan senjata dilakukan dalam keadaan “normal”.
"Saat aturan dilanggar, misalnya dengan penggunaan alkohol atau ataupun narkoba tentunya hasil tes tadi menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam keadaan bertugas tentunya harus menegakkan disiplin salah satunya ya dengan tidak menggunakan alkohol yang menyebabkan kehilangan kendali emosi," jelasnya.
Hal indisipliner seperti ini kata dia seharusnya menjadi catatan dari atasan mengenai yang bersangkutan. Hal ini tidak terkait dengan kompetensi penggunaan senjata ataupun kondisi psikologis.
"Kecenderungan pelanggaran mungkin terindikasi pada tes psikologis, tetapi catatan harian/portofilio yang bersangkutan sebenarnya bisa menjadi pertimbangan penting apakah seseorang layak diberikan ijin penggunaan senjata atau tidak," pungkasnya.
"Apapun yang menjadi pemicu emosi dapat memancing agresifitasnya. Sangat mungkin saat berada di bawah pengaruh alkohol orang menjadi lebih agresif, sekaligus kehilangan kemampuan mengendalikan emosi," kata Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta kepada SINDO, Rabu (26/12/2018).
Apalagi, kata dia, orang tersebut terpengaruh alkohol sambil membawa senjata dimanfaatkan untuk melampiaskan agresifitasnya. Orang itu tidak memiliki kemampuan atau tidak bisa mengontrol emosinya sehingga melakukan hal yang di luar nalar.
"Karena kendali emosi sudah tidak baik atau tidak terkontrol maka sangat mudah melakukan hal-hal di luar nalar normatif," tukasnya.
Lebih lanjut dikatakan dia, untuk mengetahui apakah ada motif lain tentunya perlu didalami. Apakah ada hal-hal lain yang mendorong agresifitasnya menjadi semakin tinggi.
"Ini yang perlu didalami untuk mengetahui apakah ada motif lain atau tidak," ujarnya.
Soal aturan penggunaan senjata kata dia sebenarnya sudah ada. Bahkan ada persyaratan berupa tes psikologis untuk bisa mendapatkan ijin. Masalahnya tampaknya lebih terkait dengan kedisiplinan dan pelanggaran aturan. Tentunya tes psikologi ataupun tes untuk bisa mendapatkan izin penggunaan senjata dilakukan dalam keadaan “normal”.
"Saat aturan dilanggar, misalnya dengan penggunaan alkohol atau ataupun narkoba tentunya hasil tes tadi menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam keadaan bertugas tentunya harus menegakkan disiplin salah satunya ya dengan tidak menggunakan alkohol yang menyebabkan kehilangan kendali emosi," jelasnya.
Hal indisipliner seperti ini kata dia seharusnya menjadi catatan dari atasan mengenai yang bersangkutan. Hal ini tidak terkait dengan kompetensi penggunaan senjata ataupun kondisi psikologis.
"Kecenderungan pelanggaran mungkin terindikasi pada tes psikologis, tetapi catatan harian/portofilio yang bersangkutan sebenarnya bisa menjadi pertimbangan penting apakah seseorang layak diberikan ijin penggunaan senjata atau tidak," pungkasnya.
(mhd)